Empat belas

3.9K 211 9
                                    

Assalamu'alaikum

Lanjut ya 📌

* * *

"Ma, pokoknya Nisa mau pindah, Nisa enggak mau disini terserah mau dimana jauh juga enggak papa. Hiks ... Hiks ...," ucap Nisa. Rasanya ia ingin menangis saja dan pergi jauh.

"Kamu kenapa, sayang, ada yang jahat sama kamu?" tanya Ayu dari sebrang telepon. Ia sangat khawatir dengan keadaan putrinya yang tiba-tiba menelpon ingin pindah pesantren.

"Enggak, Ma, Nisa–Nisa cuma mau cari ilmu lagi di tempat lain," alibinya. Ia berbohong demi menutupi alasan sebenarnya. Ia tidak mau Ayu sampai tahu alasan sebenarnya. Bisa-bisa Ayu akan menertawakannya, dan itu tidaklah lucu.

"Besok kamu bicarain lagi sama Papa kamu, Mama jemput kamu besok pagi sekalian ada yang mau di bicarakan, Mama tutup dulu, ya, Assalamu'alaikum," ujar Ayu menutup sambungan telepon.

Nisa tersenyum senang. Ia mengusap air matanya yang membasahi wajahnya. Ia tidak mau Arul melihatnya dan bertanya-tanya banyak. Saat ini ia ingin bertemu ke-empat sahabatnya. Mungkin ini hari terakhir ia disini jika besok ia benar-benar pulang.

Antara senang karena kemauannya dituruti, tapi ada sedihnya juga ia harus meninggalkan sahabatnya yang selama ini selalu menemaninya dalam keadaan apapun. Sulit sekali rasanya. Ia baru saja menapaki jalan hijrahnya disini, dan ia harus meninggalkan tempat ini hanya karena satu hal yang membuatnya sakit hati. Padahal kebahagiaan lebih banyak dibanding kesedihan yang ia dapat selama berada di sini.

* * *

Nisa masih membujuk sahabatnya yang merajuk padanya. Sejak ia mengatakan akan pindah, sahabatnya itu mendiamkannya sejak subuh.

Tidak ada yang mengeluarkan kata. Suasana menjadi hening.

"Kalian jangan gini, dong, aku'kan jadi enggak tega buat pisah dari kalian," ujar Nisa. Sebisa mungkin ia menahan agar tidak menangis.

"Ya, kamu ngapain pake mau pindah segala?" Kesal Hasna.

"Ya, kan ada alasannya."

"Tapi kamu kenapa enggak ngasih tahu kita. Kamu itu anggap kita apa, sih? Orang lain?"

"Bukannya gitu, tap––"

"Udahlah, enggak semua cerita bisa di ceritain, sekalipun itu sama sahabat," ujar Sofi. Ia memang sedikit kecewa, tetapi ia menghargai keputusan Nisa.

* * *

Sepanjang perjalanan pulang, Nisa banyak diam. Ia hanya memandang jalanan lewat jendela mobil. Naluri seorang ibu terhadap anaknya sangat besar. Benar dugaan Ayu, jika putrinya memiliki alasan hingga benar-benar ingin pulang saja.

Ayu mengusap kepala Nisa yang tertutup dengan jilbabnya. Ia sangat bangga pada putrinya yang memilih menggunakan jilbab panjang. Dulu Nisa sangat sulit dibujuk untuk memakai jilbab.

"Abang, kita berhenti di Mall depan dulu, ya," pinta Ayu. Juna mengangguk.

"Ade mau beli sesuatu?" tanya Ayu pada Nisa.

Nisa menggeleng. "Nisa titip yougert aja."

Ayu memahami sikap putrinya. Mungkin Nisa tidak ingin di ganggu.

CINTANYA GUS DINGIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang