28. Terbongkar

7 2 0
                                    

Lavani mengendap keluar kamar. Ia mendengar suara keributan dari arah ruang keluarga. Pagi-pagi buta begini sudah mengganggu ketentraman saja.

"Ibu tetap gak setuju dengan perjodohan Lavani dan anak konglomerat itu."

"Bu, perjodohan ini adalah perjanjian yang harus aku tepati."

"Seharusnya yang dijodohin itu Anggi bukan Lavani."

Gandi menarik nafasnya dalam, berharap emosi nya mereda.

"Ini perjanjian aku, Bu. Tentunya Lavani anak aku yang dijodohin kenapa jadi Anggi?"

"Gandi, perusahaan kamu itu juga jerih payah Papamu dulu. Jangan sombong seolah itu punya mu. Dan, Lavani itu anak yang kamu pungut di panti asuhan kalo kamu lupa."

"CUKUP BU!"

Air mata Lavani menetes tepat saat Gandhi membentak Oma-nya.

"Kejutan apa lagi ini, ya Tuhan." Batin Lavani.

"Berani kamu bentak Ibu?! Semenjak menikah dengan Sarah, kamu banyak berubah."

Sarah hanya diam membisu mendengar perdebatan suami dan mertuanya.

"Kenapa Ibu gak pernah dukung satupun yang aku pilih dalam hidup aku?"

"Karena kamu selalu menentang mama, Gandi. IBU dari dulu gak pernah setuju kamu menikah dengan Sarah. Dia itu perempuan yang gak bisa memberi kamu keturunan. Sampai-sampai kamu harus memungut anak itu di panti asuhan."

"BU! DIA PERNAH MENGANDUNG ANAKKU, TAPI AKU YANG TIDAK BECUS MENJAGANYA."

"Salahkan saja dirimu, kamu memang keras kepala persis seperti papamu." Lalu, dengan mudahnya Rose meninggalkan anak dan menantunya. Ia langsung keluar dari rumah megah itu dan kembali ke rumahnya.

Bahu Sarah dan Lavani bergetar menahan isak tangis namun di tempat yang berbeda.

"Mas, ma-afin aku."

Gandi memeluk Sarah dan mengelus punggung wanitanya penuh kasih. Sarah adalah wanita kuat, yang tidak pernah membalas apapun perlakuan Ibunya.

"Sayang, seharusnya Mas yang minta maaf. Terima kasih sudah mau bertahan sampai saat ini. Lavani tetap anak kita, walau ia bukan terlahir dari dalam rahim kamu. Tenang, ya."

Sarah menumpahkan segala kesedihannya di dada bidang milik Gandi.

Keadaan Lavani saat ini sangat kacau.
Anak pungut? Panti asuhan? Kenapa dia gak ingat semua itu?. Apa ia diadopsi dari bayi. Ah, rasanya kepalanya mau pecah sekarang.

"Gue harus cari tahu siapa gue sebenarnya."

* * *

Jagat
lav
syg

Lavani yang sekarang dalam keadaan tidak baik-baik saja hanya mengabaikan pesan itu.

Sekitar pukul 1 siang ia turun ke bawah. Perutnya terasa lapar, ia sengaja menghindari kedua orang tuanya. Sarah pasti sedang memantau butik, Gandhi sibuk dengan berbagai dokumen. Jadi, sudah dipastikan hanya ada Lavani dan Bi Surti saja di rumah.

"Non, kenapa baru turun? Mbok cariin dari tadi. Belum makan kan?"

Lavani hanya menampilkan cengiran khasnya. Di memang belum makan nasi, hanya makan beberapa Snack yang ia stok di kamar saja pagi tadi.

"Lav, tadi udah nyemil jadi masih kenyang."

"Yaudah nanti dimakan nasinya ya, Non. Mbok ke dapur dulu." Lavani mengangguk mengiyakan.

Hai Lava! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang