12. Mysterius Smile

214 45 10
                                    

"Aku bermimpi tentang kehidupan sosok yang memiliki wajah mirip dengan Jimin, namun di sana Jimin memiliki surai berwarna biru dan ada seorang wanita yang memakai surai coklat, namun tak ada wajahnya. Tepatnya aku tak melihat wajahnya karena memang tak ditunjukkan."

Miran rasa ia memang harus menceritakan mimpinya kepada Aria, takut semua ini memiliki hubungan dengan kehidupannya di masa kini ataupun masa depan. Ia belajar dari kasus wine itu, ternyata hal sepele pun mempertaruhkan segalanya. Semenjak itu ia memilih menceritakan segala hal yang terasa menjanggal di dalam hatinya kepada Aria walaupun hal kecil sekalipun.

"Lalu apa selanjutnya?" tanya Aria.

"Ketika aku terbangun-aku melihat Jimin yang sedang berciuman dengan Jaehwa. Aku rasa aku langsung mendapatkan jawabannya, Alys-wanita yang dipanggil Jimin di dalam mimpiku rupanya Jaehwa."

Aria mengernyit heran, "Bukankah Jaehwa dan Jimin sudah menjadi mantan kekasih? Kenapa mereka berciuman?"

Miran menaikkan kedua bahunya malas, mendengar, menyebut ataupun membaca nama Jaehwa sudah membuatnya malas bukan main. "Kau tahu sendiri kasusnya seperti apa. Jimin pernah ditinggalkan oleh Jaehwa saat menjelang hari pernikahan karena menginginkan ketenaran dalam dunia permodelannya. Aku rasa Jimin belum bisa move on karena hal itu."

Tak ada yang berbicara lagi, hening mengubur mereka berdua dalam pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Miran menyudahi semua ini, "Yak! Aku menceritakan ini kepadamu untuk mencari tahu apa ini semua ada hubungannya denganku atau tidak. Bukan malah bergosip," sentak Miran yang teringat akan tujuan awal dia bercerita mimpi yang tidak memiliki kaitan dengan dirinya sendiri.

Aria terkekeh bodoh sendiri, "Tidak ada sih. Hanya saja aku curiga mereka datang dari masa lalu. Kau pernah dengar mengenai reinkarnasi tidak?"

Miran mengangguk, bukankah hal itu memang sudah sangat populer dikalangan dunia fiksi? Walaupun Miran tak mempercayai kebenaran akan adanya reinkarnasi-tapi akan lebih baik kalau ia mendengarkan ucapan Aria terlebih dahulu. "Aku pernah membaca suatu karya cerita, dan kau tahu? Nama pemerannya adalah Jimin dan Alys. Di sana tertera kalau mereka berpisah secara bahagia karena mereka telah melalui arum jerami kehidupan dengan bahagia, dan ketika ajal menjemput-mereka merelakan takdir yang menggenggam kekuasaannya. Aku berpikir kalau mereka adalah reinkarnasi dari karangan itu."

Miran mendesis kebingungan. Tak ingin mmembuat gelagat meragukan perkataan ataupun opini Aria, namun di sisi lain semua opininya berbentur terbalik dengan Miran. Miran sulit menerima opininya karena ia memang benar-benar tak percaya akan adanya hal seperti itu di dunia ini. Terlahir kembali adalah suatu hal yang mustahil menurutnya. Tapi di satu arah-ada beberapa ucapan masuk akal di dalam sana. Kalau memang mereka sudah cinta sejati, mau move on sekuat apapun pun tetap tak bisa. Kalau mereka sudah ditakdirkan untuk bersama, mau diapakan lagi?

"Huft ... kurasa juga begitu, mereka sebenarnya saling mencintai satu sama lain. Namun ego dan gengsi mereka saling berbentur satu sama lain," kata Miran sembari meminum alkohol rasa delima-ini produk keluaran terbaru dari gabungan perusahaannya dan perusahaan Jimin.

Tanpa sadar, hati Miran merenggut sakit bersamaan dengan ucapan itu.

⌗ ✰

"Jangan berkeliaran ke mana pun, okay? Aku tidak ingin kau lenyap di tengah kerumunan!" tegas Aria sembari menodongkan telunjuk kanannya di hadapan Miran, memasang wajah tegas untuk sesaat namun tiba-tiba saja kurva bibirnya menuai sebuah senyuman anggun nan indah. Suara tawa yang khas dengan ribuan keanggunan itu akan benar-benar menyihir siapapun yang mendengarnya.

Miran terkekeh pelan, mereka memang berada di sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa bahan makanan. Memang tak ada pesta besar-besaran atas dasar spesial, ini semua terlaksana atas keinginan mereka saja untuk pesta di malam hari. Membuat daging panggang, ramen pedas, tteokbokki, jajjangmyeon, dan banyak lagi. Dan meminum alkohol sebagai sampanye mereka hingga menjelang pagi.

Aria merangkul bahu Miran, keduanya berbagi canda dan tawa satu sama lain selagi kaki mereka melangkah memasuki bangunan besar dan ditengah hiruk-piruk banyak orang. Miran benar-benar tak bisa memastikan bagaimana deskripsi Aria di dalam kehidupannya. Aria membantunya dalam banyak hal, selain itu Aria juga memberikan kasih sayang sebagai seorang kakak kepada Miran. Mengingat Miran ini anak pertama, Miran jadi merasa memiliki penopang lain kalau nantinya akan terjadi sesuatu. Selain kedua orang tuanya dan Yujin, Aria juga termasuk orang yang Miran sayangi.

"Kurasa kita memerlukan lemon, kau sangat jelek ketika mabuk. Aku tidak ingin menyeretmu ke kasur kalau ujung-ujungnya kau tergeletak di lantai," cicit Aria sembari memasukkan beberapa buah lemon segar ke dalam keranjang belanjaan mereka. Miran terkekeh, Aria juga sangat berjasa ketika dirinya tengah digulung mabuk. Pasti gadis itu yang selalu menolongnya dan memindahkannya ke ranjang.

Beberapa menit setelah acara pilih-memilih di dalam kategori makanan—akhirnya sesi itu kelar. Mereka hanya tinggal membeli beberapa dekorasi sebagai penghibur, atau mungkin hal-hal lain yang akan membuat manik mereka menoleh ketika sedang lalu lalang.

"Aku lapar ... apa belanjanya masih lama?" Miran celingukan ke sana dan ke mari, memegangi perutnya yang benar-benar sakit dan sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Maniknya terus mencari-cari sebuah toko makanan yang siapa tahu membuat air liurnya bergulir dan perutnya mengaum tak tahan.

"Oh, aku ingin burger ... ayo kita ke—"

Ucapan serta pergerakkannya terhenti seketika di kala retinanya menangkap panorama yang tak diinginkan lagi. Sepertinya—bertemu Jimin memanglah suatu hal terburuk yang pernah Miran lakukan. Seharusnya ia mengabaikan Jimin saja dan tidak membuat pria itu merasa di-istimewakan sehingga bisa berbuat seenaknya saja dengan Miran.

"Itu ... bukan kah itu Jaehwa? Hwang Jaehwa bersama Park Jimin?! Apa yang anak itu lakukan? Bagaimana kalau media menangkap mereka?!" cibir Aria yang ikut terbawa keadaan, menatap lekat ke sosok pria yang berpakaian tertutup mulai dari atas kepala hingga ujung kaki. Mungkin dengan maksud menghindari media. "Oh astaga, maafkan aku. Ayo Miran, kau tidak perlu menonton mereka." Aria yang tersadar akan perbuatannya pun segera menarik lengan adiknya, langsung membawanya pergi—namun tertahan oleh sang empu sendiri.

Miran merogoh sakunya, menyalakan ponselnya dan menggulir layarnya hingga menemukan aplikasi yang ia perlukan. Kurva datar itu tertarik mengulas seulas senyuman getir sekaligus sinis, Jimin sama sekali tak mengiriminya pesan ataupun meneleponnya.

Ia kembali memasukkan benda panjang itu ke dalam sakunya, bergantian menarik lengan Aria sembari berkata, "Kurasa saranku berhasil, Jimin sadar kalau seharusnya ia memang masih mencintai Jaehwa."

Tanpa disadari oleh gadis itu, seorang wanita tersenyum licik dengan ribuan rasa kemenangan yang tak terhingga bahkan sampai menggebu-gebu.[]

a / n :

woohoa, chapter selanjutnya udah mulai masuk dunia lain haha.

makasih buat kalian yang udah stay di cerita ini, wuff you 💜

jangan lupa streaming film out <3

see ya ~

Once in a Blue Moon ★ PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang