Bagian 13 : Galih

104 18 12
                                    

"Woi! Jagain depan! Lo maju! Lo maju!" Seorang anak laki-laki berseragam olahraga SMP meneriaki kawannya.

Dia menjadi kiper sekarang.
Dia menegur temannya agar menjaga striker. Lawan sedang bersiap dengan bola di atas tanah semen di hadapannya.

Gelandang sayap lawan bersiap untuk tendangan bebas di sudut Timur Laut lapangan.

Bola ditendang melambung menuju pemain belakang yang menyundulnya kembali ke bagian tengah lapangan.

Akan tetapi gelandang serang lawan tiba-tiba mengambil bola. Meng-gocek saat bola akan diambil oleh gelandang sayap. Membawanya ke sisi lapangan dimana dia bisa bebas melihat celah yang bisa dimasuki agar dia bisa menuju striker.

Menyadari hal tersebut pemain belakang langsung bersiap menghalangi striker.

Akan tetapi terlambat baginya karena striker telah bebas untuk menjemput bola yang telah dilepaskan.

Sundulan keras bola dari tengah lapangan menuju sisi gawang dan ...

GOOOOLL!

Siswa SMP, sang pencetak skor langsung disambut oleh kawan-kawannya.

1 : 0 untuk kemenangan kelas 1 B (sekarang kelas 7).

Kinar terduduk sendirian di atas kursi yang terbuat dari semen di pinggir selasar sekolah.

Tidak seperti teman-teman sekelasnya yang melompat kegirangan. Dia duduk dengan tenang. Bukannya dia tidak ikut senang, melainkan dia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi.

Radit dan Galih adalah pemain yang saling melengkapi. Radit sebagai striker dan Galih sebagai gelandang serang. Kinar sudah mengamati kerennya permainan mereka dari kelas 5 SD.

Kinar mengamati dari jauh salah satu pentolan dari trio jahanam, Tio. Kinar dapat melihat kekecewaan yang sangat dari wajah anak itu.

Tio sepertinya dapat melihat saat Kinar mengucapkan kalimat. Apa gue bilang? Dengan gerak bibirnya.
Dia tampak marah dan Kinar menyukai hal itu.

"Lo ngeliat apa Yo?" Rendy menatap jauh arah yang Tio pandangi.

"Oh Kinar?"

"Dia pikir main bola gampang apa?" kata Tio sinis. "Ngadem doang di situ, bilang gue bakal kalah."

"Dia kan emang bisa main bola Yo," kata Rendy polos. Tio menengok ke Rendy. "Tapi bola cewek."

Sebuah keplakan keras mendarat di bahu Rendy. Rendy meringis kesakitan.

"Jangan samain bola cewek sama cowok dong?! Jelas-jelas beda!" Tio menatap Rendy emosi.

"Woi! Tio, Rendy! Jangan ngobrol bego! Tinggal beberapa menit lagi!" teriak Bimo kepada kedua kawannya.

Peluit panjang berbunyi 3 kali. Tanda pertandingan berakhir.

Pemain dari kelas 1B merayakannya dengan melepas kaos mereka dan mengarak Radit ke dalam kelas.

Ucapan selamat juga mengalir untuk Galih. Semua anak laki-laki baik penonton, cadangan dan tim inti menepuk bahu bidang anak itu.

Raising meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang