"Emily jangan lari-lari!"
Aku membuang napas kasar melihat Emily yang tertawa sambil berlari-lari. Huft, kalau begini mau marah pun tak bisa.
"Emily, ayok makan dulu!" kataku sambil mencoba mengejar Emily dengan membawa piring makan milik Emily.
Namun sayangnya, Emily terus berlari-lari seakan mencoba mengerjariku. Untung anak aku sekarang, kalau ga bakalku masukain kedalam karung.
Emm, ya, Emily sekarang sudah bisa berlari. Setelah dua minggu merawat Emily sendirian dengan dibantu Eka dan yang lainnya, Emily perlahan-lahan sudah bisa berjalan. Kemudian ketahap selanjutnya yaitu berlari. Bagaimana dengan bicara? Emily sudah bisa dong. Walaupun tidak terlalu jelas, tapi entah kenapa aku selalu mengerti apa yang dikatakan Emily.
"Mama! Mama! Om Asel!" teriak Emily begitu melihat Axel yang datang kemudian menggendongnya ala-ala penculikan anak dibawah umur.
Emily tertawa begitu Axel dengan tidak tahu malunya mengegelitiki ketek Emily. Untung Emily masih kecil, kalau 'dah gede bakal ditimpuk tuh si Axel.
"Mily, makan yok sama om?" tawar Axel begitu selesai bermain bersama Emily dan hanya direspon dengan anggukan.
"Sini makananya! Biar gue yang suapin." kata Axel kemudian merebut paksa piring Emily dari tanganku. Hemm, baiklah Elsa. Aku serahkan tugas ini padamu.
"Nih!"
Aku mengernyitkan kening begitu Axel berbalik kebelakang lalu menyodorkan sekotak susu coklat kepadaku. Ada apa ini? Tumben dia baik? Keknya ada maunya nih. Hm, mencurigakan.
"Apasih? Lu ga mau?" tanya Axel yang mulai kesal dengan tatapan mencurigakan dariku.
Sebenarnya aku masih menaruh curiga padanya. Hanya saja-ah, sudahlah. Daripada dia menarik kembali minumannya lebih baik aku segera menerima tanpa bertanya lagi.
"Em, ga kok. Thankss. Tolong jaga si Emily yah. Gue mau bobo. Byee," kataku kemudian melenggang pergi meninggalkan Axel dan Emily yang melihatku dengan tatapan julid mereka. Dasar om dan keponakan, sama aja.
Ohiya. Untuk urusan hak asuh anak sudah selesai seminggu yang lalu. Bersyukur banget ga ada kendala sama sekali. Semuanya berjalan dengan baik. Dan sampai saat itu juga, Alden belum ada rasa empati untuk mengasuh Emily.
Hm, Alden yah? Sudah dua minggu lebih kami benar-benar tak berbicara sama sekali. Dia sibuk dengan pekerjaannya sedangkan aku sibuk dengan Emily dan juga pekerjaanku. Aku sama sekali tidak melupakan tugas utamaku yaitu menyelesaikan komiknya. Yah, walaupun capek. Tapi mau bagaimana lagi?
Melihat susu cokelat pemberian Axel membuatku tersenyum kemudian dengan cepat menyeruput sekotak susu cokelat itu. Beruntung banget masih ada teman-teman yang peduli sama aku sejauh ini. Huaa, jadi terhura.
Tiba-tiba baru saja tanganku ingin membuka pintu kamarku, sosok seseorang membuat niatku itu terhenti.
Baru juga aku memikirkannya, sosoknya sudah muncul duluan dihadapanku.
Masih dengan tatapan dingin Alden berjalan kearahku. Eh? Kearahku?Aku menunggu beberapa menit sambil melemparkan senyum padanya, berharap kali ini dia membalas senyumanku. Namun dugaanku salah. Alden terus berjalan tanpa memalingkan pandangannya kearahku. Huftt, selalu seperti ini.
Benar-benar sudah dua minggu sikapnya seperti ini. Aku saja enggan memberi sapa. Walaupun diberi sapa tetap saja dia tak peduli. Sampai sekarang aku masih heran apa kesalahanku tempo hari hingga dia bisa berubah seperti ini. Bahkan, karena sikap dingin Alden, Emily sampai sedikit takut jika aku mencoba mendekatkan Emily pada Alden. Padahal Emily sering menangis karena mau dekat Alden terus. Tapi Alden sama sekali tidak peduli. Sampai-sampai kami kewalahan menenangkan Emily.
Jika memang waktu bisa diputar kembali, aku ingin kembali saat Axel tidak membocorkan rahasia itu padanya. Sampai detik ini aku masih menginginkan kebersamaan kami.
Hanya itu saja,
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNERSHIT, I Love You!✔️
UmorismoCuman kisah ringan tentang seorang komikus dadakan dan partnershit-nya. Yang penasaran, cuss dibaca:) PARTNERSHIT, I LOVE YOU! by Febrianty Maria