29

548 67 4
                                    

"Kili kitik kili kitik,"

Emily tertawa kencang saat tanganku mencoba terus menggelitiki perutnya. Bukannya menyuruhku berhenti, Emily justru merayuku untuk terus menggelitiki perutnya. Hm, anak jenis apa ini? Hehe, becanda. Anak ku ini. Jenisnya Rapunzel tahun ke-2.

"Juleha!"

Aku terperanjat kaget begitu pintu dibuka dengan kasarnya oleh Eka. "Jangan buat Emily ketawa malam-malam. Ga baik." tegur Eka.

Sebentar. Teguran Eka tersebut berhasil kucerna baik-baik sebelum menjawabnya. Heh? Emang iyakah anak kecil ga boleh ketawa malam-malam?

"Lah, kenapa emangnya?" tanyaku memastikan.

Eka terdiam sebentar. Sepertinya ia mencoba mencari alasan yang masuk akal. Ah, kalau seperti ini mah jelas sekali Eka berbohong. Sudahlah, stop. Aku tau Eka pasti berbohong.

"Katanya yah, nanti mereka bakal nangis semalaman ga pernah berhenti. Sama bakal kencing terus tengah malam."

Keningku mengerut. Emang iya?

"Au ah. Pokoknya gue pernah dengar gitu. Anak kecil ga boleh ketawa keras-keras pas malam."

"Yaudah kalau bakal kencing semalaman, gue tinggal pakein popok aja lah."

Benarkan? Pernyataanku adalah solusi terbaik. 

"Hm. Iya sih. Yaudah pakein si Emily popok gih. Gue kerja dulu. Dikit lagi komiknya bakal selesai, jadi harus ekstra kerja." pamit Eka dan langsung melenggang pergi tanpa menutup pintu kembali.

Aiss, dasar si Eka. Tolong lah, kalau mau keluar kamar orang tuh, tutup kembali pintunya, setan!

Sudahlah. Lebih baik fokus ke Emily saja.

Setelah mendengar pernyataan Eka tadi, aku langsung buru-buru membuka lemariku ingin mengecek persediaan popoknya Emily. Semoga saja masih ada.

"Lah, kok ga ada?" Ditempat biasa, aku tak menemukan apa yang kucari. Hadeuh, kebiasaan deh. Pasti ini kutaruh di sembarang tempat nih. Aku yakin seratus dua puluh persen.

Dengan cepat, aku berlari keluar kamar menemui beberapa orang yang ada di ruang kerja berharap mereka tau keberadaan popok Emily.

"Guys, ada yang liat popoknya Emily ga?"

Hening. Semua memandangku dengan raut wajah kaget karena kemunculanku dari balik pintu.

"Lu bikin kaget aja sih. Gue kira setan, astaga." kata Axel sambil mengelus-ngelus dadanya. Hih, biasa aja kali. Emang wajahku mirip setan? Helow, kagak anjirr.

"Lebay deh lu xel. Hmm, ada yang liat ga?"

"Lah, bukannya popoknya Emily sudah habis kemarin yah mbak?"

Telingaku berdiri tatkala mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Mbak Dewi. Hah? Dah habis?

"Yang benar mbak?" tanyaku sekali lagi memastikan.

"Iya mbak. Kemarin sebelum berangkat ke Gereja kan aku ngasih tau ke mbak, kalau popoknya Emily dah habis. Hanya kemarin mungkin Mbak Julia ga dengar."

Juleha tuli. Bisa-bisanya ga dengar mbak Dewi kemarin. Bego, bego,bego!

"Jadi, gimana dong? Entar malam kalau Emily pipis gimana?" ujarku mulai panik.

"Beli lah di warung depan sana. Ckck,"

Ting!

Aku menepuk jidatku begitu Eka dengan kesalnya mengatakan hal itu. Hadeuh, hari ini aku ga fokus nih. Ga bisa gini nih.

PARTNERSHIT, I Love You!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang