Delapan

4.2K 254 1
                                    

Assalamu'alaikum

Lanjut ya

Silahkan di vote dulu sebelum membaca

📌Happy Reading 📌

Tepat hati ini santri darul hikmah dipulangkan setelah melaksanakan ujian semester. Mereka diberi waktu tiga hari untuk pulang ke kampung halaman. Bagi santri yang jauh dari kampung sebagian mereka tidak pulang dan memilih untuk tetap di pesantren.

Bagi mereka ini adalah acara perpisahan. Dimana mereka harus pulang dan berpisah untuk beberapa hari bersama temannya.

Begitupun yang di rasakan oleh Nisa, Hasna, Amel, Sofi dan Zia. Mereka harus berpisah untuk beberapa hari. Tapi bukan berarti mereka berpisah dengan waktu yang lama.

"Aku pasti bakal kangen kalian," ucap Hasna. Mereka ber-lima kemblai berpelukan.

"Nanti kita kabar-kabaran lagi, ya. Kita Video call kalo udah sampe rumah," ucap Nisa.

"Siap, Teh, nanti Amel videoin deh jalanan kota Bandung." Mereka tertawa bersama. Semenjak satu asrama, mereka sangat dekat seperti keluarga.

Para orang tua santri sudah menunggu di ruangan kelas anak mereka.

Nisa melihat Mama dan Papa nya sudah ada di sana. Sebelum benar-benar pulang, Nisa mencari seseorang yang harus ia temui. Sekarang, orang itu jadi penting dalam hidup Nisa.

"Gus Nizam," panggil Nisa. Ia memang mencari Gus Nizam. Ia harus pamit sebelum pulang. Bagaimanapun juga, orang itu telah menempati ruang di hatinya uang kosong.

Nisa menghampiri Gus Nizam yang berdiri di depan pintu dapur Ndalem. Ia ingin mengatakan sesuatu namun mulutnya terasa kaku untuk digerakkan. Ia hanya bisa menunduk mengumpulkan keberanian untuk mengatakan ia ingin pamit.

"Cepatlah, saya sudah dipanggil Umi," ucap Gus Nizam datar. Ia sudah tahu jika Nisa ingin pamit padanya. Ia ingin melarang gadis itu untuk pulang. Tapi, ia tidak ada hak untuk melarangnya.

"Gus." Nisa masih mengumpulkan keberaniannya.

"Apa?"tanya Gus Nizam dingin.

Nisa merasa takut dengan sikap Gus Nizam yang seperti ini. Ia berharap bisa mendengar suara Gus Nizam yang lembut. Namun ia tak mendapatkannya. Ia hanya mendapat sikap dingin dari sosok Gus Nizam.

"Gus," panggil Nisa.

"Ayolah, katakan jika kamu memang ingin mengatakan sesuatu. Saya sedang sibuk," ucap Gus Nizam.

"Gus ko jutek, sih. Nisa gak suka," ucap Nisa.

"Saya gak peduli kamu suka atau tidak."

"Tuh, kan. Hari ini Gus nyebelin banget tahu, gak,"

"Saya bilang, saya gak peduli." Gus Nizam masih menunggu Nisa mengatakan sesuatu. "Kalo tidak penting sa—"

"Ikh, tadinya Nisa tuh mau pamit pulang sama Gus. Cuman Gus nya nyebelin. Nisa gak jadi pamit sama Gus, Assalamu'alaikum," ucap Nisa.

"Wa'alaikumsalam."

Puas sudah Nisa mengeluarkan unek-unek nya. Nisa ingin bicara baik-baik, tapi Gus Nizam kurang meresponnya. Ia tidak suka dengan sikap Gus Nizam yang tiba-tiba dingin padanya.

Andai Nisa tahu, Gus Nizam itu belum siap jika Nisa harus pulang. Sehari tanpa melihat, bahkan mendengar suara gadis itu hari nya terasa tidak lengkap tanpa gadis itu. Katakanlah jika Gus Nizam memang lebay. Tapi, ia sangat tidak ingin gadis itu pergi, bahkan untuk tiga hari sekalipun.

Gus Nizam berharap suatu saat ia bisa memiliki gadis itu seutuhnya. Ia bisa memeluknya tanpa takut gadis itu akan pergi jauh. Ia menunggu waktu itu, waktu hidup bersama dengan gadis pemilik hatinya. Ia yakin, suatu saat ia akan memilikinya.

••••

Sepanjang jalan untuk menemui orang tuanya, Nisa terus saja mengoceh bahkan mengumpat nama 'Gus Nizam'.

"Orang mau bicara baik, ko dibalas dingin. Bilang sibuklah, bilang gak punya banyak waktulah, so-sibuk banget tuh orang. Kalo nulis surat ko manis banget, lah, kalo ngomong serius tuh kaya es yang udah beku bertahun-tahun. Heran deh tu orang." Nisa terus saja bermonolog. Ia sangat kesal dengan sikap Gus Nizam yang satu ini. Wajarlah, biasanya Gus Nizam itu selalu manis tapi kali ini jutek.

"Ayo, Ma, kita pulang," ucap Nisa pada Mama nya.

"Loh, katanya mau pamitan sama temen kamu."

"Gak jadi, orangnya jutek banget kaya cewek yang lagi pms sensi mulu."

Mama Nisa menggeleng kepala mendengar perkataan anaknya.

Nisa sudah hampir masuk ke dalam mobil. Tapi ia urungkan setelah mendengar namanya disebut seseorang yang ia kenali.

Nisa berbalik.

"Nisa,"

"Iya, Ustad."

"Hati-hati," ucap orang itu. "Jangan lupa sama tugas yang saya kasih, jangan lupa juga sama pondok, terutama sama, saya."

Nisa terkekeh mendengar perkataan barusan. Tak disangka Ustadz barunya itu bisa berkata demikian padanya.

"In Syaa Allah," ucap Nisa.

"Yasudah, cepetan masuk, kasian orang tua kamu udah nunggu."

"Iya, Ustadz, Nisa pulang dulu, Assalamu'alaikum," ucap Nisa lantas masuk ke dalam mobil.

Ustadz Amir. Orang itu Ustadz Amri guru pengganti. Dengar-dengar dia itu menyimpan perasaan pada muridnya yang satu ini. Tapi siapa yang tahu jika ia memang memiliki perasaan untuk Nisa. Entahlah, hanya ia dan Allah yang tahu.

Gus Nizam bakalan kangen sama si bawel Nisa 😂

Gimana sama part ini?
Kalo ada yang typo tandain ya

Votenya jangan lupa tekan bintang di pojok bawah gak lama ko :v

See you next part 👋😊


CINTANYA GUS DINGIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang