Cerita Baruu...
Jangan lupa tinggalin jejak ya guyss, vote dan komen🤗
Seorang wanita mengelus kepala gadis kecil berumur lima tahun yang sedang terlelap, wanita itu bernama Anjani Zelena, cantik rupanya namun, tak secantik alur kehidupannya. Sejak dua tahun lalu mengalami kecelakaan yang menyebabkan satu kakinya lumpuh, Anjani juga harus menelan pil pahit saat Aldevaro, suaminya menjadi korban meninggal dunia.
"Bu Ani," panggil Ratih, asisten rumah tangganya di ambang pintu.
Anjani menoleh dan seketika langsung menyatukan telunjuk ke bibir, "Shtt. Jangan berisik, Bi. Clara sedang tertidur."
Bi Ratih lantas mengangguk. Sekarang bicaranya lebih memelan. "I-iya, Bu. Maaf. Saya cuma mau bilang ada temannya Ibu di bawah, mbak Farah."
"Baiklah. Saya akan segera turun, Bi. Bibi siapkan saja minuman untuk Mbak Farah."
"Siap, Bu." Kemudian Bi Ratih meninggalkan kamar.
Anjani menghela napas, lalu mengecup pipi Clara penuh sayang. "Bunda ke bawah dulu ya sayang. Selamat malam." Kemudian ia beringsut mengambil tongkat yang tersandar di nakas. Dengan hati-hati Anjani menyelipkan tongkat tersebut diantara tangannya. Memang ini adalah takdir yang harus Anjani jalani. Bahwa ia tidak sesempurna dulu lagi.
Anjani menatap dengan senyum foto mendiang Aldevaro di nakas. "Selamat malam, Mas. Aku merindukanmu."
Barulah wanita itu mematikan lampu dan mengeluari kamar Clara.
Tiba di lantai dasar ia disambut antusias oleh Farah.
"Anjani! Ya Tuhan gue kangennn."
Anjani pun balas memeluk temannya itu. "I too, Far. Udah lama banget ya kita nggak ketemu. Gimana keadaan keluarga kamu?"
"Sehat, An. Btw, gue hamil lagi nih anak kedua, hehe," jawab Farah sembari mengelus perutnya yang rata.
"Wahh selamat ya. Semoga kamu dan bayinya sehat terus." Anjani ikut bahagia.
Farah mengangguk dan mengedarkan pandangan. "Clara mana deh? Gue kangen itu anak."
"Udah tidur. Dia kelelahan karena tadi ada pentas tari di sekolah," sahut Anjani. "Duduk dulu yuk!"
Mereka pun duduk di sofa berhadapan.
"An, lo kenapa nggak nikah lagi aja sih?! Ya maksud gue biar lo nggak repot ngurus Clara sendirian," tanya Farah memulai obrolan.
"Melupakan nggak semudah itu, Far. Lagian aku nggak pernah merasa repot mengurus Clara," sahut Anjani. Ia menunjukkan sebelah kakinya yang tersembunyi di balik rok panjang. "Kaki ini nggak bakalan jadi halangan untuk aku menjalankan tugas seorang Ibu."
"Bukan itu maksud gue, An."
"Gini, Far. Aku udah berjanji sehidup semati sama mas Varo. Aku nggak akan mengkhianati dia."
"Dengan terus sendirian?" Farah mengusap pundak Anjani. Ternyata sahabatnya ini masih sama. Sangat-sangat setia. Farah tersenyum. "An, gue yakin. Di alam sana Mas Varo pasti tambah bahagia saat lo mau menikah lagi. Terus Clara juga bisa dapetin kasih sayang seorang ayah lagi."
"Pertanyaanya apa aku bisa menemukan orang seperti Mas Varo?"
"Eumm." Farah jadi kebingungan. Ia mendengus pelan. "Kemungkinan 50% nggak 50% iya," sahut Farah. "Tapi ya sudahlah. Gue males debat soal ini."
"Ini, Bu, Mbak minumnya." Bi Ratih datang membawa minuman.
"Terima kasih, Bi," kata Farah.
"Bi sekalian ambilin kue keringnya ya," pinta Anjani pada Bi Ratih.
"Siap, Bu." Bi Ratih pun kembali ke dapur.
"Eh, lo katanya resign dari kantor? Why?" tanya Farah penasaran.
"Bukan resign. Tapi emang dipecat."
"Oh Astaga! Tega banget sih bos lo." Farah menggeleng tak habis fikir.
"Wajar kok. Perusahaan mereka butuh orang yang sempurna, bukan lumpuh kayak aku," kata Anjani sembari menuang teh dari teko ke gelas untuk Farah.
"Kasihan. Terus gimana lo dapat pemasukan sedangkan perusahaan milik suami lo juga udah dibeli perusahaan lain. Apa ya namanya? ish gue lupa. Ada pra-pra gitu deh."
"Perusahaan Pradipta, Far."
"Nah itu. Setahu gue CEO nya ganteng banget deh sumpah! Coba aja lo ngelamar kerja di sana." Farah ini memang asal ceplos. Kadang nggak disaring sebelum bicara.
"Ngapain? Paling aku cuma jadi pajangan." Anjani terkekeh pelan. Dasar Farah! Meskipun sudah bersuami kadang mata sahabatnya itu tetap suka jelalatan. "Toh, aku sedang menjalankan bisnis kue juga. Cukup kok untuk memenuhi semua kebutuhan aku sama Clara. Kamu jangan khawatir."
"Kalo gitu ketemu CEO nya aja, besok gue temenin." Farah bersikeras hendak mempertemukan Anjani dan boss nya itu.
"Tapi-" Anjani terdiam, tidak mengerti dengan jalan pikiran Farah.
Farah memelas dengan memeluk lengan Anjani.
"Nonono! Ajak Clara sekalian kita jalan-jalan Oke?"
"Yasudah deh, iya." Anjani pasrah. Walau ada rasa sedikit takut untuk bertemu pria itu. Siapa namanya? Bian. Ya, kalau tidak salah seingat Anjani pria itu bernama Bian. Mereka pernah bertemu ketika Anjani harus mengurus berkas pemindahtanganan perusahaan.
Oh, jangan lupakan pria itu punya sifat yang angkuh, dingin, dan arogan
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Lumpuh Milik CEO
Romance[21+] Anjani Zelena hanyalah seorang wanita biasa, bahkan boleh dikata kurang sempurna. Karena kecelakaan tragis dua tahun lalu yang bukan hanya merenggut nyawa sang suami,tapi juga fungsi salah satu kakinya. Bersama sang malaikat kecilnya-Clara, An...