10. Little Kiss

249 46 16
                                    

⌗ ✰

Ini memang pertama kalinya Miran memijakan kaki di mansion mewah milik Jimin. Memang benar—bangunan ini teramat besar dan juga mewah, benar-benar menunjukkan kesan Jimin walaupun hanya dilihat dengan satu kali tatapan saja. Miran tak datang sendirian ke sana, Jimin yang memaksanya karena kedatangan nenek sihir menjengkelkan katanya. Miran memang memutuskan untuk memaafkan Jimin, tetapi bukan berarti Jimin bisa memperlakukannya seenaknya.

Seperti tadi contohnya. Miran sedang enak-enaknya istirahat di atas ranjang empuknya tiba-tiba digendong Jimin yang entah datang bagaimana caranya dan memasukkan tubuh Miran ke dalam mobilnya layaknya seorang pencuri.

"Masuklah, kau bintang di sini," kata Jimin sembari berkacak pinggang di lengang sebelah kirinya, menyuruh Miran memasukkan lengannya ke dalam sana untuk bergandengan tangan. Miran mendengus, ia tahu apa maksud Jimin. Ia juga tahu benar siapa nenek lampir itu...

...Hwang Jaehwa.

"Wow...Hwang Jaehwa? Ada apa gerangan kau datang ke rumah kekasihku?" kata Miran dengan angkuhnya sembari mengajak Jimin melewati wanita itu, pasalnya Jaehwa lah yang membukakan pintunya—padahal ada pelayan di dalam sana.

Jaehwa berdecak, menutup dua bilah pintu besar itu dan menghampiri dua sejoli di depannya yang sudah mendarat tenang di atas sofa. Kelihatannya Jaehwa lah yang tuan rumah, sedangkan Miran dan Jimin adalah tamunya.

"Kekasih? Aku masih tak yakin kalau hubungan kalian benar adanya," kata Jaehwa sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Tetap berdiri angkuh di hadapan sejoli ini sembari melayangkan tatapan tajam ke arah Miran.

"Bagaimana kau bisa meyakini hal itu, Jaehwa–ssi?" tanya Miran mengintimidasi. Mengubah posisinya menjadi saling memeluk antara ke–5 jarinya dan jari Jimin. Karena sejujurnya—Miran pegal dengan posisi yang sebelumnya.

"Aku ke mari selama satu pekan berturut-turut setiap jam makan siang, ke rumah kekasihmu ini. Jimin sama sekali tak mempersalahkan hal itu, dan yang aku lihat—sepertinya kalian tak saling terhubung ya? Bagaimana kalian tahan tidak bertemu dan menukar kabar setelah seharian?..." Jaehwa tersenyum licik sembari menampilkan seringaian andalannya. Menjijikan menurut Miran. Miran pernah melihat seringaian itu delapan tahun lalu, sayangnya seringaian itu tidak dilayangkan untuknya—melainkan sang Ibunya.

"Hwang Jaehwa! Jaga ucapanmu!"

Tawa Jaehwa lepas, "Kenapa, Jim? Kau takut kekasihmu itu marah? Sudah kuduga, kau masih menaruh perasaan padaku 'kan?"

Kini tawa Miran lah yang meledak, bahkan gadis itu menepuk-nepuk tangannya dan melipat kakinya ke samping. Semuanya bagaikan lelucon semata baginya, "Kurasa pemahamanmu sangat sempit ya, Hwang Jaehwa," ujar Miran. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Jaehwa dengan tajam.

"Jam makan siang? Kurasa kau membual. Mungkin ucapanmu tentang kau ke mari selama satu pekan berturut-turut itu benar, tetapi kau tak dapat menemukan Jiminku 'kan? Mungkin kalian bertemu, tapi hanya sebentar—lalu Jimin mengusirmu 'kan?" selidik Miran dengan tatapan menginterogasi.

"Perlu kau ketahui, Hwang Jaehwa. Jimin itu tipikal pria yang menjunjung tinggi kehormatan wanita, dia takkan pernah membiarkanku ke rumahnya tanpa ia jemput. Dia juga tipikal pria yang romantis dan memiliki sejuta kehangatan, dia lebih memilih datang ke rumahku dan memberikan banyak kejutan. Intinya, setiap jam makan siang—Jimin selalu datang ke rumahku untuk melepas kerinduan," kecam Miran dengan perkataan yang ditegaskan.

Once in a Blue Moon ★ PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang