6> Shocked

3.7K 164 0
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak ya guyss, vote dan komen🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalin jejak ya guyss, vote dan komen🤗

Anjani duduk di sofa. Jangan kira ia merasa kesakitan tapi justru ia tidak merasakan apa-apa. Sedari tadi Bi Ratih dan sang supirlah yang terus memaksa agar ia dibawa ke dokter saja.

Anjani tentu menolak. Luka lebam ini tidak terlalu besar untuknya sampai harus mengeluarkan uang banyak.

"Saya ambilin obat ya, bu," kata Bi Ratih.

Anjani mengangguk pelan sembari tersenyum. "Iya, Bi. Terima kasih ya."

Bi Ratih pun pergi menuju dapur untuk mengambil obat. Tak lama wanita itu kembali dan langsung mengoleskan salep lebamnya ke paha Anjani penuh hati-hati. Sementara Anjani menempelkan kasa yang telah ditetesi obat merah ke telapak tangannya yang lecet.

"Bapak tadi sombong banget ya, Bu. Bukannya minta maaf malah marah-marah ke ibu. Bibi mah kalo jadi ibu langsung bibi laporin ke polisi," ungkap bi Ratih. Maklum dia pasti kesal kalau ada yang menganggu Anjani. Mengingat Anjani telah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Aku nggak mau nambah masalah, Bi."

"Ibu kenal siapa bapak tadi?"

Anjani mengangguk pelan. "Dia Bian Pradipta. CEO perusahaan Pradipta yang produk mereka terkenal itu, Bi."

"Yaampun. Jadi dia orang yang membeli perusahaan bapak Aldevaro?" Bi Ratih mengerutkan kening. Mendongak dan menatap Anjani lekat.

"Hm. Kami bertemu dua tahun lalu. Sejak itu aku udah nggak suka sama sifat dia. Makanya aku nggak mau berurusan apa pun lagi dengannya."

Seketika Bi Ratih menepuk jidat. "Oh iya bibi lupa. Tapi bibi masih kesel banget, Bu. Nggak seharusnya dia bersikap begitu sama ibu."

"Lupain aja," ucap Anjani menghela napasnya. "Orang seperti dia memang kadang nggak mengerti perasaan orang menengah kayak kita. Kita cuma perlu diam, Bi. Mereka punya kuasa sedangkan kita nggak ada apa-apanya."

Bi Ratih tersenyum samar. "Bapak Aldevaro beruntung punya istri kayak ibu." Lalu dia menempelkan kasa di lebam Anjani sebagai langkah terakhir. "Nah sudah selesai. Ibu saya antar ke kamar ya?"

"Nggak usah. Bibi ambilin aja tongkat aku yang satunya di gudang," sahut Anjani.

"Siap, Bu."

Bergegas bi Ratih melangkah menaiki tangga menuju gudang. Anjani menghela napasnya lalu menyandarkan bahu dengan nyaman. Sesekali matanya menatap sekeliling ruang tamu. Sesaat kenangan tentang Aldevaro muncul di benaknya seperti kaset yang berputar ulang.

Masih lekat di ingatan Anjani bagaimana Aldevaro menghadiahkan rumah sebesar ini untuknya saat pernikahan mereka. Anjani sangat bahagia kala itu. Dan rumah inilah satu-satunya sisa peninggalan Aldevaro sekarang.

Aldevaro sendiri merupakan anak tunggal sekaligus yatim. Ia dibesarkan oleh ibunya dan sekarang ibunya telah menikah lagi serta memilih tinggal di luar kota bersama suaminya. Sedangkan kedua orang tua Anjani sudah lama berpulang.

Janda Lumpuh Milik CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang