Lavani duduk merenung di taman belakang Panti Asuhan Cinta Kasih. Skenario Tuhan memang tidak bisa ditebak. Semua perkataan Ibu Cahaya bergerilya dipikirannya.
Akhirnya dia tahu mengapa Oma memperlakukannya beda dengan sepupu yang lain. Ternyata ia bukan anak kandung dari pewaris tahta, Papanya. Walaupun ada sedikit rasa tidak terima, karena takdir seperti bermain-main dengannya. Namun, ia bersyukur bisa bertemu dengan Bunda, Papa, Mang Ujang, Mbok Iyem, Jagat, Pita dan orang baik yang mengisi hari-harinya.
"Em, hai."
Lavani mendongak, Saka yang langsung duduk disampingnya.
"Hai, bang? kak?" Lavani bingung harus memanggilnya apa. Jujur, mengetahui fakta bahwa Saka ialah abang kandungnya, sedikit tidak percaya.
Saka tak menjawab, merengkuh tubuh Lavani dan memeluknya. Ia rindu Ava kecilnya.
"Aka rindu Ava."
Lirih itulah yang didengar Lavani. Berada dipelukan Saka begitu menghangatkan dan menenangkan.
"Kenapa ga bilang dari awal kalo lo abang gue?" tanya Lavani, usai merenggangkan pelukannya.
"Ga segampang itu, Ava. Gue takut lo kenapa-napa karena dengan tiba-tiba ngaku gue abang lo." Saka mengelus rambut panjang Lavani sayang.
"Gue dulu manggil lo Aka?"
Saka mengangguk, tersenyum seperti mengingat sesuatu. "Dulu Ava kecil bilang gini 'Ava panggil abang Aka aja, singkatan dari Abang Saka', itu waktu umur 5 tahun, Baru-baru belajar baca."
Lavani tersenyum, sayangnya ia tak mengingat itu semua.
"Terlihat menyenangkan, tapi maaf gue ga ingat itu."
"Gapapa, gue gak pernah maksa buat lo ingat. Lo tahu semuanya aja udah buat gue senang. Karena gue bakal akhiri sekolah, dan fokus ke perusahaan Papa Mama dulu."
Mata Lavani membulat, "jadi lo cuma sandiwara?"
Saka mengangguk, "biar bisa jagain lo. "
Hati Lavani menghangat mendengarnya.
"Pantes aja lo gak dingin ke gue, seperti yang dikatain sama Saka lovers."
Saka terkekeh, "Saka Lovers, alay banget pakek lovers lovers segala."
"Dih, kasian banget yang jadi fans nya Aka, dikatain alay."
"Yang boleh fans sama Aka cuma Ava, dan itu harus."
"Gamau, wle." Lavani menjulurkan lidahnya berniat membuat Saka kesal.
Saka bergerak cepat dan memiting Lavani hingga gadis itu tidak bergerak.
"Curang banget pakek adu kekuatan."
"Biarin."
"Ga temen Aka."
Saka mencubit hidung Lavani gemas, "ngambekannya gak pernah berubah."
"Aka lepasin, bau ketek."
"Enak aja, gue tu selalu wangi." Bukannya melepaskan, Saka semakin mengeratkan dan segera menggelitik Lavani, membuat gadis itu menggeliat tak tentu arah.
"Gue ngambek benaran, lepasin gak!"
Avanya tak pernah berubah, galak dan ngambekan.
"Iya kanjeng ndoro ratu Ailava Prameswari." Saka menangkup kan tangannya di depan dada.
Lavani menggelengkan kepalanya heran melihat Saka yang jauh berbeda seperti yang ia jumpai di sekolah.
"Gue mau ajak lo ke suatu tempat."
Lavani mengernyitkan dahinya, "kemana?"
"Ada deh, ikut aja pokoknya." Saka menarik lengan Lavani menuju bagian depan Panti Asuhan yang sudah ada mobil Saka disana.
