⌗ ✰
Mengingat ada satu kebun anggur yang Miran titipkan di Prancis, akhirnya setiap tahun Miran akan ke mari setiap empat bulan sekali dalam setahun. Akan menginap selama se–pekan untuk melihat pertumbuhan anak-anaknya—anggur-anggur itu maksudnya.
Seperti saat ini, karena ajang penghargaan kemarin di langsungkan di Eropa—ia sekaligus bisa menjenguk kebun uangnya untuk beberapa hari ke depan. Menemani mereka dengan atmosfer dan nyanyian manis sebagai lullaby dari Demeter. Namun ketika kakinya melangkah menuruni anak tangga—seseorang yang tengah sibuk celingukan di lantai bawah rumahnya—sekaligus kantornya yang ada di Eropa.
Sesosok pria bersurai hitam dengan setelan jas rapih dan juga brooch dari chanel yang bertengger di dada kiri jasnya. Terdapat satu buah anting yang menggantung di telinga kirinya, surainya tertata rapih dengan style yang selalu Miran sukai untuk ukuran lelaki.
Sedangkan dari sudut pandang orang di bawahnya—ia menangkap sosok gadis manis yang tengah menuruni tangga dengan tatapan datarnya. Karena wajahnya manis, ia tak terlihat dingin melainkan menggemaskan. Surai hitamnya di kuncir sedikit ke atas dan condong ke kiri, mengenakan crop top putih sebagai pelindung bagian dadanya. Kardigan warna merah muda dengan garis putih yang miring ke samping membuat sebuah corak kotak-kotak, dan rok selutut yang serupa coraknya dengan kardigan itu.
"Look! Who's coming to my castle, huh?" Miran melipat kedua tangannya di depan dada sembari terus menuruni anak tangga.
"Wow lihat, ratuku sudah datang ke mari..." kata Jimin sembari menyunggihkan senyuman nakalnya ketika Miran mengitari tubuhnya dengan langkah pelan. Harum orange blossom menyapa indera penciumannya, Jimin sangat suka. Rasanya ia ingin membawa Miran ke dalam pelukannya dan menghirup wangi itu sepuasnya.
tenang, Jim. Tenang. Sebentar lagi kau akan mendapatkan itu—batin Jimin berteriak dalam hati.
"Terima kasih atas pujiannya—tapi aku adalah ratu untuk diriku, bukan dirimu. Apa yang kau inginkan hm? To the point saja," ucap Miran di kala tangannya mengambil buah apel segar dan menggigitnya dengan gigitan kecil tanpa menawari Jimin terlebih dahulu.
"Sebenarnya ingin melamarmu, tapi aku yakin di tolak. Jadi aku menawarkan kerja sama antar perusahaan kita," kata Jimin dengan jujur. Maniknya terus mengawasi sosok Miran yang tak bisa diam. Terus bergerak ke sana dan ke mari.
"Perusahaanku sudah berdiri cukup kokoh tanpa bantuan darimu, mr. Park."
Terdengar sombong, tapi terlihat seperti sebuah tantangan untuk Jimin. "Aku hanya ingin membuat sebuah tameng untuk kehidupanmu. Kau masih sangat belia untuk mengurus perusahaan sebesar itu, kalau kau menerima lamaran—eh ajuanku untuk bekerja sama, aku bisa melindungimu sekaligus perusahaanmu."
Miran menghela nafas. Sungguh, Jimin benar-benar seperti di sihir oleh Miran. Rasa-rasanya apapun yang Miran lakukan selalu menarik perhatian Jimin. Bahkan Jimin suka caranya menarik nafas. "Menarik sebenarnya," ungkap Miran, "Tetapi Tuan Alonzo sudah mengambil start lebih dulu. Maaf ya, Jimin–ssi."
Jimin tersenyum tipis, "Tak apa, aku yakin kau akan membatalkan kerja sama di antara kalian."
hal itu sukses membuat tiga garis kerutan terpampar di kening Miran, "Kau—aku tahu kau orang yang memiliki koneksi di mana-mana, tetapi kau takkan berbuat yang aneh-aneh 'kan?"
Jimin terkekeh, memajukan langkahnya dan mendekati Miran hingga punggung gadis itu membentrok dengan dinding. "J–Jimin–ssi?" Miran melambaikan ke-lima jarinya di depan wajah Jimin ketika pria itu hanya diam saja menatapnya sembari mengunci pergerakan Miran dengan menyatukan kedua telapak tangannya dengan dinding, membuat akses melarikan diri Miran terbatas.
"Tidak akan, sayang. Lihat, kau sangat polos seperti ini. Apa kau memiliki hubungan yang lebih sebatas rekan kerja dengan si tua itu?"
"Apa?!" Miran memekik tepat menghadap wajah Jimin.
"Aku tak suka mengulangi kalimat. Dia membayarmu dengan apa hm? Katakan padaku, aku bisa membayarmu lebih dari—"
plak!
sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipi kiri Jimin. Menimbulkan bekas merah dan rasa panas di pipi. Menimbulkan keterkejutan untuk Jimin, sedangkan nafas Miran naik turun tak karuan. Seperti mengerahkan segala tenaganya untuk melayangkan tamparan. Dapat ia lihat mata gadis itu yang mulai menajam bersamaan raut dinginnya, tangannya mengepal dan bibir seksinya sangat datar.
"Dia memberiku apa, kau bilang? Dia memberiku sopan santun dalam berbicara, bukan sepertimu Jimin–ssi. Jangan berharap ada kerja sama di antara kita. Kau tak perlu ikut campur antara aku dan Alonzo, ini bukan urusanmu sama sekali." ucapannya teramat cepat dan dingin, dadanya naik turun tak karuan dengan tangan yang mengepal.
Dalam hitungan sekon—ia melepaskan lengan Jimin yang berusaha menahannya sembari merapalkan kata, "Maafkan aku. Aku menyesal, Miran..." hingga pada saat kakinya menyentuh anak tangga pertama, bibir sensualnya terbuka untuk memanggil sesi keamanan. Mau tak mau Jimin harus segera menyingkir dari sana, namun sebelum itu—dia meneriakkan satu kalimat terakhir sebelum proporsi tubuh Miran menghilang dari pandangan.
"Aku akan buktikan kejahatan tua bangka itu. Dia takkan pernah bisa menyakitimu!"
⌗ ✰
"Buktikan segala ke–brengsekkan Alonzo di hadapan publik!"
Jaewoo sedikit ragu untuk mengangguk dan mengatakan kesiapannya seperti sebelum-sebelumnya. "D–Dia kerabat dekat Ayahmu, T–Tuan—"
"Turuti perintahku saja! Jangan sampai dia menyakiti Miran–ku!" lantas mendengar nada suara Jimin yang langsung naik dua oktaf mampu membuat anggukan mememuhi kepala Jaewoo.
"Aku akan mencari buktinya di gudang, akan secepatnya ku cari, Tuan," ucap Jaewoo sembari menunduk hormat untuk beberapa detik sebagai formalitas sebelum dirinya menghilang dari ambang pintu.
"Ck! Pria itu hampir menggagalkan rencanaku!"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Once in a Blue Moon ★ PJM
FanfictionKwon Miran mengalami kejadian aneh serta langka saat melakukan tur di kota Athena pada saat usianya 17 tahun. Semuanya terjadi begitu saja tanpa terduga. Membuat kehidupan normalnya hilang dalam sekejap, dan akses sebagai manusianya berkurang. Menja...