"Kakak tuh gila ya, tadi ada Mama bisa-bisanya kakak kayak gitu," omel gue ke Kak Ten. Gue lagi nyuci piring, dibantu Kak Ten lebih tepatnya.
"Makanya, fokus. Tadi tuh Mama udah masuk kamar," jawab Kak Ten.
"Maaaaa, Ten dimarahin Lin masa maaaaa," teriak Kak Ten, mengadu ke Mama. Yang membuat gue mendelik lalu menoletkan spon yang penuh dengan sabun ke pipi Kak Ten.
"Toa banget sih Kak!"
"Maaa Lin jahatin Ten maaaaa!"
Ya ampun gue angkat tangan deh kalau Kak Ten udah mulai kumat kayak gini.
Sebenarnya gue bingung sama sifat aslinya Kak Ten itu yang mana. Childish atau justru cool kayak ketika dia di sekolah?
"Maaaaㅡhmph," buru-buru gue bekep mulutnya Kak Ten. Padahal tangan gue masih berbusa, banyak sabunnya. Gimana tuh jadinya.
Kak Ten diam. Gue jadi merinding sendiri. Hawa-hawanya kayak dia mau nerkam orang. Ini Kak Ten nelen sabun atau gimana? Kok enggak gerak sama sekali?
"Kak? Masih hidup kan? Kakㅡ" ucapan gue terputus karena Kak Ten yang tiba-tiba ngagetin dengan cara ngebalikin badan gue yang membuat gue membelakangi wastafel.
Dan ditambah lagi Kak Ten yang mengunci pergerakan tubuh gue dengan kedua tangannya.
Itu bibirnya Kak Ten banyak sabunnya. Pengen ketawa tapi takut malah makin runyam nanti jadinya.
"Bersihin!"
Gue menautkan kedua alis. Enggak paham dengan maksud dari ucapan Kak Ten.
"Bersihin apa?"
Kak Ten memonyongkan bibir dan membuat gue mengerti apa maksudnya.
Sinting. Minta dibersihin mulutnya aja pakai acara ngedrama dulu. Dan setelah itu gue segera mengambil lap lalu gue basahin. Gue membersihkan mulut Kak Ten dengan lap itu tadi.
Agak sebel sih. Sifatnya Kak Ten tuh aduh banget. Aduh aduh beneran deh. Bikin enggak paham.
"Cuci pakai susu."
"Hah?!"
Kak Ten bilang apa? Pakai susu?
"Ambilin susu coklat. Olesin ke mulut aku."
Pengen ngumpat aja rasanya. To the point bisa kan. Bikin pikiran kemana-mana aja ini orang.
Gue mengoleskan mulut Kak Ten pakai bubuk susu coklat. Sesekali melihat ke arah matanya yang daritadi menatap gue dengan intens. Dan gue bisa melihat pantulan muka gue di matanya ketika gue melihat mata Kak Ten selama beberapa detik.
"Kak udah ya. Posisinya enggak aman," gue melepaskan tangan Kak Ten dan segera membereskan masalah cuci piring gue yang belum kelar.
Actually, jantung gue udah dangdutan di dalam sana.
"Maaa Lin jahat Maaaaa. Mulut Ten dioles pakai susu masaaaa!"
Asdfghjkl, Ya Tuhanku yang menyayangiku. Kenapa punya Kakak gini banget siiiiiih?
Pengen tuker tambah, ada yang mau tidak?
"Maaaㅡ" gue refleks menekan kedua pipi Kak Ten, yang bikin dia jadi kesulitan bicara.
"Kak Ten apaan sih. FITNAH ITU MA, FITNAH!" gue teriak lebih kencang yang membuat Mama sampai keluar dari kamarnya dan melihat keadaan kita berdua yang lagi absurd ini.
"Kalian ini berantem terus kenapa sih? Enggak pegel? Pening mama tiap kali lihat sama denger kalian ribut."
Gue merenggut kesal. Masih dengan posisi tangan menekan kedua pipi Kak Ten.
"Kak Ten nih Ma. Tukang fitnah," adu gue ke Mama.
"Evelin, lepasin itu Kakak kamu. Udah, Mama mau balik kamar. Capek ngelihat kalian berdua ribuuut mulu kerjaannya."
Dih apaan banget, gue enggak dibela sama Mama.
Gue segera melepaskan tangan gue dan menatap tajam ke Kak Ten.
"Kakak tuh kayak bayi tau enggak!" gue berniat mengambil spons tapi ditahan oleh Kak Ten.
Kak Ten tertawa kecil setelah itu membalikkan tubuh gue menghadap ke arahnya. Lalu menangkup kedua pipi gue.
"Emang aku bayi," senyuman miring muncul dari bibir Kak Ten.
"Bayi sexy kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Boyfriend ✓ | Ten [SUDAH TERBIT]
Fanfic[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] • Di rumah dan di sekolah sifatnya beda 180 derajat • Seperti apa perasaan lo ketika lo ditaksir sama kakak lo sendiri? Eitsss, ini bukan kakak kandung, tiri, ataupun sepupu seperti kebanyakan cerita dari orang-orang di...