22. Pacar Pura-pura

34 3 4
                                    

Gadis itu menatap jendela kamar. Menyaksikan mentari yang kian timbul. Senyum manis terukir diwajahnya. Ia hirup udara segar lalu menghembuskannya secara perlahan.

Lama ia memandangi, kini mentari sudah sepenuhnya timbul. Ia menyampirkan tas army-nya lalu turun ke bawah.

"Lav, ada teman mu di depan," kata Anya sembari menyajikan nasi goreng di meja makan.

Lavani mengerutkan dahinya, "siapa, Bun?"

"Itu loh yang kemarin."

Lavani semakin heran dengan anak itu. Apakah ada musuh yang menjemput musuhnya?

"Kenapa jadi melamun hem? Suruh masuk Jagat nya, kita sarapan bareng."

Dengan langkah malas Lavani menuju teras rumahnya.

"Bunda nyuruh masuk."

Jagat tersenyum jahil, "Bunda atau anaknya?"

Lavani menatap Jagat kesal, "masuk atau gue kunciin sekalian. Lagian siapa yang nyuruh lo datang buat jemput gue hah?"

"Sifat Bunda yang lemah lembut kenapa ga nurun ke Lo? Tapi, makin galak gini gue makin suka."

"Lav, cepat sini bawa temannya masuk!" teriak Sarah yang masih terdengar lembut di telinga keduanya.

Lavani langsung masuk ke dalam, diikuti Jagat di belakangnya.

"Pagi Tante," sapa Jagat.

"Yang bilang malam siapa, cih sok manis banget," gumam Lavani. Tidak terdengar jelas di telinga Jagat dan Sarah.

"Sini sarapan bareng, Gat."

Jagat tersenyum mengangguk, "makasih loh Tan, kebetulan Jagat belum sarapan."

Lavani menggeram di kursinya.

Kini hanya ada bunyi dentingan sendok, semua fokus dengan makanannya sendiri.

Lavani selesai duluan dan menaruh piring di wastafel. Lalu, ia meminum susu yang baru ia tuangkan.

"Makasih banyak Tante, nasi gorengnya enak."

"Seharusnya Tante yang makasih udah mau jemput Lavani."

"Lav gak minta dijemput, Bun. Dianya aja yang kurang kerjaan," ketus Lavani.

Sarah tersenyum, "sudah, cepat berangkat nanti telat loh."

Lavani menyalimi tangan Sarah dan mencium pipi Bundanya. Diikuti Jagat yang seraya berpamitan kepada Sarah.

"Besok-besok gak usah jemput!" ucap Lavani sembari menaiki motor Jagat.

"Gak ada peraturannya, dilarang menjemput Lavani. Jadi tetap gue lakuin."

"Kenapa sih? Lo aneh," teriak Lavani.

"Gue juga gak tahu gue kenapa. Yang jelas ini semua diluar kendali, Lav," Jagat menatap serius ke depan. Bukan tanpa alasan ia menjemput Lavani, itu semua dorongan dari dalam dirinya.

Lavani membeku, ia memilih diam. Tak mau memperkeruh suasana. Menatap jalanan yang mulai di penuhi banyak kendaraan.

Lama di perjalanan, kini mereka sampai. Lavani menghela nafas lega. Akhirnya ia akan segera menjauh dari pandangan Jagat. Baru saja Lavani melangkah,

"Ikut gue!" Jagat menarik tangannya dan membawanya lari ke balkon sekolah.

Lavani mengatur nafasnya yang masih tersengal. Kenapa harus lari? Toh ini juga masih pagi, jadi tak perlu khawatir bunyi bel masuk. Jagat memang senang mengerjainya, pikir Lavani.

"Sesak nafas gue, bodoh!"

"Ternyata tuan puteri gue pandai mengumpat juga ya?"

Lavani tersadar, ah apa yang ia ucap barusan? Bodoh? Bahkan peringkatnya masih dibawah Jagat. Bisa-bisanya mulutnya lepas kendali.

"Ngapain Lo bawa gue kesini?"

Jagat tersenyum, "gue ada penawaran menarik untuk Lo."

Lavani tampak berpikir, "bicara yang jelas, jangan buang-buang waktu!"

Jagat memasang senyum menyebalkan, "gue akan berikan Lo peluang untuk jadi juara 1. Tapi ada syaratnya."

Lavani menatap dalam Jagat, "apa?"

"Lo harus jadi pacar pura-pura gue!"

"GILA!" pekik Lavani sedikit keras.

"Bukannya Lo ingin ke kampus impian? Ini gue buka jalan untuk Lo."

Lavani tampak menimbang, "kenapa harus jadi pacar pura-pura?"

Jagat terkekeh, "kalo Lo maunya benaran sih gaskeun."

Lavani membuang muka, lelucon macam apa ini? Disaat serius saja Jagat dengan mudah melontarkan omong kosong yang menjijikkan bagi Lavani.

"Alasan kenapa gue harus jadi pacar pura-pura? Serius!"

Jagat menatap lurus gedung-gedung tinggi yang nampak kecil jika dilihat dari balkon sekolah ini.

"Mami mau jodohin gue dengan gadis pilihan Papi. Gue gak bisa nolak karena itu wasiat. Tapi, gue bisa menunda perjodohan itu dengan alasan memiliki pacar. Dan Mami ingin segera menemui pacar gue. Masalahnya gue aja gak punya pacar."

Lavani terkekeh, "ganteng doang tapi gak ada yang mau."

"Berlian gini gak sembarang orang yang dapat milikin."

Lavani berdecih, lalu ia kembali memikirkan penawaran dari Jagat.
Kepalanya penuh dengan khayalan bila ia bisa kuliah di Oxford University. Belum lagi Oma yang selalu meremehkannya.

"Gue gak mau karena sama aja ini curang."

Jagat menoleh, "gue gak ngasi Lo secara cuma-cuma. Jika Lo terima, gue bersedia jadi guru privat Lo."

Lavani dilema dibuatnya. Ia juga ingin, tapi haruskah dengan cara ini?
Les privat dengan saingan sendiri? Ah seperti tidak masuk akal.

"Oke, gue terima. Tapi, gue gak mau ada seorang pun yang tahu."

"Untuk itu gue gak bisa jamin. Tapi kita usahain menutupinya dengan serapat mungkin. Deal?" Jagat memberikan tangannya

"Deal," Lavani menjabat tangan Jagat.

Jagat melirik arlojinya, "ayo ke kelas, bentar lagi bel."

"Gak usah pegang! Gue bisa jalan sendiri," Lavani menarik tangannya yang digenggam Jagat barusan.

Deg

"Dia itu pacar pura-pura Gat. Ingat! pacar pura-pura!" Batin Jagat

Jagat dan Lavani sampai di kelasnya, dengan Lavani yang lebih dulu masuk, diikuti Jagat di belakangnya. Namun saat Lavani ingin ke bangkunya, Jagat menahan tangannya. Lalu berbisik,

"Semangat belajar pacar pura-pura."

Sekujur tubuh Lavani seolah kaku. Bulu kuduknya meremang. Deru nafas Jagat masih teringat jelas hingga sekarang. Ia cepat-cepat menuju bangkunya.

Pita menelisik Lavani curiga, "Lo berangkat bareng Jagat, lagi?"

Lavani mengangguk memberi jawaban.

Pita berdecak, "emang kurang kerjaan tuh anak. Ntar kalo pembantu gue cuti, gue suruh Jagat aja yang gantiin."

Lavani terkekeh, "ada-ada aja Lo."

Tiara mendengar jelas perkataan dua orang yang sudah ia anggap sahabat itu. Karena dia berada persis di belakang bangku Pita. Walaupun hatinya sakit, tapi ia tak punya hak untuk marah. Cinta tak bisa dipaksakan bukan?

~
Tekan bintang dong
See you next part sayang

Ambil baiknya buang buruknya.

Jan 1 21

Hai Lava! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang