02. Getting Her Heart

302 64 14
                                    

⌗ ✰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌗ ✰

Orang-orang mengatakan bahwa Miran memiliki berkat Demeter di dalam kehidupannya, sehingga mampu mengurus perkebunan dengan sangat mudah di usia yang terbilang—cukup belia.

Seingatnya, ia mendirikan satu perkebunan anggur di Korea saat usianya baru menginjak angka 18 tahun. Itu terjadi setelah kejadian tak terduga menimpanya saat berkunjung ke kota Athena untuk melaksanakan study tour. Sungguh kehidupannya sangat berubah 90° setelah kejadian itu menimpanya.

Mungkin jika Miran ceritakan—kisahnya akan terdengar seperti dongeng semata. Seperti sebuah cerita yang tak pasti benar adanya atau tidak, cerita yang memiliki ribuan makna di balik ribuan kata yang tertulis di lembar kertas dan disulap menjadi sebuah buku. Namun Miran benar-benar mengalaminya, bukan mimpi ataupun khayalan. Ini terdengar seperti—once in a blue moon.

Karena kejadian itu benar-benar mustahil adanya.

Namun karena kehadiran rose blue , kata mustahil itu perlahan terhapuskan karenanya.

( mawar biru = melambangkan tak ada yang mustahil di dunia ini )

"Ouh, selamat datang nona Kwon... akhirnya kau datang juga! Kukira kau tak mau datang ke acara ini seperti penghargaan sebelah." pria bersurai putih dengan usia yang cukup berumur itu mengulurkan tangannya yang terbalutkan sarung tangan putih, membiarkan tangannya menjadi tongkat penyangga untuk Miran agar bisa turun dari mobilnya dengan mudah.

"Sungguh kehormatan bagiku untuk datang ke mari, untuk apa aku melewatkan kesempatan bagus ini hm?" memang sebenarnya ini ajang penghargaan terbesar se-Eropa.

Tawa keduanya meledak. Aria mengikuti di belakang, sembari menguping sedikit pembicaraan mereka.

"Omong-omong, ini pertama kalinya kita bertemu. Dan—ternyata kau lebih cantik dari apa yang orang-orang katakan," Alonzo menyambung pembicaraan mereka kembali, hingga keduanya sudah berada di dalam gedung penghargaan itu.

Miran hanya tersenyum menganggapinya. Tetapi memang benar, Miran sangat istimewa malam ini. Maxi sheath dress off shoulder berwarna hitamnya menampilkan lekuk tubuh gadis itu, sebuah garis sayatan yang memperlihatkan secarik kulit mulus kaki hingga pahanya. Jangan lupakan elbow sleeve berwarna putih layaknya jaring-jaring yang menutupi lengan sejajar selangkanya hingga ke sikut.

Sejauh ini mereka hanya tahu bahwa yang mengikuti mereka adalah Aria dan dua orang bodyguard sebagai tameng untuk berjaga-jaga, tanpa tahu seseorang ikut mengekori dan mengintip mereka.

⌗ ✰

Jaewoo melirik ke arah Jimin yang berjarak dua meter di samping kirinya. Pria itu sedang duduk dengan karismatik sembari menanggalkan kaki kanan di atas kaki kirinya dan juga melipat kedua tangannya di depan dada. Netra nakalnya terus mengarah ke depan, memperhatikan sosok gadis berusia 20 tahun yang tengah berpidato setelah mendapatkan penghargaan utama.

Sungguh Jaewoo tak habis pikir. Biasanya Vines n' Wine selalu mendapatkan penghargaan ini 30 tahun berturut-turut, sekalipun itu gagal—Jimin pasti akan merasakan secarik kesedihan di relung hati maupun wajahnya. Namun anehnya kali ini pria itu serasa bahagia seolah-olah tak masalah dengan kegagalan mereka.

Pada akhirnya Jaewoo memutuskan melangkahkan kakinya mendekati bangku milik Jimin. Membungkuk lalu berbisik di samping telinga Jimin, "Kau tidak kecewa, Tuan?"

Jimin terkekeh, mengelus bawah hidungnya lalu kembali ke posisi semula. "Naik dan turun ini sudah biasa terjadi di setiap kehidupan seseorang. Tak apa, biarkan yang lain menang dahulu untuk saat ini. Kita sudah sering menang dan mendapatkan 30 penghargaan utama di acara ini dengan ratusan penghargaan lainnya." Jaewoo semakin bingung, tak mengerti kenapa Jimin jadi seperti ini.

"Apa penyebabnya karena Nona Kwon? Tuan Park?"

Jimin menyeringai, menajamkan tatapannya mengekori sosok gadis yang tengah menuruni tangga dan kembali ke tempat duduknya dengan perasaan senang. "Kurasa kita berjodoh paman Goo, kita selalu sehati." kini Jaewoo mendengus. Sedikit celingak-celinguk memastikan tak ada orang yang mendengarnya.

"Kau tidak sakit 'kan Tuan Park? Aku memiliki satu istri dan dua anak. Omong-omong Tuan Park, pandanganmu terhadap Nona Kwon sedikit—berbeda. Apa kau sudah merencanakan balas dendammu?" Jaewoo mengubah alur pembicaraannya menyadari bahwa ada sedikit pertunjukan yang akan dipersembahkan, itu artinya suasana akan ricuh untuk sementara.

"Aku lebih memilih rasa cintaku ketimbang balas dendam dengan cintaku," ujar Jimin sembari menyesap champagne yang telah disediakan di atas meja. Ucapan itu sungguh membuat Jaewoo tersedak ludahnya sendiri, bahkan matanya melotot lebar mendengar ucapan Jimin.

"K–K–Kau?...."

"Aku mencintainya. Aku juga ingin dihangatkan olehnya di atas ranjang."

double kill!

Jaewoo tersedak untuk yang kedua kalinya. Sungguh, ini once in a blue moon! Jimin tak pernah berbicara seperti ini sebelum-sebelumnya. Membicarakan perihal cinta dan urusan ranjang. Setahu Jaewoo, Jimin merupakan pria dewasa yang profesional. Dia tak sering melibatkan urusan ranjang ke dalam perbincangan mereka sehari-hari, namun untuk kali ini—Jimin benar-benar blak-blakkan.

Jaewoo masih tertegun, sedangkan Jimin sangat menikmati alunan lagunya sembari memandang panorama indah di depan sana. Melihat senyuman manis pujaan hatinya, membayangkan beberapa fantasi liar di dalam pikirannya, membuat kurva bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman manis sekaligus sensual.

"Paman Goo, dia yang menyaingi perusahaan kita 'kan? Percepat janji temuku menjadi besok, kosongkan semua jadwal yang kupunya," perintah Jimin dengan nada yang santai. Maniknya masih mengawasi gadis belia itu di depan sana. Sungguh, jika Miran menyadarinya—mungkin Jimin akan dicap sebagai byuntae kelas kakap.

"T–T–Tapi—"

"Turuti saja perintahku," tegas Jimin pelan sembari berdeham kecil.

"B–B–Baiklah, kau ingin bertemu di mana? Kantornya? Kantormu? Hotel?—"

"Jangan! Jangan! Dia masih belia, pastinya belum siap untuk melakukan hal itu bersamaku! Aku akan mendpaatkan hatinya secara perlahan." tolak Jimin dengan keras, beruntung atensi orang-orang hanya fokus kepada hiburan di depan sana. Bahkan Jimin sampai berbalik dan menatap tajam ke arah Jaewoo.

Jaewoo terkekeh, "Hotel tidak hanya untuk melakukan pikiran kotormu, Tuan Park."

"Benar juga, tapi aku ingin pertemuannya di apartemenku. Mungkin dia takkan mau, jadinya di kantornya saja." timpal Jimin sembari merubah posisi duduknya seperti semula. Membuat gelengan kecil menguasai kepala Jaewoo.

memang benar ya, se–dewasa apapun seseorang—akan tetap menjadi anak kecil di hadapan cinta.

[]

Once in a Blue Moon ★ PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang