Sepuluh

4.3K 249 8
                                    

Assalamu'alaikum
Next ya

📌Happy Reading 📌

Gus Nizam masih memahami tentang baru saja yang ia lihat. Apa ia tidak sedang bermimpi? Kenapa rasanya sakit.

Ia menyentuh dadanya. "Kenapa sakit, ya? Apa rasanya patah hati itu seperti ini?"

"Zam, ente ane cariin malah bengong di sini," ucap Fadli teman Gus Nizam.

Gus Nizam hanya melirik Fadli sekilas. Ia masih tidak percaya baru saja ia patah hati.

"Ente ngapain pegang dada?" tanya Fadli. "Ente punya penyakit jantung?" tanya Fadli.

"Sembarangan ente kalo ngomong. Ane lagi patah hati, nih," ujar Gus Nizam.

Fadli menertawakan Gus Nizam. Sejak kapan temannya ini mengenal patah hati? Bukannya patah hati itu diawali dengan jatuh cinta? Sejak kapan Gus Nizam jatuh cinta? Ia tidak percaya Gus Nizam tidak pernah dekat dengan seorang wanita.

"Ketawa aja terus."

"Sory, Zam, ane gak percaya ente patah hati sejak kapan ente kenal sama hal begituan?"

"Bukan urusan lo." Gus Nizam berjalan meninggalkan Fadli. Fadli kembali tertawa. Sisi gaul Gus Nizam keluar setelah mengatakan kata 'Lo' ternyata temannya itu sedang patah hati.

Gus Nizam dan Fadli sudah bersahabat sejak mereka kelas satu SMA di salah satu Pondok Pesantren. Lamanya mereka bersahabat membuat keduanya tidak sungkan untuk saling meledek. Jika biasanya mereka lebih dominan menggunakan kata 'ane-ente' terkadang juga mereka menggunakan kata 'lo-gue' katanya supaya lebih gaul.

"Emang gini, nih, kalo orang lagi patah hati," gumam Fadli sembari menggelengkan kepalanya.

Fadli jadi penasaran perempuan mana yang sudah berhasil matik perhatian sahabatnya itu.

••••

Dua hari sejak kembali ke pesantren, Nisa belum melihat seseorang yang biasanya ia lihat setiap harinya. Bukan. Bukannya Nisa rindu dengan orang itu tapi ia hanya aneh saja. Apalagi sejak pertemuan tidak sengaja mereka saat di toko buku.

"Nis, kamu kebagian piket di Ndalem bareng aku," ujar Hasna.

Ini kebetulan atau memang takdir? Kenapa ia harus kebagian piket di Ndalem? Tapi ia senang mungkin ia bisa bertemu orang itu.

"Yaudah, ayo," ajak Nisa. Ia memperlihatkan semangatnya.

"Semangat banget, Nis," ujar Sofi.

"Dua hari gak ketemu doi," ujar Sofi sembari terkekeh.

Sudah hampir selesai piket, tapi Nisa belum melihat orang itu. Jujur saja, Nisa memang sedikit merindukan sosok itu. Dia Gus Nizam, orang yang selalu memberi kesan setiap kali ia bertemu.

Netra Nisa tidak sengaja melihat Gus Nizam yang hendak ke dapur Ndalem. Beberapa detik netra mereka saling bertemu namun Gus Nizam memutuskannya. Nisa merasa ada yang aneh dengan sikap Gus Nizam. Apa ia membuat kesalahan hingga Gus Nizam bersikap dingin padanya? Entahlah Nisa sendiri tidak tahu.

CINTANYA GUS DINGIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang