24. Amarah

21 1 3
                                    

Pagi ini SMA Pelita Harapan dibuat heboh dengan kejadian Jagat berkelahi dengan Saka.

Pita yang dari kantin tampak terburu-buru memasuki kelas.

"Lav, itu itu,"

Lavani mengernyit, "itu apaan Pit? Gajelas."

"Tadi kan gue ke kantin, terus gue syok lihat Jagat sama Saka berantem di lapangan."

Mendengar nama Jagat, entah kenapa Lavani langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung menuju tempat kejadian.

Benar saja, Jagat dan Saka melayangkan tatapan tajam.

Bugh

"BRENGSEK!"

Saka melayangkan pukulannya pada Jagat. Amarah Saka sudah di ubun-ubun. Ia benci Jagat. Setelah tahu kenyataan bahwa Lavani hanya dijadikan pacar pura-pura.

"Anjing! Kalo ada apa-apa ngomong. Gue gak tahu salah gue disini apa!" Jagat yang juga sudah terpancing emosinya berteriak kencang pada Saka.

"JAGAT! SAKA! KE RUANGAN SAYA SEKARANG!" ucap Pak Beben selaku guru Wakil Kesiswaan.

Dengan muka dingin keduanya hanya mampu pasrah dan mengikuti perintah.

* * *

"Aw...pelan dikit."

"Salah sendiri ngapain berantem? Gak bisa di selesain baik-baik? Sekarang tahu kan akibatnya? Udah jelek tambah jelek tuh muka," Lavani mengomel seperti emak yang sedang memarahi anaknya.

Jagat terkekeh, "bawel banget pacar aku."

Lavani membelalakkan matanya, dan sedikit menekan luka pada wajah Jagat.

"Sakit! Aw... aelah."

"Diem makanya! Banyak bacot sih dari tadi."

"Galak bener tuan puteri," Jagat tersenyum. Entah kenapa perasaan hangat menjalar begitu saja melihat Lavani dengan jarak dekat yang sedang mengobati lukanya. 

"Udah. Gue balik ke kelas." Belum sempat Lavani melangkah tangannya sudah ditarik Jagat. Jarak wajah keduanya hanya satu jengkal, membuat jantung keduanya berdegup kencang.

"Kalsium, Nitrogen, Titanium, Kalium."

Entah kenapa pikiran Lavani tiba-tiba blank saat berada dihadapan Jagat. 

"A-pa," katanya gugup.

"CaNTiK," dengan senyum manis dan mengusap pelan pucuk kepala Lavani, Jagat mampu membuat pipi Lavani bersemu.

Lavani mengerjap lalu menarik paksa tangannya, "apaansi."

"Itu kenapa pipinya? Alergi ditatap cowok ganteng kayak gue?" 

Lavani mendengus, "iya! Alergi dengan apapun yang berhubungan dengan lo."

"Disini aja, temanin gue," Jagat menarik tangan Lavani dan dipegang erat. Membuat Lavani tidak bisa kemana-mana.

"Jagat! Ntar gue dimarahin Bu Eni," keluhnya sembari menarik tangannya yang di peluk Jagat. Namun, usahanya nihil bukannya lepas malah Jagat mendekapnya semakin erat.

"Bolos sekali gak bikin lo turun kelas," dengan santai Jagat mengucap dan memejamkan matanya.

Lavani memutar bola mata malas. Bisa-bisanya ia menerima permintaan Jagat. Ia juga tidak mengerti pada dirinya sendiri. Mengapa ia dengan mudah mengiyakan perintah Jagat? Ah entahlah.

Hai Lava! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang