Waktu memang berjalan secepat itu. Tetapi waktu seharusnya tak membawa kami kesini. Aku gelisah menatap ibu, ayah, dan juga mas Bram yang sejak tadi cemas. Cemas menanti kepastian hasil dari operasi Sari.
Jam empat pagi kami membawanya ke puskesmas karena pendarahan. Yah, memang sejak malam dia mengeluh sakit. Aku dan mas Bram memang menginap dirumah ibu, karena beliau meminta mas Bram datang. Aku yang ikut merasa cemas akhirnya memutuskan untuk ikut.
Jangan tanya mas Bram dikamar siapa? Tentu dia bersama Sari. Dan aku tidak masalah dengan hal itu. Karena Sari memang tampak tak sehat.
Akan tetapi, operasi Sari dilakukan di rumah sakit rujukan. Karena dokter yang saat itu tidak ada ditempat, hanya berbicara lewat ponsel dengan bidan. Dan akhirnya memutuskan agar Sari segera dibawa kerumah sakit untuk dioperasi karena kandungannya baru menginjak 7 bulan. Perjalanan kerumah sakit cukup memakan waktu, karena memang jaraknya cukup jauh.
Dan untunglah setelah sampai, pihak rumah sakit bergerak cepat untuk melakukan operasi caesar pada Sari. Dan sekarang, kami hanya cemas menunggu sampai operasi selesai. Bahkan mas Brampun tak diperbolehkan menemani Sari. Ya Allah, aku sungguh kasihan pada Sari. Selamatkanlah mereka ya Allah. Aku tidak tahu bagaimana sakitnya. Karena aku belum pernah merasakan seperti itu. Ya Allah kuatkan Sari.
"Mas, solat dulu. Sudah adzan subuh"
Aku mengingatkan.
"Ya sudah Bram, kamu sama Sari duluan solat. Nanti gantian ibu sama ayah"
Aku dan mas Bram segera menuju ke masjid, kebetulan rumah sakit ini ada masjidnya. Aku dan mas Bram berwudhu dan menuju tempat kami masing-masing. Sekitar dua puluh menit kami kembali ke rummah sakit. Dan kini gantian ibu dan ayah yang pergi.
Tak sampai tiga puluh menit ruang operasi terbuka. Dokter mengatakan mereka berdua baik-baik saja. Tak lama, Sari keluar dan tersenyum di atas brankar yang didorong oleh perawat. Karena memang Sari akan dipindahkan ke ruang rawat. Sedangkan dede bayinya belum dapat kami pegang, dia masih harus diinkubator hingga beberapa waktu. Dikarenakan berat badannya yang cuma 1,9 kg. Yang penting mereka sehat.
Kamipun mengikuti Sari yang dibawa ke ruang rawat. Berhubung kami semua sepakat untuk menempatkan Sari diruang VIP, jadilah sekarang kami disini. Karena kami tau, Sari perlu privasi dengan kondisinya yang sekarang. Meskipun ada lelaki lain selain mas Bram disini, tetapi beliau adalah mertua Sari juga.
*****
Aku gak pernah tau dan ngebayangin kalau operasi caesar ternyata begini kesudahannya. Ya Allah, aku kasihan dengan Sari. Mungkin efek setelah obat biusnya hilang, Sari mengeluh nyeri dibagian perutnya. Bahkan dia tak berpakaian. Hanya kain panjang yang menutupi tubuhnya. Tetapi dia berusaha tetap menggunakan kerudungnya yang cukup besar. Yah meskipun kelihatan ribet, tetapi dia tahu ini kewajibannya. Apalagi dokternya laki-laki.
Menjelang sore dokter meminta Sari untuk latihan miring kanan kiri. Dan aku yang melihat Sari kesusahan merasa ngeri. Mas Bram yang berusaha selalu cekatan membantu apapun keperluan Sari. Dan bayi Saripun sudah ada dipelukannya saat ini. Katanya buat IMD( inisiasi menyusu dini).
Kami semua akhirnya menginap dirumah sakit. Ibu dan ayah dari tadi bolak-balik, pulang pergi rumah sakit untuk mengambil ataupun mencari beberapa keperluan kami semua. Sedang mas Bram dan aku dari tadi stay disini. Melihat mas Bram yang begitu cekatan, begitu perhatian, membuat aku memujinya dalam hati. Aku tak tahu apakah aku cemburu atau tidak, yang jelas aku sudah bertekad bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk cemburu. Aku hanya merasa iri lagi dan lagi. Berharap bahwa yang diposisi Sari itu aku. Tetapi itu tak mungkin rasanya.
"Ayo semua makan dulu"
Ibu berkata sambil menyiapkan makan malam untuk kami semua. Dan beliau berdiri dengan sepiring nasi plus lauk pauk kearah ranjang Sari. Aku menuangkan makanan untuk mas Bram, karena ayah sudah disiapkan oleh ibu. Lalu aku berdiri menghampiri ibu dan Sari.
"Udah bu, biar Via aja. Ibu dari tadi udah ngapa-ngapain. Ibu makan aja sama ayah dan mas Bram"
Ibu memberikan piring itu padaku. Dan aku mulai menyuapkannya pada Sari.
Sari mengunyah pelan, seperti ada sesuatu difikirannya. Aku yang memang sejak dulu penasaran dengan keluarga Sari, akhirnya bertanya padanya.
"Sari, keluaga kamu gak kesini?"
Dia menggeleng.
"Via"
Aku yang mendengar ibu menyebut namakupun mengerti. Ibu seperti tak ingin aku menanyakan hal itu padanya. Yah, gimana ya aku kan penasaran gitu.
Dari awal akad nikah, sampai sekarang, aku belum pernah bertemu kelurga Sari.
"Nggak papa kok bu. Laian mbak Via kan penasaran kayaknya"
Sari tersenyum.
"Keluarga aku gak ada mbak, abah sama mama udah meninggal. Aku juga udah gak punya nenek kakek. Aku gak punya siapa-siapa mbak"
Sari tersenyum, lagi. Tetapi senyum yang ini rasanya penuh dengan kesedihan. Aku gak bisa bayangin gimana rasanya gak punya keluarga. Aku juga gak bisa bayangin gimana jadi Sari selama ini. Tetapi aku mencegah mulutku untuk kepo lebih lanjut. Dan memilih diam, serta melanjutkan menyuapi Sari.
"Enggak lah Sar, kamu kan punya kita semua"
Ibu memberi penenangan pada Sari. Dan Sari mengangguk. Aku membenarkan kata-kata ibu dengan anggukan.
"Mbak, nanti tolong bantu jaga Zubair ya?"
"Zubair?"
Aku bertanya padanya. Tetapi melihat arah pandang Sari pada bayinya, aku mengerti bahwa yang dia maksud dengan Zubair adalah bayinya.
"Kamu udah ada nama buat dia?"
Sari mengangguk, dan omong-omong, anaknya Sari cowok ya.
"Keren namanya, nama sahabat nabi yang pemberani"
Sari tersenyum, hampir tertawa.
"Iya, tolong ya mbak"
"Kan kamu ada buat jagain dia Sar"
"Iya mbak. Tapi aku takut gak mampu sendirian"
"Iya Sar, aku pasti bantu kok"
Kan dia anak mas Bram. Otomatis anak aku juga gak sih? Bukankah dia juga bakal panggil aku mama?
"Kita semua pasti bantu lah Sar, ini kan anak pertama. Kamu belum terlalu pengalaman"
"Bener kata ibu Sar. Ibu yang lebih pengalam disini"
Aku menimpali kata-kata ibu. Entahlah, aku sedikit merasa terganggu dengan itu.
Makan malam akhirnya selesai. Kemudian aku menyusul makan sendirian. Sedang yang lain pergi solat isya. Aku, ibu dan Sari yang ada disini.
"Kalau kamu gak enak tidur dirumah sakit, kamu gak papa pulang Via. Biar ibu jagain Sari disini sama ayah"
Aku diam, apa lebih baik aku pulang saja? Lagian Sari banyak yang jagain kan?
"Tapi Bram tetep disini ya Vi"
Ibu mengatakan itu sambil berbisik. Aku mengangguk, lagipula aku mengerti mengapa mas Bram harus ada disini.
Jadilah, selesai makan dan solat, aku berpamitan untuk pulang dengan mas Bram dan yang lainnya. Mas Bram ingin mengantarku, tetapi aku menolaknya.
Aku meninggalkan rumah sakit sendirian. Menengadah keatas untuk melihat rembulan. Welcome Zubair, kamu telah menjadi rembulan diantara kami.
.
.
.Up lagi
Happy reading..
Semoga suka dengan alurnya..Dan semoga kita semua selalu diberi kesehatan, rizki, dan terhindar dari segala musibah..
Aamiin..
KAMU SEDANG MEMBACA
Indahnya Dimadu? | SELESAI |
RandomHidup berumah tangga memang gak selalu mulus kayak jalan tol. Banyak hal yang bakal muncul bahkan tanpa di kira kira oleh orang-orang single pada umumnya. Jangan ngayal kalo kalian sama-sama cinta trus bisa hidup bahagia selamanya dunia akhirat. Ja...