Empat

4.8K 285 3
                                    

Assalamu'alaikum

Next lagi, ya😊

📌Happy Reading 📌

Hampir dua Minggu aku menjadi santri disini. Sekarang aku mengerti kenapa Mama sama Papa memasukan ku ke sini. Mereka ingin aku menjadi anak yang lebih baik dan tentunya lebih mandiri. Karena selama ini aku selalu dimanja baik oleh Mama, Papa, atau Abangku.

Ternyata hidup di pesantren itu tidaklah seburuk yang aku kira. Disini kita diajarkan tentang toleransi dan saling membantu.

Aku bahagia mendapat teman sebaik Hasna, Amel, Sofi dan Zia. Mereka selalu ada disaat aku butuh. Bukan hanya kebahagiaan yang aku dapat. Ada saja orang-orang yang tak suka denganku. Seperti Siska, Santi, dan Sarah. Trio-S itu. Iya, yang waktu itu sengaja ngunci aku di toilet.

"Nis, antar jajan ke depan yuk," ucap Hasna.

Aku pun mengiyakan ajakannya.

"Aku pengen beli bakso sama Mamang yang biasa lewat," ujar Hasna.

"Yaudah, samain aja."

Ternyata si Mamang tidak jualan di depan pesantren. Kata orang, si Mamang jualan deket mesjid kompleks. Aku dan Hasna kesana memutuskan untuk ke sana.

"Mang, baksonya lima bungkus, ya," ucap Hasna. Aku duduk di bangku kecil yang menghadap jalan.

Aku jadi teringat, kalo pulang sekolah aku dan Denis suka main keluyuran dulu.

"Denis, aku kangen kamu," ucapku dalam hati.

Aku memejamkan mata. Menikmati angin yang berhembus. Samar-samar aku mendengar seseorang memanggilku.

"Ica." Aku seperti mengenali panggilan itu. Karena hanya satu orang memanggilku dengan nama 'Ica'.

Aku mencari sumber suara. Penglihatan ku tertuju pada seseorang di sebrang jalan sana. Ia tengah tersenyum dan melambaikan tangan padaku. Dia sosok yang aku rindukan saat ini.

"Denis," ucapku senang. Denis tersenyum padaku. Masih dengan senyum yang terakhir kali aku lihat.

"Kamu ngapain disini?" tanyaku. Ia mengacak puncak kepalaku yang tertutup jilbab.

"Aku pindah ke sini. Tuh, di kompleks sana," ucapnya menunjuk jalan kompleks.

"Maafin aku, ya."

"Untuk apa?"

"Aku gak bilang kamu kalo aku masuk pesantren," jelasku. Denis terkekeh dan kembali mengacak puncak kepalaku.

"Aku udah tahu."

"Hah?"

"Iyalah, kan kita tetanggaan," ujarnya. Aku tertawa saat Denis tertawa. Lucu memang. Kita itu tetangga tapi aku sama Denis malah pacaran. Makannya Papa selalu ngomel kalo aku telat pulang dan itu pasti bareng Denis.

Takdir merubah satu hal dariku. Ketika rindu, biasanya aku akan langsung memeluknya. Namun, sekarang berbeda. Seperti ada tarikan dari hati saat aku ingin menyentuhnya.

Aku dan Denis duduk memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Ada jarak diantara kita.

"Kamu sendirian?" Aku melupakan seseorang.

"Sama temen, tuh." Aku menunjuk Hasna yang masih memesan bakso. Pembeli cukup ramai hingga Hasna harus mengantri dengan sabar.

"Kamu udah beda, ya," ujar Denis.

"Beda apanya?"

"Banyak."

"Maksudnya?"

"Kaya sekarang. Duduk aja udah pake jarak, dulu enggak. Mau pegang juga berasa ada yang beda," jelasnya. "Kamu ada yang baru, ya?"

Aku kaget dengan perkataan Denis barusan. Aku tahu maksud dari kata 'yang baru' itu.

"Kamu ngomong apa, sih. Ngaco."

"Kamu udah bosen sama aku? Dua Minggu gak ketemu udah beda aja. Kamu lagi Deket sama siapa? Santri? Ustad? Atau anak kiyai?"

