Tujuh belas

3.7K 221 31
                                    

Assalamu'alaikum

Gimana kabar kalian? Semoga sehat selalu ya:)

Ada yang nunggu aku up?:)

Sebelum baca silahkan vote terlebih dahulu jangan lupa tinggalkan jejak dengan komen kalian:)

🍃____________🍃

Seorang gadis dengan gamis yang menjuntai dan Khimar berwarna hitam, tengah duduk pada sebuah kursi panjang dekat sawah tepatnya di belakang pesantren. Kehidupan pesantren telah banyak mengubahnya. Gadis itu menatap ke depan dengan tatapan kosong. Entah apa yang sedang ia pikirkan hingga setetes air mata mulai berjatuhan.

Gadis itu adalah Nisa. Sehabis ngaji kitab jurumiyah, Nisa berpamitan kepada sahabatnya untuk pergi sebentar. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja ia ingin menangis bahkan dirinya tidak tau apa yang ia tangis. Sejenak ia memejamkan mata menikmati hembusan angin sore yang menyentuh wajahnya. Tidak ingin membuat sahabatnya khawatir ia memutuskan untuk kembali ke asrama.

Nisa memicingkan matanya saat melihat seseorang yang sepertinya ia kenal. Oh, Allah... Apakah ia tidak salah lihat? Itu Gus Fadli yang tengah berjalan bersama Gus Nizam. Sepertinya mereka akan berpapasan dengan Nisa. Jangan sampai mereka melihat Nisa apalagi Gus Fadli. Jangan sampai.

"Nisa!" teriakan itu membuat Nisa menoleh mencari asal suara hingga beberapa detik netranya bertemu dengan netra seseorang. Orang itu cukup terkejut melihat kehadiran Nisa.

Bodoh. Kenapa harus noleh, sih.

Nisa mempercepat langkahnya melewati dua orang yang sempat menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Katakanlah dunia sedang tidak berpihak padanya.

* * *

Fadli masih memperhatikan punggung seorang gadis yang semakin menjauh. Tak asing baginya saat gadis itu berpapasan dengannya. Dari nama dan sekilas wajah yang ia lihat, Fadli yakin itu adalah Nisa gadis yang sudah di jodohkan dengannya.

"Ente liat apa, Fad?" tanya Gus Nizam.

"Nggak. Emm, terus ente udah ceritain soal akhwat itu sama orang tua ente?" tanya Fadli mencoba mengalihkan pertanyaan Gus Nizam.

"Udah. Tapi akhwat itu masih sekolah kelas 12."

"Berarti sama dong, sama ...." Fadli tidak melanjutkan ucapannya.

"Iya,sama kaya calon ente." Mereka tertawa sepertinya belum menyadari atau mungkin belum mengetahui takdir cinta mereka.

Cinta mereka begitu misterius. Entah sampai kapan keduanya akan saling menceritakan tentang orang yang mereka cintai tanpa mengetahui bahwa itu orang yang sama.

Siapa yang akan mengalah jika suatu saat mereka menyadari? Apa yang akan mereka pertahankan? Persahabatan atau cintanya?

* * * *

Nisa dan ke-empat temannya berjalan beriringan menuju asrama. Mereka habis melaksanakan shalat ashar berjama'ah di mesjid pesantren. Sepanjang perjalanan Nisa mendengarkan cerita Amel yang sehabis pulang kampung dari Bandung. Nisa menyukai satu kota itu. Ia mempunyai keinginan agar bisa mempunyai rumah di kota Bandung bersama kekasih halalnya nanti.

"Teteh nanti main ke Bandung atuh," ujar Amel diakhiri dengan logat sundanya.

"In Syaa Allah ... Kapan-kapan aku ke Bandung."

"Kan Teteh pengen punya rumah di Bandung bareng kekasih halal, kan?" tanya  Amel dengan senyum menggoda.

Nisa terdiam. Dari mana Amel tahu tentang itu? Dirinya tidak pernah memberi tahu siapapun bahkan orang tua Nisa pun tak tahu dengan hal itu. Hanya Allah dan buku diary milik Nisa yang tahu.

CINTANYA GUS DINGIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang