"T-t-tunggu, Jim. Apa kau sadar dengan siapa nama yang sedang kau panggil?"
Aku langsung menoleh ke belakang walaupun wajahku dalam keadaan banjir air mata. Sembab, bengkak, namun itu tak menghalangi rasa penasaranku yang meledak disertai rasa keterjutan yang melanda. Jelas-jelas dia memanggil nama asliku, namaku—Kwon Miran.
"A-a-ah... itu, a-a-aku h-hanya lelah. Ayo, Alys, akan kukembalikan kau ke kamarmu."
Jimin ancang-ancang ingin menggendongku, namun aku menahannya sebab menyadari sesuatu yang mengganjal.
"Tunggu! Kau berbicara dalam bahasa korea?! Tunggu, aku tak mengerti semua ini..." kepalaku pening mendadak, yaampun aku benar-benar bingung dengan semua ini. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih sama sekali, ini bukan waktunya bermain teka-teki, Jimin harus menjawab pertanyaan yang ada di benakku sekarang juga.
Dapat aku lihat wajah Jimin yang menegang, rautnya menunjukkan hal itu dengan sangat jelas—seperti perampok yang ketahuan merampok. Bibirnya gagu ingin mengatakan sesuatu, namun seperti tertahan entah karena apa. Aku mencengkram tangannya, mencegahnya agar dia tidak kabur di saat aku menginterogasinya.
"Katakan padaku yang sebenarnya, kau ... Park Jimin, kan?" ujarku dengan tatapan curiga, menginterupsinya. Mataku bahkan menyipit dengan tajam, menandakan kalau ia tak bisa mengelak lagi dan harus mengatakan kebenarannya.
Jakunnya bergerak satu kali—dia meneguk ludahnya—dia gugup. Itu tandanya pertanyaanku sudah mendapatkan jawabannya, dia benar-benar Park Jimin dari masa depan?
"Jimin! Apa ini? Kenapa kau membohongiku?! Kau membuatku sangat mar—"
Aku baru saja ingin memerotes, namun Jimin malah langsung memelukku dan menyatukan kedua bibir kami—mungkin dengan maksud agar aku diam?
"Sssh, tidak begitu... aku memang tak bisa memberitahukan semua ini karena aku perlu kesiapan dan kepercayaanmu untuk mengembalikan ingatanmu."
Aku mengernyit heran, sangat ingin naik pitam karena dia mengetahui identitasku sedari awal—namun malah berpura-pura tak tahu, ia bahkan membuatku berperan sebagai Alys. Dan kini—dia tertangkap basah mengetahui identitasku yang asli, namun mengapa dia masih mengungkit hal mengenai ingatan? Apa hubungannya aku dan ingatan Alys?
"Apa maksudmu?"
Jimin menghela napas, "Sungguh, Alys? Emmm, maksudku Miran. Kau benar-benar tak mengingatnya?"
"Ih ... to the point saja!"
Jimin menghela napasnya sekali lagi, dia menangkup kedua pipiku lalu mendekatkan wajah kami—tak terlalu dekat sih, tetapi lumayan dekat. "Kau itu Alys. Kenapa kau masih tidak ingat? Kau itu Alys, bukan Jaehwa. Sekali lagi, kau itu Alys, Alysku, Alys yang aku cari sedari lama, namun kau malah muncul dengan ingatanmu yang hilang. Lain kali aku tak ingin kita bereinkarnasi, ayo hidup abadi saja!"
Aku menganga untuk beberapa saat, masih mencerna setiap perkataannya. Namun entah kenapa semakin aku berpikir keras—semakin aku merasakan pening yang melanda. Aku merasa seperti kepalaku dihantam batu yang teramat besar, Jimin bahkan mencengkram kedua lenganku—mencegahku tumbang ke belakang.
"Miran? Kau baik-baik saja? Miran?"
Jimin mengguncang tubuhku, namun aku malah melihat cahaya yang sangat berkilau di dalam pejamanku. Merasakan resonansi yang menghantam kepalaku dalam hitungan sekon, dan seperti lintasan kereta api yang sangat kencang—aku mendapatkan beberapa potongan memori entah dari mana. Itu sangat bertubi-tubi, bahkan kepalaku serasa ingin pecah seketika.
"J-J-Jimin ... aku mendapatkan beberapa potongan kejadian, namun aku tak tahu apa itu semua," tuturku sembari mencoba membuka mata, dan benar saja—cahaya itu sudah menghilang, namun rasa peningnya masih membekas di kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once in a Blue Moon ★ PJM
FanficKwon Miran mengalami kejadian aneh serta langka saat melakukan tur di kota Athena pada saat usianya 17 tahun. Semuanya terjadi begitu saja tanpa terduga. Membuat kehidupan normalnya hilang dalam sekejap, dan akses sebagai manusianya berkurang. Menja...