Aku terlalu menikmati peluk hangat mas Bram. Dan aku begitu bahagia mendengar pernyataan rindunya. Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Mas Bram rupanya juga merindukanku, sama seperti aku yang selama ini merindukannya. Aku sangat berharap bahwa rasa sayangnyapun sebesar rasa sayangku padanya.
Ya Allah, jadikanlah momen seperti ini abadi. Kebersamaan ini, hangat peluk ini, dan semua kemesraan ini. Bagaimana mungkin aku sanggup berpisah darinya. Sedang begitu besarnya rasa sayangku padanya.
"Maaf"
Satu kata terdengar ditelingaku. Aku seperti menyadari bahwa mas Bram tengah terisak pula.
Melepaskan pelukan, ia memandangku dengan sendu.
"Maaf, karena mas baru datang sekarang"
"Mas memang pengecut, mas bahkan gak berani menunjukkan diri mas dihadapan adek"
"Mas terlalu takut, adek akan pergi ketika mas mendekat. Mas ragu dan bimbang. Sampai pada akhirnya kepercayaan diri mas kembali, dan keinginan mas untuk mempertahankan hubungan kita semakin kuat. Untuk itulah mas ada disini"
"Mas masih ingin, dan terus ingin untuk bersama adek. Mas ingin seumur hidup mas bersama adek. Dan berharap sesurga dengan adek pula"
"Maafkan mas, yang baru datang sekarang. Maafkan kebohongan mas. Sungguh, mas gak ingin menyakiti adek, makanya mas sembunyikan hasil lab itu. Mas juga yang minta pada dokter untuk berbohong. Tolong dek, maafkan mas. Mas hanya gak ingin adek terluka"
"Tolong dek ma..."
Aku menaruh telunjukku di bibirnya. Aku tak berdaya rasanya mendengar permohonan maafnya yang berulang kali.
Mendengar itu membuatku tau, bahwa mas Bram tulus meminta maaf padaku.
Aku menatap manik matanya.
"Udah mas, cukup"
Aku menggenggam tangannya, dan mengecupnya.
"Gak perlu lagi minta maaf, adek juga minta maaf"
Tak terasa air mataku menetes. Entahlah, aku tidak merasa sedih sekarang. Aku hanya merasa terharu, dengan ketulusan mas Bram padaku.
"Jangan tinggalin mas lagi"
Permintaan mas Bram disela pelukan kami. Aku hanya mengangguk- anggukan kepala.
"Vi..sarapan dulu"
Mama berteriak dari arah dapur. Yah memang rumah mama tidak besar, tetapi kebiasaan mama berteriak sudah dari dulu.
Sedang maa Bram mengeluh mendengar teriakan mama. Seperti tidak rela momen kami harus terganggu.
Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya. Yaah memang, semua hal pada diri mas Bram itu yang kurindukan. Entah itu kekesalannya, cemberutnya, senyum dan tawanya, ya semuanya deh. Walau aku terkadang memang kesal dengan beberapa sikapnya, namun entahlah. Mungkin ini yang dinamakan bucin oleh Vira waktu itu.
Aku pergi sarapan dengan mas Bram. Mama memperhatikanku sejak keluar kamar. Beliau tersenyum samar.
"Gitu kan keliatan berseri wajahnya"
Aku menahan senyumku.
"Apaan deh ma"
"Emangnya apa? Mama juga gak ngomong apa-apa. Udah yok sarapan dulu"
Aku berdecak mendengar jawaban mama. Namun tak urung kuiyakan ajakannya untuk segera sarapan.
Setelah selesai sarapan, mama menyuruh kami untuk tetap duduk ditempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indahnya Dimadu? | SELESAI |
RandomHidup berumah tangga memang gak selalu mulus kayak jalan tol. Banyak hal yang bakal muncul bahkan tanpa di kira kira oleh orang-orang single pada umumnya. Jangan ngayal kalo kalian sama-sama cinta trus bisa hidup bahagia selamanya dunia akhirat. Ja...