Gue bergerak gusar di kasur. Pengen tidur tapi enggak bisa tidur. Mau melek tapi pengen tidur. Bahkan gue takut kalau nanti sampai kebelet pipis. Karena gue enggak berani buat sekedar keluar kamar.
Ingetin gue kalau nanti mama pulang, gue mau minta dibikinin kamar mandi di dalam kamar.
Di pikiran gue sekarang bertanya-tanya, sekarang Kak Ten lagi apa. Karena ketika tadi Kak Ten keluar dari kamar gue buat mengecek ponselnya, gue langsung menutup pintu kamar dan segera menelungkupkan muka gue ke bantal.
Malu banget, demi apapun gue malu banget.
Dan enggak lama pintu diketuk dan gue langsung pura-pura tidur sambil meluk guling. Gue yakin itu Kak Ten karena mama enggak mungkin udah pulang jam segini. Pintar kamu Evelin.. lupa ngunci pintu kamar.
Seseorang duduk di kasur gue dan menyibak beberapa helai rambut gue yang menutupi wajah.
Gue semakin yakin kalau itu Kak Ten. Karena enggak mungkin itu Edward Cullen yang ngapelin gue sore-sore gini. Bisa hangus kena matahari itu mantan gue.
"Lin, udah tidur? Kok cepet? Dasar kebo emang. Padahal baru tadi kita debat, eh sekarang kamu udah molor. Makhluk jenis apa sih kamu ini."
Zonk banget, gue kira dia bakal romantis gitu eh taunya malah ngajak gelut. Untung gue lagi pura-pura tidur.
"Lin, udah tidur beneran? Kok masih nafas?"
Ya Tuhan, salah apa mama punya anak kayak gini.
"Lin, melek dong. Aku pengen liat kamu melek."
Lah lu kira selama ini gue hidup merem gitu hah?
"Lin.. Jangan tidur ih. Rumah sepi tau, aku takut."
Bodo amat, biar lo ditelen sekalian sama monster sampah.
Gue bisa merasakan kasur gue bergerak, lalu setelah itu ada tangan yang merangkul pinggang gue.
Kak Ten menenggelamkan kepalanya di leher gue. Sensasi geli bisa gue rasakan disana.
"Jangan bohong. Badan kamu kaku, kamu enggak tidur kan."
Good damn.
"Terakhir kita tidur bareng waktu sd kelas 5 sd, itupun karena sama-sama sakit."
Kak Ten mencubit pipi gue dan gue berusaha buat enggak teriak dan tetap setia dengan akting pura-pura tidur gue.
Tadi pipi dan sekarang Kak Ten nyubit hidung gue yang bikin gue kesulitan buat nafas.
Terpaksa gue membalikkan badan lalu berusaha mencubit perut Kak Ten yang membuat Kak Ten mengelak dan mengakibatkan sprai gue berantakan.
Flashback masa kecil sih ini.
"LIN YA AMPUN BAJU AKU SOBEK NANTI."
"YANG MULAI DULUAN SIAPA."
"YA BALESNYA JANGAN PARAH GINI DONG."
"SIAPA SURUH NYUBIT HIDUNG AKU."
"KAN ENGGAK SAMPE COPOT SIH."
"TAPI SUSAH NAFAS TAPONG!"
"SIAPA SURUH PUNYA HIDUNG PESEK."
"IH AKU MANCUNG YA."
"BAJU AKU LIN YA AMPUN KUKU KAMU ITU PANJANG JUGA MAIN CUBIT-CUBIT."
"KAK TEN TADI JAMBAK RAMBUT AKU."
"GAK SENGAJA SALAH SENDIRI KAMU NARIK BAJU AKU."
"YANG MULAI DULUAN SIAPA."
"JANGAN NENDANG-NENDANG. INI KASUR BUKAN LAPANGAN SEPAK BOLA. LIAT ITU SPRAINYA JATOH NANTI KOTOR KAN JADINYA."
"YAUDAH SIH ITU KAN SPRAI AKU."
"DASAR BONㅡ "
"Kalian balik TK lagi mau?"
Gue dan Kak Ten refleks menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Mama.
Dan mungkin dari tadi sejak kita berantem Mama udah berdiri disitu.
"Hehe halo ma.."
Gue otomatis memukul kepala Kak Ten. Membuat dia mengaduh kesakitan.
"Kasian Lin yang jadi suami kamu nanti. Gak jauh beda kayak si Ten mungkin nasibnya."
Gue mengerucutkan bibir mendengar ucapan Mama ketika Mama udah balik ke kamarnya.
Dan setelah itu ada bisikan yang membuat gue langsung merinding begitu mendengarnya.
"Padahal nanti yang jadi suami kamu itu aku kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Boyfriend ✓ | Ten [SUDAH TERBIT]
Fanfic[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] • Di rumah dan di sekolah sifatnya beda 180 derajat • Seperti apa perasaan lo ketika lo ditaksir sama kakak lo sendiri? Eitsss, ini bukan kakak kandung, tiri, ataupun sepupu seperti kebanyakan cerita dari orang-orang di...