"Eka, tolong bawa Emily besok kesini yah."
"Lah, kangen lu sama Emily?"
"Bukan gitu. Masalahnya Bokap gue ga percaya sama apa yang gue bilang. Jadi dia mau liat Emily dulu baru dia percaya."
"Orang tua lu udah tau?"
"Bukan hanya orang tua gue aja, orang tua Alden juga tau. Pagi-pagi udah datang ke rumah diskusiin soal masalah ini. Hadeuh bikin ribet aja dah." ujarku sambil membuka pintu utama, bergegas ingin menemui sang penulis artikel yang namanya belum kutahui sama sekali.
"Okey, okey. Besok gue sama Axel bakal bawa Emily kesana. Elu hati-hati yah. Soalnya fansnya Alden bar-bar semua, mereka ga terima banget Alden sama elu."
Kakiku terhenti saat berhasil keluar dari rumah. Hahaha, apa-apaan sih fansnya Alden? Heloow, Alden ga setampan oppa-oppa Korea. Tolong sadar lah.
Pletakkk
Badanku membeku seketika begitu sebuah tangan dengan lancangnya menampar pipiku dengan keras.
"DASAR JALANG! GA COCOK LU SAMA KAK ALDEN!"
Prakkk
Yang awalanya syok karena tamparan perempuan yang entah darimana datangnya, kembali syok saat tangannya menarik kerah bajuku hingga membuat ponselku jatuh ka lantai.
"KEKNYA BUNUH LU SEKARANG AJA DEH! KALAU GA BUNUH ANAK LU!"
Masih tak menyangka, badanku haya membeku ditempat. Dari mana datangnya perempuan gila yang tiba-tiba marah-marah seperti ini?
Segera kutepis tangannya dengan kasar dari kerah bajuku. Aku tersenyum tipis. Jika ingin membunuhku silahkan, tapi jika berurusan dengan Emily, sepertinya ia cari mati.
"Lu gila? Ga tau apa-apa main nyerang gue aja. Sinting lu?" kesalku sambil terus mendorongnya.
Sifatku yang dulu perlahan mulai kelihatan. Tanganku terus mendorongnya mencoba mengintimidasi sama seperti yang kulakukan semasa SMA. "Apa jangan-jangan elu yang nyebarin fitnah tentang gue sama Alden?" tanyaku.
Wanita itu tersenyum kecil, "JANGAN SOK BERANI!"
Srekkk
Bibirku terangkat keatas sebentar. Haha, nih anak keknya ngelucu deh. Darah dari sela-sela jariku mulai bercucuran keluar membuat perih disekujur tangan. Sepertinya anak ini perlu dihajar.
"Sudah? Sudah puas sok-sokan hebatnya?" tanyaku memasang tatapan tajam pada wanita itu dengan pisau didepan untuk berjaga-jaga. Hm, ternyata penakut juga.
Plakkk
"Jangan sok-sokan jadi psikopat didepan gue anyingg!!" teriakku begitu kakiku berhasil menjatuhkan dirinya.
Bukk
Pakk
"Lu ngancam orang yang salah! Bangsat!"
Lagi, tanpa memperdulikan kondisi korban lagi kakiku terus menendang tubuh wanita itu yang ambruk di lantai.
"Juliaaa!"
Entah sejak kapan beberapa orang rumah sadar ada perkelahian diluar, mereka terus menarikku agar tak lagi melukai wanita itu. Tapi entah kenapa rasanya seperti gelap, tak ingin mendengarkan siapa-siapa. Badanku terus memberontak untuk memukul wanita itu lagi, lagi dan lagi. Sampai ia tobat mengganggu kehidupanku dan juga Alden.
"Julia, stopp! Tenang!!"
Deru napasku memburu dengan kencang begitu Alden tiba-tiba datang dan memelukku. Menghentikan semua rasa amarah yang mengebu-gebu didalam diriku. Yap, ini diriku yang dulu. Yang sulit menahan emosiku hingga membuat banyak orang terluka akibat diriku.
"Tenang. Emily bakal aman." Tangan Alden dengan lembutnya mengelus rambutku.
Air mataku yang semula kutahan mati-matian berhasil keluar dari tempatnya. Pertahananku roboh. Badanku lemah, diriku terlalu lemah.
"Hiksss... Hiksss... Gue salah. Gue ga bisa nahan emosi gue. Gue ga bisa jadi pribadi yang baik. Gue ga bisa jagain Emily... Hiksss... Hiksss..." tangisku pecah begitu Alden semakin mendekap tubuhku.
"Ga salah. Lu ga salah. Jangan takut, gue ada disini."
***
"Tanggung jawab. Cewek yang lu pukul tadi masuk rumah sakit."
Aku mendelik tajam kearah Alden yang nampaknya tengah menahan tawa. Ah, sepertinya ia ingin mengejek kelakuanku tadi yang dengan brutalnya menghajar habis-habisan wanita. "Cih, ga peduli tuh gue. Biarin aja sekalian mati aja dia." kataku tak suka begitu Alden mulai membahas kejadian tadi lagi.
"Udah." katanya begitu perban yang membalut tanganku sudah selesai ia ganti.
"Thanks."
Hening. Tak ada pembicaraan lagi. Pikiranku masih fokus pada kejadian tadi. Jika di ingat-ingat tadi aku seperti kerasukan roh jahat. Huft, untung wanita itu tidak mati.
"Maafin gue."
Mataku melirik sepintas kearah Alden yang menunduk. Hm? Maaf untuk apa?
"Maaf kenapa? Ada salah sama gue? Hm, keknya banyak deh kesalahan lu sama gue den." sambarku sebelum Alden benar-benar mengungkapkan maksudnya berkata seperti itu.
"Maaf karena gue, lu sama Emily ga aman."
Aku membuang napas kasar. Sepenuhnya bukan salah dia sih. Hanya saja Fans-fans Alden terlalu brutal. Aku sampai tak percaya ada fans seperti itu yang sangat terobsesi dengan Alden.
"Ga papa. Bukan kesalahan lu kok. Cuman keknya lu benar waktu itu. Kita seharusnya ga pernah ketemu."
Alden terdiam memandangku dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Walaupun pertemuan kita adalah kesalahan terbesar menurut lu. Tapi bagi gue, gue bersyukur atas pertemuan ini. Setidaknya gue mulai paham apa arti berjuang demi orang yang gue cintai."
Alden sama sekali tak melepas pandangannya dariku membuat jantungku sedikir berdebar-debar begitu ditatap sadalam itu. "Siapa orang yang lu cintai?"
Senyumanku mulai terukir. Weh, Alden ngapa penasaran banget sih, kan jantung gue jadi dugem gini.
"Emily." jawabku menahan tawaku.
Alden mangut-mangut namun terlihat menahan sesuatu.
"Dan lu."
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNERSHIT, I Love You!✔️
HumorCuman kisah ringan tentang seorang komikus dadakan dan partnershit-nya. Yang penasaran, cuss dibaca:) PARTNERSHIT, I LOVE YOU! by Febrianty Maria