🍒🍒🍒
"Nathan, anak XII Ipa 1 jatuh. Tangan sama kakinya patah!"
Seruan dari salah satu siswa itu menggemparkan seisi kantin. Tidak terkecuali Nala dan Alana yang kontan mematung.
Nala langsung berdiri dan berlari menyusul Nathan. Matanya mulai merah dan rasa takut menyelimuti. Di susul oleh Alana yang ikut berlari di belakangnya, kini Nala melihat Nathan sudah ditandu menuju UKS sekolah.
Nala meraih ponsel dari saku bajunya, lalu menghubungi Angga. Menunggu hingga dering tunggu sebanyak 3 kali, pria itu pun menjawab panggilan.
"Halo, Sayang. Tumben kam-"
"Papa, ambulans suruh ke sekolah Nala. Nathan jatuh tangan sama kakinya patah."
Suara sahutan Angga bahkan tidak sempat Nala dengar. Papanya itu menutup telepon segera, dan tanpa banyak pikir, Nala langsung berlari menuju UKS.
"Kamu sudah panggil ambulans?" ujar salah satu guru honorer yang ada di sana.
"Sudah Bu. Tapi katanya mereka sampai dalam waktu setengah jam."
"Setengah jam? Lo nelpon ambulans mana emangnya?" Nala langsung berjalan mendekat.
"Rumah Sakit Sejahtera."
"Batalin. Gue udah manggil ambulans rumah sakit Medica."
Mendengar nama rumah sakit elit yang disebut oleh Nala, Bu Ambar yang juga ada di sana langsung merespon. "Biarkan ambulans RS Sejahtera yang-"
"Nal, bokap lo!" seru Alana yang membuat semua orang dalam UKS itu menoleh kea rah pintu.
Nala keluar untuk menyusul Papanya, dan benar saja, masih dengan jubah putihnya, Angga menghampiri Nala yang langsung menangis sambil menarik tangannya untuk ikut ke UKS.
Tidak banyak kata, Nathan yang sedari tadi meringis karena sakit kini diangkat oleh beberapa perawat untuk di antar dengan ambulans RS Medica.
Nala memaksa untuk ikut, ia bahkan merengek pada Papanya. Tapi, Angga berusaha membuat putrinya itu tenang dengan menasihatinya.
"Nala ikut."
"Nggak usah. Nathan langsung ditangani, kamu jangan khawatir. Selesaikan dulu sekolahnya, nanti kalau pulang, langsung ke rumah sakit."
"Enggak mau. Nala ikut." Gadis itu masih merengek sambil menangis. Ia bahkan tidak sadar jika semua murid sedang menatapnya menangis di hadapan seorang dokter.
Atas bujukan dan juga paksaan Angga, akhirnya Nala mau tinggal. Ia membiarkan ambulans itu membawa Kakak 15 menitnya melaju melewati gerbang besar sekolah.
Setelah mobil putih itu menghilang dari pandangan, semua murid diminta untuk bubar dan kembali ke kelas masing-masing, begitupun dengan Nala yang masih menangis dituntun oleh Alana.