"Kamu ko makin ngaco, sih. Aku gak lagi Deket sama siapa-siapa. Jangan suudzon," ujarku sedikit emosi. Aku tidak terima dengan tuduhan Denis. Enak sekali dia bicara tanpa tahu yang sebenarnya.

"Kalo mau putus bilang aja," ucapnya dingin. Aku menoleh kearahnya yang menatap jalanan.

"Itu tawaran buat aku atau pernyataan dari kamu?"

"Pikirin aja." Denis, kamu kenapa jadi seperti ini. Ini bukanlah Denis yang aku kenal.

"Jangan-jangan yang mau putus itu kamu?"

"Kalo iya?"

"Jangan bercanda," ujarku. Denis berhasil membuatku kesal sekaligus takut. Takut kalo ia tidak bermain-main dengan perkataanya.

"Aku gak bercanda, Nis." Oh, ayolah. Aku benci Denis memanggilku dengan nama itu. "Aku mau kita udahan aja." Lanjutnya.

Air mataku sudah siap untuk jatuh. Berusaha aku menahannya agar air mata ini tidak jatuh.

"Jangan bercanda Denis, aku gak suka kamu ngomong kaya gini. Kalo aku ada salah aku minta maaf. Tapi tolong, jangan kaya gini."

"Maaf, Nis. Kita gak bisa sama-sama lagi." Denis berdiri membelakangi ku.

Aku harap ini cuma mimpi. Aku gak mau kehilangan Denis.

"Kita PUTUS, Nis," ucapnya menekankan kata 'putus' .

Deg!

Air mataku lolos keluar. Aku menutup telinga dengan kedua tanganku. Berharap aku tidak mendengar kata itu.

Denis berbalik menatap ku dengan senyum yang mulai saat ini aku benci.

"Aku pamit. Kamu baik-baik disini. Aku yakin, kamu bakalan dapetin orang yang lebih baik dari aku. Makasih atas semua kenangan indahnya. Aku gak bakalan lupain itu, aku janji. Kamu yang pertama singgah di hati aku. Tapi aku gak tahu kamu bakalan jadi yang terakhir atau bukan. Sekarang, kamu bebas dari aku kita jalani hidup kita masing-masing. Kita masih bisa jadi teman, bukan?"

Aku benci perpisahan dengan orang yang aku sayang. Semuanya pasti akan berakhir dengan tangisan. Aku gak mau kehilangan orang yang aku sayang.

Hubunganku dengan Denis bukanlah waktu sebentar. Aku mengenalnya dari mulai kita sebagai tetangga, teman, sahabat, hingga perasaan yang saling menyatukan berlangsung selama tiga tahun.

Denis mengusap air mataku dengan kedua ibu jarinya. Kemudian ia memelukku. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir diantara aku dan Denis.

"Jangan nangis. Kamu jelek kalo nangis," ucapnya. Ia mengurai pelukan itu.

"Aku tetep sayang sama kamu. Sebagai adik." Baru saja tangisku berhenti sekarang malah pecah kembali. Dia begitu pintar memporak porandakan hati seseorang.

Aku gak mau lihat dia lagi.

Aku berlari meninggalkan Denis dan Hasna yang memanggil namaku. Aku tidak peduli orang lain melihatku seperti apa. Aku memang lemah. Lemah dalam hal perasaan.

Aku hanya menatap tanah yang kuinjak hingga seorang tak sengaja aku tabrak.

Bruk!

"Hey!"

"Maaf, aku gak sengaja," ucapku tanpa melihat siapa orang itu. Yang aku lihat dia memakai sarung seperti habis dari mesjid.

"Kamu habis nangis, Nis?" tanya orang itu. Dia tahu namaku. Aku mendongak melihat orang itu.

Deg!

" Gus Nizam."

Bersambung...

Masih mau lanjut gak?
Komen ya gayss biar otor semangat lanjut jangan jadi pembaca gelap ya😑 hargai yang nulis wkwkk
Maaf kalo ada typo 😁

Kritik dan saran sangat dibutuhkan

See you next part 👋

CINTANYA GUS DINGIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang