Belum sempat aku edit:'(
"Nay, sebentar lagi kita sampai di tempat yang mau aku tuju. Kamu ingin beli sesuatu dulu, tidak?" ucap Damara sedikit berteriak melawa bising suara angin dan kendaraan.
"Hah? Apa, Dam? Aku nggak dengar," jawabnya.
Sang laki-laki yang sedang mengendarai motor itu mengembuskan napas panjang, lalu berkata, "Kita sudah mau sampai. Mau beli sesuatu dulu tidak?"
"Beli apa?"
"Camilan, semisal? Kita akan banyak berjalan di sana. Aku tidak mau kamu merasa bosan."
"Kamu mau bikin aku gendut? Kita kan baru aja makan, tadi," kata Naya malas.
"Kalau tidak mau yang tidak apa-apa."
"Tapi aku mau."
Damara menggelengkan kepalanya, heran, "Ya sudah."
Sebelum Damara dan Naya Sampai di tempat tujuan, sepasang manusia itu berhenti pada sebuah mini market yang ada di sana.
"Nay, apa kamu masih marah padaku?" tanya Damara di sela-sela Naya yang sedang sibuk memilih camilan.
"Marah soal apa?"
"Marah soal aku yang tidak peka."
"Oh, lupakan. Itu cuma rahasia yang boleh diketahui olehku dan Tuhan."
"Kalau kamu masih marah, aku ingin memberimu ini." Kemudian, Damara memberikan satu corong eskrim rasa cokelat dan vanila kepada Naya. Gadis itu sempat terkejut. Namun, ia langsung tersenyum.
"Ya ampun, Damara. Kamu beneran masih kepikiran?"
"Ya."
Naya tertawa kecil ketika dengan mudahnya Damara jujur kepada dirinya. Ia pikir, laki-laki itu benar-benar lugu dan aneh.
"Padahal itu bukan salah kamu. Itu cuma hatiku saja yang meresahkan."
"Meresahkan?"
"Iya. Meresahkan."
"Meresahkan gimana?"
"Udahlah. Kamu nggak usah tahu." Naya tersenyum. "Yang penting, eskrim itu tetap buatku, 'kan?"
"Ah, iya. Aku rasa, kamu orang yang suka makanan manis."
"Semua makan enak dan asalkan itu halal aku suka, kok. Aku nggak akan pernah nolak kalau kamu mau ngasih aku makanan. Makanya kamu ngajakin aku beli camilan, aku mau."
"Tidak takut gendut?"
"Ya ... t-takut, sih," ujar gadis itu sembari membuang arah pandangnya, "tapi, ya sudahlah, Dam. Bayarin, ya. Soalnya aku udah selesai."
"Sialan."
Satu keranjang penuh, Damara bawa menghadapi kasir untuk ia pinang dengan maskawin uang tunai secukupnya meskipun ada sedikit kembalian. Melihat suasana hati Naya yang sudah kembali membaik, kepalanya diisi oleh pemahaman baru sebelum ia melanjutkan perjalanannya. Bahwa menurutnya, isi hati wanita itu lebih menyebalkan daripada rumus-rumus perhitungan kuda-kuda baja dan tulangan tangga yang dibencinya dulu ketika ia masih berada di sekolah kejuruan.
***
Pada pukul tiga, Damara dan Naya sampai di Padalarang. Dengan sekantung pelastik penuh camilan, Damara memaksa Naya untuk memilih beberapa saja yang ia masukkan ke dalam tas gendong milik Damara. Gadis itu tidak bisa membawa semua makanan ke dalam tempat yang akan ia kunjungi.
"Kenapa nggak semua aja, Dam? Kan sayang!" racaunya.
"Tidak bisa, Nay. Karena tempat yang akan kita datangi itu perbukitan. Tidak boleh membawa banyak sampah nantinya."
![](https://img.wattpad.com/cover/234062204-288-k931089.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
andai, jika
RomanceKita seperti gelap dan terang. Yang saling menenggak jarak, mencari-cari sebuah kepantasan antara manusia paling tidak memiliki dan dicintai. Perpisahan kita bukan milik selamanya. Namun, akan kupastikan jika selamanya adalah milik kita.