"Zubair, nak.. jangan lari-lari terus sayang"
Aku susah payah mengejar langkah kecil Zubair yang bergerak cepat. Usianya yang telah menginjak empat belas bulan membuatnya semakin aktif.
Akhirnya dapat juga aku tangkap tangannya. Ya Allah, lelah rasanya mengurus anak aktif ini. Eits ..tapi aku senang dengan semua kelelahan itu.
Handphoneku berdering, segera kuambil dari tas slempangku. Ternyata itu dari mas Bram.
"Halo mas"
"Assalamu'alaikum sayang"
"Wa'alaikumussalam mas..hehe"
"Adek udah mau pulang? Mas udah mau pulang nih. Pengen ikut juga maen sama Zubair"
"Ya udah adek tungguin deh mas"
Mas Brampun berkata akan segera menyusul. Setelah mengucap salam, aku menutup sambungan telephoneku dengan mas Bram.
Sekarang sudah menunjukkan jam 17.30. Mataharipun sepertinya sudah enggan berada ditempatnya. Hari ini aku dan Zubair tengan jalan-jalan dan bermain ditaman kota. Suasana sore hari ini cerah. Banyak stand penjual makanan, dan tidak sedikit orang yang menyewakan mainan anak.
Zubair aktif berlarian dilapangan luas. Ya walau gak seluas lapangan bola. Aku dari tadi terus mengikuti pergerakannya. Tak ingin lengah sedikitpun.
Setelah menutup telephone tadi, aku mengajak Zubair duduk disalah satu kursi. Aku memberinya air mineral, dia pasti haus setelah bermain.
"Zubair sudah ya, kita tunggu papa. Zubair duduk aja disini sama bunda"
Zubair hanya diam meminum air mineralnya menggunakan sedotan.
Tak lama sepertinya dia mulai bosan dengan diamnya. Turun dari kursi, dan mulai berlarian lagi. Akhirnya akupun ikut berdiri dan mengikuti setiap langkahnya.Aku melihat mas Bram dari arah parkir taman. Dia segera menghampiri kami yang memang terlihat dari pandangannya. Karena memang taman ini tak begitu luas.
"Assalamu'alaikum sayangnya papa"
Mas Bram menangkap Zubair yang sedari tadi berjalan kesana kemari. Sedang Zubair tertawa dan mengoceh yang aku belum mengerti bahasanya.
"Zubair maen apa nak?" Mas Bram bertanya lagi. Sedangkan aku memilih duduk kembali dikursi. Biarlah Zubair main sama papanya.
"Doou waa baba" Zubair ngoceh dengan bahasa yang gak aku ataupun mas Bram mengerti.
"Ya udah ayok kita jalan-jalan lagi. Sekarang sama papa mainnya ya" mas Bram menggandeng tangan Zubair berkeliling. Juga mengajak Zubair bermain ayunan, tetapi dia terlihat takut saat ayunan itu bergerak.
Aku memutuskan untuk membeli pentol goreng dipinggiran taman. Karena taman ini berada di pinggir jalan raya. Jadi suara-suara kendaraan bermotor riuh terdengar ditelinga. Meskipun lalu lintas gak terlalu padat.
"Dek ini Zubair sama kamu dulu. Aku mau kesana, ada pak Roy. Mau ada yang aku omongin ke beliau"
Aku mengangguk, dan mas Bram berjalan kesebarang. Tangan mungil Zubair kugenggam. Bapak yang menjual pentol mengulurkan pesananku. Ku berikan pada Zubair dan aku meraih dompet dalam tas selempangku. Tetapi secara tiba-tiba, Zubair berlari kearah mas Bram. Dan semua itu terlalu cepat. Belum sempat tangan kecilnya kutarik menjauh. Sebuah motor dengan kecepatan tinggi menabrak badan mungilnya.
Aku yang terkejut hanya bisa menatap kosong kearah tubuh mungil yang tergeletak dipinggiran jalan. Wajah yang biasanya tersenyum lebar itu kini bersimbah darah. Detak jantungku berhenti saat itu. Aku hanya berdiri bagaikan patung taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indahnya Dimadu? | SELESAI |
RandomHidup berumah tangga memang gak selalu mulus kayak jalan tol. Banyak hal yang bakal muncul bahkan tanpa di kira kira oleh orang-orang single pada umumnya. Jangan ngayal kalo kalian sama-sama cinta trus bisa hidup bahagia selamanya dunia akhirat. Ja...