"Aduh Mily jangan nakal!"
Tak hantam pala lu mil kalau ga diam! -batin ku kesal begitu menemani Mily yang sekarang mulai aktif merangkak.
"Hihihihi, mamamama."
Aku terdiam sebentar menatap Emily yang asik merangkak mengelilingi mainan-mainannya. Tawa bahagia yang keluar dari diri Emily membuatku tak tega untuk memarahinya lagi. Hadeuh ngapa nemu anak yang imut plus cantik kek gini sih? Jadi susah kan buat marahinnya.
Tetttt tettt
Anggap saja nada dering ponselku. Iya tau nada dering saia kek terompet abang abang es krim keliling.
"Hem?"
Setelah menerima panggilan telepon itu aku menunggu sebentar seseorang diujung sana mengeluarkan suaranya. Tapi kok lama banget yah? Ini yang nelpon siapa yang ngomong siapa sih?
"JULEHAAAAAA! HUAAAA HIKSSSS!!!"
Setan
Belum pernah nungguin seseorang yang nelpon duluan terus tiba-tiba teriak bikin telinga berdangdut ria kan? Cobain deh rasanya ah, bangsat!
"Bisa ga gausah teriak-teriak? Gue tutup nih telfonnya!" ancamku yang kesal karena Eka terus-terusan berteriak memanggil namaku sambil menangis.
"Gue, guee. Huaaaaa!"
Aku memutar bola mataku malas. Drama apalagi sih nih anak? Aku yakin sih kalau dia nelpon sambil nangis gini kalau bukan disuruh kawin sama ibunya berarti ketemu cogan.
Aneh kan? Ho'oh si Eka kalau ketemu cogan dia bakal nangis terharu. Kalau ga percaya ayo bertaruh.
"Gue nemu cogan. Hiksss, huaaa!"
Nah kan. Yang bilang dia bukan bahas cogan sini setor setor!!
"Cogannya ngajak kenalan jul. Huaaa, pertama kali dalam hidup gue ada cogan yang mau ajak kenalan sama gue. Biasanya kan ngajak kenalan sama elu. Huaaa, gue terharu..."
Sedikit memundurkan ponselku dari telinga aku berjalan menuju sofa untuk mendudukan badanku disana. Capek tau berdiri mulu.
"Jadi gimana? Udah dapat wa-nya?"
"Iya udah. Masa dia yang minta sendiri. Itu kan keajaiban. Huaa, gue terharu banget. Ternyata wajah gue ga buriq-buriq amat."
Yah ku akui sih. Eka memang tak buriq. Dia cantik, manis dan mandiri. Tidak sama sepertiku. Hanya saja aku lebih cantik:)
Ho'oh benaran aku lebih cantik. Setiap kali jalan pasti ada aja cogan yang minta nomor wa. Mangkanya dari itu si Eka merasa kalau dia itu buriq soalnya selama jalan sama aku ga pernah ada yang minta nomornya.
"Coba lu ceritain dari awal kejadiannya? Pas kalian ketemu terus kenalan." tanyaku berusaha membuatnya berbunga-bunga kembali mengingat kejadian pertemuan mereka.
"Jadi awalnya kan gue sama Axel ke cafe tuh. Nah tiba-tiba ada yang nabrak gue. Terus dia minta maaf. Pas liat wajahnya beuhh, serasa disurga gue. Ganteng banget sumpis. Nah setelah itu gue sama Axel duduk ngerjain tugas kantor kan. Eh tiba-tiba dia datang lagi minta kenalan. Terus minta ijin untuk duduk sama kita. Gegara itu gue jadi ga fokus ngerjain tugas kantor alhasil gue serahin kerjaan gue ke si Axel deh. Sampe Axel marah marahin gue ga jelas tau gak." jelas Eka panjang lebar membuatku hanya mangut mangut mengerti.
"Buset kek cerita wattpad."
"Lu baca wattpad juga?"
Aku menggelang walaupun tau si Eka tak akan melihatnya. "Kagak. Gue biasa dengar sepupu gue cerita-cerita wattpad mulu. Eh ternyata cerita yang sepupu gue pernah ceritain ke gue sama kek cerita elu."
"Iyakah? Judulnya ape?" tanya Eka antusias.
"Si bangsat dan kisah Cinta gajenya."
"Heh?"
"Ga deh. Gue ga tau. Lupa gue."
Setelah mengatakan itu kami berdua terdiam sebentar.
"Ah, lu tau ga si Dean ajakin gue dinner."
Dean? Oh pasti nama cogan yang diceritain sama Eka.
"Dean cogan yang minta nomor lu?"
"Ho'oh"
"Baguslah. Semoga berhasil pdkt nya."
"Uhh. Makasih. Tapi masa si Axel bilang gue ga boleh terlalu percaya sama orang baru sih? Katanya mereka cuman penasaran doang. Terus nanti bakal ninggalin. Tapi gue ga percaya Axel. Tuh anak emang ga suka aja kalau gue dekat-dekat sama cowok."
Emm. Perlu kalian ketahui Axel itu sangat tidka menyukai Eka dan cogan-cogannya. Setiap kali Eka bercerita tentang cogan-cogannya Axel dengan cepat akan mengganti topik pembicaraan kami. Pas kami tanya mengapa dia seperti itu, dia bilang dia ga suka bahas cogan. Merasa kalah saing dia.
"Bisa jadi sih omongan Axel benar. Bisa jadi juga si Axel cuman ngada-ngada aja. Kan tau sendiri tuh anak kan ga suka lu dekat sama cowok." jelasku.
Tit
"Emily mana?"
Aku menatap kesal pada Alden yang tiba-tiba merampas ponselku dan mematikan panggilan telepon Eka. Nih anak hobbynya bikin emosi deh. Ga sopan banget anjim.
"Tuh. Lagi main. Bisa ga sih ga usah rampas hp gue. Ga sopan tau ga?" ujarku mengambil kembali ponselku dari tangannya dan menabok kepalanya keras.
"Ga ada." ucap Alden dingin.
"Lah terus? Nanya gue?"
"Lu kan yang jagain dia."
"Yah mana kutehe. Tadi dia main-main disitu."
"Ga ada."
"Terus?
"Cari!"
Nih Alden seram amat dah.
Segera ku bangun dari tempatku dan mulai berjalan menuju tempat Emily bermain tadi.
"Ini disini." kataku yang mulai takut dengan aura yang dimiliki Alden. Dingin dan mematikan."Ga ada."
Aku terperenjat kaget begitu menyadari Emily sudah tidak ada ditempatnya lagi.
Hah? Bukannya?
"Tadi disini!"
"Da sekarang ga ada."
O'ow, Emily hilang bangsat!
Dengan kecepatan penuh aku berlari keluar rumah memastikan ia tidak merangkak ke jalan raya.
Mencari disekitar halaman hingga jalan Raya pun Emily tak terlihat. Ingin sekali aku menjambak rambutku karena lalai menjaga Emily. Tapi mengingat perawatan rambut mahal kuurungan niatku itu.
Tak terlihat di luar rumah aku pun kembali masuk kerumah dan mendapati Alden yang tengah menatapku dengan aura mematikan.
"Asik banget yah telfonannya? Sampe ga sadar kalau Emily udah kek es krim di dalam kulkas."
Ha? Wait? Es krim? Kulkas?
Aku melihat kesamping Alden. Ah Kulkas yang sedang terbuka. Memangnya kenapa?
"Astaga Emily!"
***
Emily bi laik : Bunda Julia aku mau masuk ke kulkas biar sama dinginnya kek Appa Alden:)
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNERSHIT, I Love You!✔️
MizahCuman kisah ringan tentang seorang komikus dadakan dan partnershit-nya. Yang penasaran, cuss dibaca:) PARTNERSHIT, I LOVE YOU! by Febrianty Maria