Part. 5

9.4K 414 10
                                    

Keadaan masih hening, karena ibu ataupun ayah belum berkata apa-apa. Sedang aku dan Sari tidak ada keberanian berbicara.

"Jadi..begini, hhmm..ayah berat untuk mengatakannya, sebenarnya dari awal ayah tak setuju Bram menikah lagi. Tapi..maafkan keegoisan ayah ini, yang jadi menyakiti kalian berdua secara bersamaan" setelah kesunyian yang lumayan lama, akhirnya ayah membuka suara.

Jadi begitu..dari perkataan ayah, sepertinya bukan mas Bram yang menginginkan untuk beristri lagi. Apa ini keinginan mereka?

"Biar ibu aja yang jelasin yah" ayah hanya mengangguk dan beranjak dari kami.

"Memang ini semua bukan keinginan Bram untuk menikahi Sari. Kalian pasti sama-sama terluka kan"

"Via, terimakasih kamu sudah mengizinkan Bram menikahi Sari" ucap ibu menatapku. Aku hanya mengangguk saja. Aku tak tau harus ngomong apa.

"Dan..Sari, terimakasih sudah bersedia hadir ditengah-tengah kami. Bersabarlah atas sikap Bram, pelan-pelan dia pasti menerima kehadiranmu"

Ibu mengatakannya dengan mengelus tangan Sari, karena posisi duduknya yang lebih dekat dengan Sari dari pada aku.

"Kamu tau kan Sari, kenapa ibu menyuruh Bram menikahimu? Jadi ibu mohon, kamu untuk lebih bersabar lagi dengan Bram"

"Sekarang kamu kekamarmu dulu, ibu ingin bicara berdua dengan Via"

Mendengar permintaan ibu, Sari bergegas meninggalkan kami.

"Via... maaf ya kalau ibu egois. Ini semua memang ide ibu. Ibu juga yang nyuruh Bram nikah lagi. Kamu tau kan Bram itu satu-satunya anak ibu. Ibu hanya mengharapkan Bram saja untuk memberi cucu pada ibu. Kamu mengerti kan nak?"

Ibu berbicara setelah duduk mendekat disampingku. Aku hanya mengangguk pasrah dengan pernyataan ibu. Aku harus bagaimana?

Tahan Via, kau tak boleh meneteskan air mata disini. Ya Allah..Sayang..kapan kamu datang mengisi perut bunda?

"Kamu sendiri tau, umur ibu dan ayah sekarang sudah tua. Ibu takut nanti tak kuat bermain dengan cucu-cucu ibu"

"Cuma itu yang ingin ibu katakan. Ibu harap kamu mengerti. Maaf jika semua ini menyakiti kamu"

Setelah berucap seperti itu ibu pergi. Meninggalkan aku disini sendiri. Aku tau ibu pergi karena dia tak kuat menahan air mata. Saat berbicara tadi kulihat beliau sudah berkaca-kaca.

Selama 7 tahun ini, hampir tak ada konflik diantara kami. Beliau adalah seorang penyayang, tak membedakan aku ataupun mas Bram.

Tapi untuk keputusannya kali ini, aku tak tau harus bagaimana. Aku hanya ingin bertanya kenapa? Selama ini beliau tak pernah sekalipun menyinggung masalah ini secara langsung. Walau aku sering melihatnya begitu bahagia dan sedih secara bersamaan saat bermain dengan anak-anak tetangga.

Aku tau beliau sangat mengharapkan hadirnya anak diantara aku dan mas Bram. Tapi keputusan ini menurutku masih mengganjal. Seperti ada sesuatu yang aku sendiri tak tau itu apa.

Kulangkahkan kaki menuju kamar. Mas Bram sudah tidur, atau ketiduran. Aku tak mau membangunkannya.

Kurebahkan diri disampingnya, memeluk lengannya. Maas..kenapa ini terjadi di kehidupan kita? Kenapa harus aku mas? Kenapa?

Ya Allah Via.. ini adalah takdir yang harus kau jalani. Terkadang kau anggap buruk sesuatu padahal ada kebaikan disitu. Tapi apa?

"Sudah tau?"

Ternyata suamiku belum tidur. Dan aku hanya mengangguk mendengar pertanyaannya.

"Adek tau kan. Mas sayaaang banget sama adek. Bagi mas, adek adalah prioritas begitu juga ayah ibu"

"Jadi bukan ridha Allah donk?"

"Ya setelah itu adeek" ia mengacak gemas rambutku.

"Mas memilih ini diantara pilihan lain yang lebih menyakitkan bagi mas, dan mas gak bisa tentu aja"

"Apa itu?"

"Pada saatnya nanti adek pasti tau sayang" ucapnya sambil memelukku.

"Apa sih? Bukan pilihan nyeraikan adek kan mas?" Pertanyaan itu muncul begitu saja. Memang apalagi pilihan selain menikah lagi kalau bukan cerai?

"Udaah adeek..udah ya kita bobok, jangan dipikirin lagi ok"

"Tapi mas, mas beneran pernah kepikiran buat pisah?"

"Astagfirullah...ya nggak lah sayaang. Kamu jangan mikir aneh-aneh deh"

"Trus apa donk? Ia emang bukan mas yang rencana pisah. Tapi ayah ibu? ia mas?"

"Adeek. Kok jadi ngelantur sih"

"Apa donk?"

"Ok baiklah, sebenarnya itu bukan pilihan. Mas salah bicara. Memang tidak ada pilihan lain lagi sayang. Nggak mungkin juga ayah ibu nyuruh kita pisah"

"Kenapa nggak? Kenapa mereka gak mau nunggu dan lebih sabar mas? "

"Kita semua sudah bersabar sayang. Dan kita pasti bersabar. Tapi ini berbeda sayang"

Baiklah aku menyerah. Aku tak mau lagi tau kenapa. Daripada aku tersulut emosi lebih parah, aku mengangguk saja.

"Adek mau tidur" ucapku lalu berbalik membelakanginya.

"Gak boleh loh deek belakangin suami boboknya"

Aku yakin mas Bram sedang tersenyum sekarang. Karena aku berbalik kembali ke pelukannya. Yah,,mau bagaimanapun, aku juga gak mau nambah-nambah dosa. Walau kadang kalau sudah ego yang menang, bisa diem dieman.hehe

.
.
.

Selamat berpuasa.
Semoga kita semua diberi kesehatan.

Indahnya Dimadu? | SELESAI |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang