Bagian ke 8 : The Departure

180 39 110
                                    

Di dalam telefon umum. Kinar memegang selang kerucut sampai kotorannya keluar.

"Ugh ... Aku tak bisa melakukan ini!" Mengenakan kembali celananya, dia keluar dari telefon umum dan naik ke atas menuju toilet yang sebenarnya.

"Hei ... Hei, mau kemana kamu!" teriak Handoko yang sedang memberi makan Plicker alias Romeo.

"Aku tak tahan lagi. Aku mau pup!"
Kinar memutar gagang pintunya. Terkunci.

"Oh ya sudah kukunci."

"MANA KUNCI PINTUNYA!"

"Kau benar-benar tidak bisa pup disini. " Mendekati Kinar, Handoko berkata, "Like literaly."

"Tapi kenapaaa ... Kenapa tolong bilang aku kenapa ... Aku tak mau numpang toilet lagi di Mitra.. Mukaku mau ditaruh dimana?! Toilet Umum ... Aku tak mau menghabiskan uang hanya untuk pup dan kencing!" Hasrat metabolisme Kinar memicunya untuk emosi.

"Pertama-tama, Demi Musk. Kau itu kikir sekali. Berapa uang yang sudah kutransfer untukmu?

"Kedua, berapa ton air yang kalian buang untuk sebongkah pup?! Saat aku melihat toilet kalian, aku sangat marah. Sangat marah!! Kau buang H2O tanpa residu 1-3 liter untuk sekali guyur. 3 liter itu bisa untuk 1 hari minum untuk satu individu. Dan bisa juga untuk menyalakan Distrik B selama 1 hari.

"Dan aku setuju soal toilet umum menjijikan itu. Kau tidak usah kesana. DASAR KALIAN SEMUA MAKHLUK ZAMAN KEGELAPAN! " Muka Handoko memerah.

"Hump ..." Kinar memegang bokongnya. "Ok." Dan langsung berlari menuju telefon umum.

*****

Kinar berjalan kembali ke atas setelah menyelesaikan misinya. 
"

Kau benar ingin tahu apa di dalam sana?" tanya Handoko sesaat dia berada di tangga atas.


"Harus kujawab?"

"Baiklah." Handoko kemudian menuju depan pintu toilet.
"Welcome to Holy Room." Kemudian dia membuka pintunya.

"Oh wow

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh wow." Kinar takjub dengan apa yang Handoko lakukan pada ruang toilet mereka. Buku-buku dan binder menjulang tinggi menembus plafon. Literaly. Dia melubangi plafon untuk buku-buku itu.

"Saat pertama saya tiba disini. Saya masih syok. Saya masih tak percaya dan tidak tahu apa yang saya lakukan. Lalu saya masuk ke ruangan ini dan duduk di kursi porselen nan agung ini. "

Kinar mengernyitkan dahi.

"Tiba-tiba semua keraguan saya terangkat. Semua ilham saya datang," kata Handoko penuh khidmat. "Ini bukan ruangan sembarangan. Saya tahu ini adalah ruangan penghubung saya dengan semesta. Semesta berpihak pada saya." Handoko terharu.

Raising meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang