"Ini Yavanna, bibi yang sering mengurusmu sewaktu kecil."
Jimin menunjukkan jemarinya ke arah jarum jam 12, menuju ke seorang wanita dengan pakaian sederhana dan rambut coklat kemerahan yang terurai indah.
Saat ini Miran sedang ada di kerajaan, tempat di mana Ayah dan Ibunya tinggal. Ralat. Ayah dan Ibunya Alys tinggal. Mereka menyambut Miran dengan baik, walaupun jujur-Miran merasakan tatapan aneh yang mengarah ke pria di sampingnya. Entah hanya perasaan, atau mungkin ada sesuatu mengganjal yang tidak Miran ketahui.
Setelah puas berbincang bersama Ayah dan Ibu Alys, Miran dipersilahkan berbincang dengan Ibu asuhnya. Yavanna. Mereka memilih pergi ke taman di dekat sungai, Yavanna bilang ; Alys sangat suka bermain di sana sewaktu kecil. Jadi mereka mengizinkan Yavanna dan Miran pergi dengan harapan memori Alys akan utuh kembali walaupun itu-mustahil. Sangat mustahil, sungguh.
Yang membuat Miran heran adalah bagaimana cara mereka yang menghadang Jimin untuk ikut dengannya. Bahkan sang raja dan ratu nampak tak suka dengan kehadiran pria itu. Iya, Ayah dan Ibu Alys adalah seorang raja dan ratu.
"Woaw, aku tidak percaya ada tempat seindah dan secantik ini!" kagum Miran dengan mata yang berbinar-binar menatapi keindahan alam yang Tuhan berikan di sini. Sungai yang mengalir dengan biru laut yang indah, taman bunga yang mengelilingi dan juga ada air terjun kecil yang mengalir di ujung tepian.
"Alys," panggil Yavanna yang sudah duduk menyantai di atas rerumputan. "Aku ingin menceritakan sebuah kisah tentangmu, aku harap ini membangun kembali ingatanmu."
Miran mengangguk. Mengikuti permintaan Yavanna yang memintanya untuk berbaring di atas pahanya. Hingga akhirnya Miran merasakan elusan lembut di puncak kepalanya.
"Aku berharap kau mengingat ingatan lamamu dan segera meninggalkan Jimin. Aku bahkan berharap kau berlari dari kehidupannya. Sungguh, aku sangat takut melihatmu di sampingnya, apa kau tidak kenapa-kenapa saat tinggal bersamanya?"
Miran spontan mengerutkan keningnya, bertanya-tanya ke mana arus pembicaraan ini mengalir. "Apa maksudmu, Anna? Jimin memperlakukanku dengan sangat baik. Dia benar-benar menjagaku sebaik mungkin."
"Tentu saja. Dia menginginkan sesuatu darimu, tentu saja dia merawatmu dengan sebaik mungkin."
Miran menahan napasnya sejenak, perlahan arah matanya tertuju pada perutnya yang sedikit membuncit walaupun tidak terlalu kelihatan menonjol.
"Bukan. Bukan anakmu."
"Lalu kalau bukan anakku, siapa lagi, Anna?" setahu Miran 'Anna' adalah panggilan sayang dari Alys untuk Yavanna. Alys juga mengecam Yavanna tidak boleh dipanggil 'Anna' selain dirinya.
"Kau."
"Ada apa dengan diriku, Anna?"
"Ketika makhluk itu menikah dengan seorang manusia kekuatannya akan semakin bertambah dan juga keabadian yang ia miliki semakin menguat. Mengingat soulmate sangat diperlukan di kehidupannya, ibaratnya menyempurnakan kehidupan. Sebab itulah keabadiannya bisa sempurna. Namun sayangnya cintanya Jimin telah tiada."
Miran yang berbalutkan gaun tipis bermotif bunga-bunga ini hanya menatap lurus ke langit, bingung harus berkata apa. Hatinya mulai gelisah dan harus percaya siapa?
"Apa kau lupa? Jimin telah mengincarmu bahkan sebelum kau lahir ke dunia ini. Dia terlibat perjanjian dengan Ayahmu, namun dia memanfaatkan itu untuk sumber keabadiannya. Sebab itu lah Ayah dan Ibumu menitipkanmu kepadaku, yang mana hanyalah seorang elf biasa, kau juga harus lahir sebelum waktunya tiba," katanya lagi.
"Jadi-aku lahir prematur?"
Yavanna mengangguk, "Benar. Kau sengaja dilahirkan sebelum waktunya karena Jimin sudah tahu kapan waktu kelahiran aslimu. Dia bisa saja mendengar suara tangisanmu ketika baru lahir, jadi ketika kau lahir-terasa benar-benar sepi. Sunyi. Tak ada tangisan bayi, melainkan kau cepat-cepat dimasukkan ke dalam keranjang rotan untuk tempat menaruh bekal piknik. Dan disembunyikan di dalam gerobak berisi sayuran untuk dikirim ke rumahku."
![](https://img.wattpad.com/cover/256445294-288-k242197.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Once in a Blue Moon ★ PJM
FanfictionKwon Miran mengalami kejadian aneh serta langka saat melakukan tur di kota Athena pada saat usianya 17 tahun. Semuanya terjadi begitu saja tanpa terduga. Membuat kehidupan normalnya hilang dalam sekejap, dan akses sebagai manusianya berkurang. Menja...