Huftt,
Aku membuang napas kasar begitu melihat beberapa polisi yang sibuk mencatat sesuatu setelah memberi aku dan Alden berbagai macam pertanyaan. Aiss, cobaan apa lagi ini ya Tuhan.
"Kami akan mencoba mencari tau tentang anak ini. Jadi, untuk sementara bisakah anda berdua menjaga anak ini sampai kami menemukan orang tuanya?"
What? Jagain anak ini?
Kulihat Alden dan anak didalam keranjang ini secara bergantian. Bukannya ga mau yah, tapi kalian tau sendiri. Aku sama Alden aja tiap kali kelahi, beda pendapat terus bagaimana kami harus menjaga anak ini? Yang ada malah tiap hari kelahi terus.
Tapi, jika kami tidak membantu menjaga anak ini. Emmm, kasian anak ini. Masih kecil tapi sudah diterlantarkan orang tuanya. Arghh, aku harus bagaimana?
"Kami akan menjaganya,"
Bagai diserang desiran petir mataku melotot tajam pada Alden yang tiba-tiba memutuskan sebelah pihak tawaran tersebut.
"Baiklah. Kalau begitu kami permisi dulu, selamat siang!"
"Terima kasih dan selamat siang," ujarku lesu kemudian menghantar para polisi itu keluar rumah bersama Alden.
"Kalau ada apa-apa hubungi kami. Kami permisi dulu," pamit polisi polisi itu lalu pergi menggunakan mobil polisi mereka hingga mobil tersebut hilang dari pandangan kami.
Mereka sudah pulang! Ini saatnya,
Dengan kejamnya aku menarik Alden untuk masuk kedalam rumah kemudian menutup pintu itu bersiap menceramahi Alden panjang lebar.
"Atas dasar apa elu ngetujuin buat jaga tuh anak, hah?" tanyaku garang.
Tak ada perubahan ekspresi pada wajah Alden. Lelaki itu hanya diam sambil memasang wajah dingin.
"Astoge, gue berasa ngomong sama batu njirr. Aldenka Geansisco anaknya mak Ellen. Jujur yah, walaupun gue perempuan tapi gue sama sekali ga pernah ngejagain anak kecil. Bahkan berurusan sama anak kecil aja jarang. Dan ini, disuruh jaga anak bayi ini? Otak lu dimana sih? Yang ada tuh bayi mati dijaga kite berdua." jelaskku dengan napas memburu.
"Bisa ga teriak kan? Ga baik teriak didepan bayi!" Akhirnya Alden membuka suaranya. Kulihat bayi tersebut yang nampak tenang saja. Iya yah, ga baik teriak didepan bayi.
Aku mendengus kasar kemudian mulai mencoba memelankan suaraku. "Gini ya Alden. Kalau misalnya elu bisa ngejaga bayi, okedeh gue bakal bantu juga. Tapi kalau misalnya kita sama-sama ga bi-"
"Gua ga bisa jaga bayi."
Kretek kretekk
Sumpah. Ingin aku makan Alden hidup-hidup. Terus ngapa tadi ngiyain permintaan polisi-polisi itu Bambang? Keknya dia benaran niat mau bunuh si Bayi. Huaaa, dede bayi maapkan om ini yang terlalu pintar.
"Terus ngapa lu-"
"Tapi dengan ini gue bisa belajar buat ngejaga atau ngerawat bayi. Sebagai latihan jadi ayah yang baik,"
Hah! Sumineh! Kata-kata macam apa itu? Ingin sekali kutendang Alden karena mengeluarkan kata-kata bijak disituasi saat ini.
"Lu juga bisa latihan jadi ibu yang baik dengan cara ngerawat dan jaga anak ini. Jadi ga ada salahnya kan mencoba?"
Okey semakin hari kata-kata yang dikeluarkan Alden semakin banyak. Huftt, jadi? Apakah kami benar benar harus melatih diri kami dari sekarang? Dengan cari menjaga anak ini?
Berat untukku mempertimbangkan hal ini, tapi begitu melihat bayi malang ini mau tidak mau aku harus ikut menjaga bayi ini. "Yaudah deh iya. Tapi gue ga tanggung jawab yah kalau ada apa-apa sama nih bayi." ujarku pasrah kemudian mendekat pada keranjang bayi tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNERSHIT, I Love You!✔️
MizahCuman kisah ringan tentang seorang komikus dadakan dan partnershit-nya. Yang penasaran, cuss dibaca:) PARTNERSHIT, I LOVE YOU! by Febrianty Maria