"Halo, Nay. Aku pulang."Mendengar sebuah suara yang begitu ia rindukan personanya nyaring menyapa sepasang telinganya, gadis itu kemudian mematung. Tangannya mengepal dan gemetaran. Kepalanya masih tertuduk. Ia bahkan tidak berani mengadah takut jika suara yang baru saja ia dengar hanyalah karangan imajinasinya saja.
Damara tersenyum, perlahan, berjalan menghamburkan dirinya mendekap gadis yang kini sedang kebingungan ke dalam pelukannya. Ia diam saja. Tidak satu pun bahasa terdengar dari suaranya. Akan tetapi, pakaian yang sedang dikenakan Damara sedikit demi sedikit mulai basah akibat hujan dari semesta milik gadisnya.
"Maafkan aku, Nay. Aku lama sekali pulangnya. Kamu pasti sudah sangat lelah menungguku. Aku merindukanmu. Aku benar-benar merindukanmu, Nay."
Lalu, hujan juga turun dari semesta Damara. Sepasang manusia itu sama-sama diam menikmati waktu-waktunya yang sempat usang. Tanpa bahasa. Tanpa tertawa. Hanya sedikit suara. Dari masing-masing kehilangannya. Yang juga sempat cemerlang.
Dari dalam rumah, Sugiri hanya bisa menyaksikan bagaimana saling mencintainya sepasang manusia itu. Ia tersenyum. Ia tersenyum begitu lapang. Karena rasa-rasanya, baru kemarin ia mengasuh dan membersarkan Naya. Akan tetapi, tepat hari ini, sudah ada saja laki-laki yang akan membawa gadisnya bersamanya.
"Kamu lama sekali, Damara. Kamu lama sekali. Aku benar-benar !nggak suka sifatmu yang suka hilang-hilangan itu!"
"Maafkan aku."
"Nggak mau," ucap Naya pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya di dalam pelukan Damara.
Damara tersenyum. "Aku sempat lupa jalan pulang, Nay. Nyaris saja tersesat. Kalau seseorang tidak datang membantuku, aku pasti sudah hilang. Ia datang saat harapanku benar-benar akan jatuh."
"Apakah Bapak yang membawamu menemuiku?"
"Ya."
"Syukurlah. Aku benar-benar takut kalau saat itu Bapak nggak menerimamu."
"Bapak hanya sedikit memberiku ruang untuk menjadi manusia yang lebih baik, Nay. Semua itu adalah untukmu."
"Kamu memang selalu berbelit-belit. Otaku nggak sampai kalau disuruh memahamimu. Dasar aneh!"
"Aku senang menjadi manusia aneh untukmu.
"Kenapa?"
"Soalnya kalau aku tidak aneh, mungkin aku tidak akan berhasil menemui."
"Dasar aneh!"
"Ya. Kita memang aneh."
Lalu, sepasang manusia itu kembali mengeratkan pelukannya. Hanya saja, kali ini mereka tidak menangis. Mereka sedang tertawa. Tawanya kedengaran senang sekali. Mungkin ini adalah ganjaran akibat jalan yang mereka tempuh sudah terlalu lama saling bertolak belakang.
***
Damara dan Naya sedang duduk di depan teras rumah di atas salah satu dari tiga undakan tangga yang menghubungkannya dengan pekarangan. Kala itu, semesta sedang jingga. Tahu saja kalau ada sepasang rindu yang berhasil pulang dari perantauan. Sama-sama diam. Beberapa saat. Sebelum pada akhirnya mereka memilih untuk membuka ruang percakapan dan saling bercerita mengenai kepulangan-kepulangannya.
"Dam."
"Ya?"
"Selama ini, kamu pergi ke mana aja?"
"Tidak ada."
"Yang benar?"
"Ya. Aku tidak kemana-mana."
"Nggak nyari gebetan baru?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa."
![](https://img.wattpad.com/cover/234062204-288-k931089.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
andai, jika
RomanceKita seperti gelap dan terang. Yang saling menenggak jarak, mencari-cari sebuah kepantasan antara manusia paling tidak memiliki dan dicintai. Perpisahan kita bukan milik selamanya. Namun, akan kupastikan jika selamanya adalah milik kita.