Mata Bian melebar mendengar penuturan Anjani, bukannya membela wanita itu malah membuka jalan lebar untuk Laura membawanya pergi. Apalagi sampai membeberkan bahwa dia sering numpang makan di rumah ini.
"Baguslah, ayo kita pergi Bi." Laura sudah menggenggam pergelangan Bian tetapi dihempaskan kasar oleh pria itu.
"Lepaskan saya Laura!" perintah Bian tegas. Laura bahkan sedikit tertunduk karna Bian menghempas tangannya barusan. "Saya nggak mau ikut dengan kamu. Lagipula siapa kamu berani memaksa saya?"
"Tapi Bi--"
"Loh bukannya ini pacar bapak?" Anjani menatap bingung keduanya.
"Ya bukanlah," Bian mengusap wajah gusar. Gusar karena Anjani selalu saja tak peka pada keadaan.
"Kamu ini nggak bisa membaca situasi apa? Kamu nggak lihat saya risih di dekat dia?" tunjuk Bian pada Laura. Wanita itu menghentakan kaki geram.
"Aduh saya makin bingung." Anjani dibuat gelagapan. Ia sungguh tak mengerti apa sebenarnya problem dua manusia itu. Ia menatap Bian dan Laura bergantian, "Kalau kalian punya masalah selesaikan di rumah masing-masing aja ya. Jangan bikin ribut di rumah saya. Enggak enak sama tetangga."
"Anjani." Kini Bian memijat pelipisnya yang mulai pening. Sakitnya belum pulih total sudah ada masalah baru, ditambah ketidakpekaan Anjani. Rasanya Bian ingin sekali mengurung wanita itu di kamar dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Dia bukan siapa-siapaku. Usir dia sekarang."
"Kamu tega Bi." Laura mulai memohon.
Anjani menggeleng cepat, "Eh katanya temen, bapak dong yang ngusir."
"Kan ini rumah kamu."
"Bener juga ya," Anjani menepuk jidat, barulah memasang tampang kesalnya pada Laura sambil berkacak pinggang. "Mbak silahkan angkat kaki sekarang, saya nggak mau sampai ada keributan di sini."
Bian mengulum senyum, sebab ia melihat tidak ada kecocokan sedikitpun untuk Anjani berakting marah seperti itu. Malah kelihatan konyol sekaligus lucu.
"Diem lo pincang!" ancam Laura menunjuk Anjani. Lalu menatap Bian dan memohon, "Bi... pleasee ikut aku."
"Saya nggak mau! Berapa kali saya harus bilang urusan kita sudah selesai sejak malam pertunangan itu Lau. Saya nggak mau menikah dengan kamu."
"Menikah?" Anjani membeo. Ia pikir masalah kedua orang itu sepertinya sangat rumit. Bahkan Bi Ratih yang hendak menyajikan minum mengurungkan niatnya dan kembali ke dapur. Tapi dia diam-diam mengintip dari balik tembok.
"Satu kesempatan, Bi. Kasih aku satu kesempatan untuk berubah. Akan kubuktikan aku layak buat kamu."
"Kesempatanmu sudah habis Laura," sahut Bian tegas. "Lagipula saya sudah punya yang baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Lumpuh Milik CEO
Romance[21+] Anjani Zelena hanyalah seorang wanita biasa, bahkan boleh dikata kurang sempurna. Karena kecelakaan tragis dua tahun lalu yang bukan hanya merenggut nyawa sang suami,tapi juga fungsi salah satu kakinya. Bersama sang malaikat kecilnya-Clara, An...