Sejak umurnya 17 tahun ia sudah diamanahi untuk meneruskan perusahaan Papa nya, dan uang yang ditabung kedua orang tuanya ia pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Ia juga menjadi salah satu donatur tetap di Panti Asuhan Cinta Kasih.
"Wihh, mobil baru nih kayaknya."
Saka terkekeh, "dan lo orang pertama yang ada di kursi samping gue."
Lavani bersemu, aih kenapa tidak dari lama saja ia tahu semuanya. Punya abang ternyata seru banget.
Karena merasa bosan di perjalanan, Saka menghidupkan lagu di audio mobilnya.
🎶
Kita berlari dan teruskan bernyanyi
Kita buka lebar pelukan mentari
Bila ku terjatuh nanti kau siap mengangkat aku lebih tinggiLavani mengambil alih botol minum seolah menjadikannya mic.
Saka tersenyum manis melihat adiknya yang terlihat sangat bahagia.
Seperti pedih yang telah kita bagi
Layaknya luka yang telah terobati
Bila kita jatuh nanti kita siap tuk melompat lebih tinggiBersama kita bagai hutan dan hujan
Aku ada karna engkau telah tercipta"Yooo, tu, wa, ga, pat."
Kupetik bintang untuk kau simpan
Cahayanya tenang berikan kau perlindungan
Sebagai pengingat teman
Juga sbagai jawaban
Semua tantangan"Sheila on 7 memang selalu di hati ya."
Lavani mengangguk, ia terlihat ngos ngos an karena terlalu semangat dan penuh effort menyanyi lagu tadi.
🌻🌻🌻
Setelah sekitar 45 menit di perjalanan, mobil saka kini berhenti di sebuah tanah lapang yang berjejer gundukan tanah serta baru nisan sebagai tanda pengenal.
"Yuk." Ajak Saka pada Lavani yang sedari tadi diam saja.
'Ranggana Aryeswara Bin Arief Aryeswara'
'Raina Binti Hanif'
Dua nisan yang berdampingan, dengan hari wafat yang sama.
"Assalamu'alaikum Ma, Pa. Abang tepatin janji bawa Ava kesini. Ava tetap ngambekan dan galak kayak papa, ma." Tutur Saka diakhiri kekehan menyedihkan.
Lavani sedih karena ia benar-benar tidak ingat satu pun momen bersama kedua orang tuanya maupun Saka.
Perlahan bulir bening dari mata cantiknya turun ke pipi. Bahunya bergetar sembari memegang nisan mamanya. Pasti dulu Ava kecil sangat bahagia ditengah keluarga hangat mereka.
Saka menarik Lavani dalam pekukannya, mengelus rambut gadis itu lembut.
"Kita do'ain mereka, InsyaAllah kita pasti kumpul lagi di surga," kata Saka menenangkan.
"Ma, Pa, aku Ava kecil kalian. Maaf banget sampai sekarang Ava belum ingat. Terima kasih untuk segala hal bahagia yang kalian usahain buat Ava dan Aka.
Saka mengelus bahu Lavani pelan, "gausah dipaksain buat ingat ya."
Di tengah lamunan Lavani, ia mengingat semua yang terjadi padanya hari ini. Campur aduk.
Ia tidak pernah mengira bahwa Ia dan Saka mempunyai sifat yang absurd. Padahal di sekolah keduanya sama-sama terlihat biasa saja bahkan image nya baik.
Lavani senang karena ia bisa jadi diri sendiri di depan Saka, begitupun sebaliknya.
"Makasih ya, Ka. Ava sayang Aka."
~
See you next part!Ambil baiknya buang buruknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Lava!
Teen FictionTentang sepasang remaja yang terjebak dalam kesepakatan mereka sendiri. ~ Selamat membaca, semoga hari kamu menyenangkan:) Cover by : @bingkaikertas