28

544 63 3
                                    

"Jangan lupa beli sawi."

Huft. Mataku memutar dengan malas. Eka banyak bacot hari ini. Mentang-mentang ingin belajar masak, perintahin gue seenaknya.

"Iye, iye." jawabku malas sambil memakai sendal didepan pintu.

"Ngemeng-ngemeng tolong jagain si Emily yeh. Jangan ajarin anak gue sembarangan."

"Udah dijagain sama pak Alden kok."

He? Tubuhku beku sesaat. Kepalaku refleks memandang mbak Dewi yang sedang tersenyum. Senyumannya lebih kek senyum menggoda.

"Yang benar mbak?" tanyaku memastikan dan langsung dijawab anggukan kepala dari mbak Dewi. Waitt, sepertinya aku harus masuk kembali dan melihat kejadian Indah ini.

Baru satu kakiku melepas sendal, Eka lebih dulu menutup pintu membuatku sedikit terperenjat kaget karena suara pintunya.

"Beliin dulu sayurannya!"

Aisss, Eka ini ngeselin sekali.

Kalau begini jalan satu-satunya adalah mendobrak pintu utama ini. Ayo, Juleha tunjukan kekuatan...

"Jangan dobrak pintunya. Gue laporin Alden lu yeh."

Setan!

***

Hoshh,

Jantungku memburu dengan cepat saking gregetnya dan sakit capeknya berlari dengan kecepatan tinggi. Huaaaa, akhirnya ketemu juga abang tukang sayurnya.

Gila yah. Bayangin aja lagi greget liat momen si Emily sama Alden, malah disuruh beli sayur dulu. Mana, tadi sayurnya ga mangkal didekat rumah lagi. Jadinya aku harus berlari mencari abang tukang sayur ini keliling desa. Si Eka emang kurang ajar.

"Bang! Beli tomat, sawi, cabe sama terong dong. Semuanya dua rebu kan?" ujarku begitu berhasil melewati kerumunan emak-emak lagi ngegosip sambil beli sayuran.

"Aduh neng Julia ini ada-ada aja deh. Mana ada segitu harganya. Cabe aja sekilo ga ada yang harganya dua rebu neng."

Hm, iyakah?

"Yaudah yang tadi saya sebutin berapa semuanya?" tanyaku pada tukang sayur tersebut yang sudah selesai membungkus semua pesananku. Cekatan sekali yah abang-abang sayur ini.

"Seratus rebu neng."

"Heh?"

Sang tukang sayur tertawa diikuti dengan tawa emak-emak. Aiss, mereka menjahiliku.

"Harganya cuman dua puluh lima rebu aja neng." jujur sang tukang sayur.

Baiklah, tidak terlalu mahal.

Setelah menyodorkan dua lembar uang yaitu sepuluh ribu dan juga dua puluh ribu kemudian menerima kembaliannya. Badanku langsung berbalik berniat lari secepat mungkin ke rumah. Namun sayangnya, niatku dihentikan oleh perkataan seorang emak.

"Mbak julia sama dek Alden udah baikan yah?"

Hey? Tau darimana mereka?

Badanku otomatis memutar 180°. Belanjaan yang ada didalam kantong plastik kutaruh diatas pundaku layaknya seperti preman mau mukul orang.

"Kok ibu-ibu pada tau sih?"

Emak-emak tersebut tertawa cekikikan lalu dengan santainya emak yang disebelahku menghantam pundakku hingga aku terpental sedikit kesamping. Oh my lordd. Badanku bukan alat tinju buk.

"Ga usah malu-malu deh mbak. Apa sih yang ga kita tau. Ye ga?" ujar emak yang memukul ku tadi sambil cekikikan pada emak-emak lainnya.

Eh. Sebentar.

PARTNERSHIT, I Love You!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang