🍒🍒🍒
Party sederhana Keenan berlangsung hingga jam 9 malam. Setelah Keenan bersikeras menghentikan permainan truth or dare yang baru berlangsung beberapa menit, akhirnya mereka memutuskan untuk tidak bermain apapun, melainkan hanya berbincang ringan sambil makan.
Fabian kini bertinggah canggung terhadap Nala, begitupun dengan gadis itu. Fabian merasa jika ia bertindak terlalu ceroboh, sedangkan Nala sendiri, cukup terkejut dengan aksi terang-terangan Fabian.
Ketidaknyamanan Fabian semakin bertambah ketika ia diminta untuk pulang cepat, sementara Nala masih dicegat oleh Keenan untuk pulang.
"Nal, gue sudah harus pulang, ayo kita balik."
Nala mengangguk dan bersiap hendak berdiri. Namun, belum sempat gadis itu mengangkat tubuhnya, Keenan langsung menarik pelan lengannya hingga Nala terduduk. "Lo bisa pulang duluan, Fab," ujar Keenan.
Nala tentu menoleh dengan kening mengernyit. "Loh, dia kan datangnya sama gue."
"Lo ntar biar gue yang antar pulang."
Nala semakin bingung. Fabian hendak menyahut, tapi Nala lebih dulu berkata, "Duluan aja, Fab, enggak papa. Gue nanti balik bareng mereka."
"Tapi, Nal-"
"Nala sama gue. Lo enggak perlu khawatir." Keenan sudah mengeluarkan suara berat dan ekspresi datarnya. Bahkan Jessica, Fano serta Gio sempat saing lirik.
Nala merasakan genggaman Keenan sangat erat di pergelangan tangannya. Pria itu bahkan melarangnya beranjak dari tempat duduk saat ia hendak melepas kepulangan Fabian.
Saat Fabian sudah keluar dari apartemen Keenan. Nala merasa harus mengirimkan pesan singkat pada pria itu sebagai bentuk kekhawatiran dan tidak enaknya. Tapi, lagi-lagi aksinya itu ditangkap basah oleh Keenan.
"Chat siapa?"
Nala terperanjat kaget. "Fabian," sahutnya jujur.
"Ngapain di chat, dia lagi nyetir."
"Just say thanks and good night, nggak boleh emangnya?"
"Apa kalo gue bilang nggak boleh, lo bakal batalin chat lo ke dia?" pertanyaan Keenan ternyata tidak hanya berhasil mengejutkan Nala, tapi juga Jessica, Fano dan Gio.
Nala terdiam sejenak, tapi seperti biasa, ia tidak mudah patuh pada seseorang yang menurutnya tidak harus ia turuti selalu, contohnya Keenan. Jarinya dengan santai menekan tanda kirim, bahkan persis di depan Keenan.
Hal itu jelas membuat raut wajah Keenan dingin seketika. Bahkan semua yang ada di sana bisa dengan jelas mendengar dengusan pria itu.
Jam kini berjalan dengan cepat, tanpa terasa sudah menunjukkan pukul 10 malam. Nala mulai diteror oleh Angga, ketika panggilan terakhir disahut oleh Keenan, Angga pun tidak lagi merasa khawatir.