Netflix and Chill

13.8K 1.8K 543
                                    

"Liiiinnn.." rengek Kak Ten dengan menoel-noel pipi gue. Dia minta ganti film aja daritadi.

Rewel banget, tadi enggak mau nonton horor katanya. Yaudah gue pilih aja film Dora the Explorer.

Selepas Jefri pulang, Kak Ten langsung minta nonton film di netflix. Dia bilang ingin banget sejak lama, tapi sayangnya di rumah enggak bisa nonton netflix bareng kayak gini.

Karena dia mintanya sambil cuddling.

"Kak Ten diem atau aku matiin laptopnya?" ancam gue, yang nyatanya enggak berpengaruh. Malah dengan santainya Kak Ten menutup laptop gue tanpa dimatikan dulu laptopnya.

Kak Ten menyingkirkan laptop yang ada di perut gue. Tangannya semakin erat memeluk tubuh gue dari samping.

"This is the most ever cute things i wanna do," ujarnya. Gue membalas pelukannya, membenamkan kepala gue di dadanya.

"Dasar bayi," ucapnya.

"Kak Ten tuh yang bayi," balas gue.

"Iya. Bayi sexy kan?" godanya sambil menoel-noel pipi gue.

"Lin.. Pengen punya baby.."

Gue otomatis menggeplak jidatnya. "Anjing mana bisa."

Lo itu cowok. Mana bisa ngelahirin, gila.

"Heh, enggak boleh kasar sama calon suami. Belum apa-apa udah kdrt aja ini anak," Kak Ten mencubit hidung gue.

"Pede banget bakal jadi suami."

"Ya jelas lah. Kan udah p-hmmph!"

Gue refleks membekap mulut Kak Ten. "Enggak usah dibahas, bisa enggak?"

Kak Ten cuma cengar-cengir sambil tangannya mainin rambut gue. Kita posisinya hadap-hadapan. Gue mejamin mata, merasa ngantuk karena ulah Kak Ten.

"Btw Lin, kamu udah minum obat?" tanya Kak Ten tiba-tiba.

Gue membuka mata karena pertanyaan Kak Ten, "obat apa?"

Kak Ten menghela nafas panjang. Sebelum dia mengeluarkan kalimatnya lagi, Kak Ten mencubit pelan pipi gue.

"Obat pencegah kehamilan sayang.. Emang kamu enggak takut kalau bakal jadi hmm?" gemas Kak Ten.

"Eh?"

"Bukannya di luar?????" tanya gue panik.

Kak Ten mencubit hidung gue. "Kamu enggak inget?"

Lah gila? Masa sih???

"Beli ya? Nanti aku beliin di apotek. Apa kita pesen lewat online aja? Yang langsung kirim?" tawarnya.

Gue langsung bangkit dari tidur, dan segera menarik lengan Kak Ten buat ikutan duduk.

"Gih, cepet beli! Kenapa baru sekarang sih bilangnya??????"

Bukannya ikutan panik atau apa, Kak Ten malah senyam-senyum dengan wajah tanpa dosanya. Oh salah, dia sudah berdosa karena Chittapon sudah tidak suci lagi.

Tangannya yang kosong beralih mengacak gemas rambut gue.

"Aku pesenin aja. Di apotek yang biasanya Mama nyuruh aku beli persediaan P3K di rumah. Bentar." setelah bilang gitu, Kak Ten segera mengambil ponselnya di atas laci lalu kembali duduk di kasur.

Gue panik sendiri. Aduh bisa-bisanya enggak kepikiran, lupa bangetttt.

"Jangan panik. Sampai keringat dingin gitu kamunya," ucap Kak Ten setelah selesai dengan tugasnya.

"Ya lo mikir lah???"

Lagi-lagi Kak Ten mengeluarkan cengirannya, santai banget hidupnya.

"Kak, kita ini masih SMA loh," ucap gue.

"Iya habis ini lulus."

"Enggak. Maksudnya, aduh.." bingung sendiri kan gue gimana ngomongnya.

"Ini termasuk ke pergaulan bebas enggak sih?" tanya gue.

"Enggak lah. Kan kita pacaran," jawab Kak Ten.

"Jadi pacaran bebas," lanjutnya.

"Ya enggak gitu anjing.."

Kak Ten mengacak rambut gue, "Nih udah datang kurirnya. Minum obat ya habis ini."

Lah cepat banget?????











🌻











"Lin, sprei punya Ten kamu yang cuci?" tanya Mama begitu gue pulang ke rumah.

Gue langsung mematung ketika Mama tanya tentang sprei Kak Ten.

"Iya Ma. Kan Kak Ten udah enggak disini, jadi aku cuci sprei-nya. Niatnya sih mau dibawa ke Apartemen Kak Ten, tapi lupa kalau ukuran kasurnya beda. Di sana lebih gede," jawab gue.

Bohong. Jelas bohong, alasan gue mencuci sprei itu jelas bohong.

Mama menganggukkan kepala sebagai jawaban. Sedangkan gue hanya bisa bernafas lega lalu segera naik ke atas.

Gue menatap bungkusan obat berwarna pink itu. Kak Ten menyuruh gue menyimpan obat itu dan selalu membawanya kemanapun, apalagi ketika gue ke apartemen, katanya.

Rasanya kayak ada sesuatu yang kosong disini. Bukan, bukan karena Kak Ten yang sudah enggak di rumah ini. Tapi rasanya ada sesuatu yang mencelos di hati gue. Kayak.. hilang gitu.

Baru aja gue mau naik ke kamar, tiba-tiba ponsel gue bunyi.

Jefri is calling..

Lah, tumben? Kenapa?

"Halo? Tumben nelfon, kenap─"

"Lin? Gue boleh minta tolong? Please.."

Brother Or Boyfriend ✓ | Ten [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang