Mamah...

23 18 15
                                    

“Caroline, kak Grace enggak mau kamu kenapa-kenapa. Kamu jangan kabur lagi ya?” ucap kak Grace yang sembari mengobati luka kepala Caroline.

“Caroline hanya tak ingin membuat kalian menjadi sengsara hanya karena masalah Caroline, kak.” Ucap Caroline yang sedang duduk di kasur kamarnya.

“tapi…dengan kabur kamu tak bisa menyelesaikan masalah, Caroline. Kita semua di sini untuk membantu kamu.” Ucap kak Grace.

“iya, kak. Aku minta maaf.”

“Grace… jangan membuat dia menjadi tertekan, dia baru saja mengalami sakit hati karena ulah si penyihir itu (penyihir yang menyamar menjadi mamah Caroline).” Ucap pak Hilman yang berada di samping Caroline.

“apa yang telah dilakukannya bisa membahayakan dirinya sendiri, Hilman.” Ucap tegas kak Grace.

“tapi kamu juga harus mengerti perasaan Caroline saat ini.” Ucap pa Hilman.

“kalian juga harus mengerti perasaanku! Aku sudah kehilangan kakakku dan kini aku tak mau kehilangan seseorang yang sudah aku anggap anakku sendiri!” teriak kak Grace kepada pak Hilman.

Caroline tak tahu apa yang harus dia lakukan di kondisi seperti ini. Caroline sangat menyesal dengan apa yang telah dia perbuat. Dirinya harus meminta maaf kepada kak Grace dengan apa yang telah dilakukannya.

“kak Grace… Caroline minta maaf, aku tahu kalau aku membuat keputusan yang salah. Caroline minta maaf ya, kak?” ucap Caroline dengan tulus.

“kakak enggak minta kamu untuk maaf seperti ini, Caroline. Kakak hanya butuh janji kamu kalau kamu enggak akan kabur lagi.” Ucap kak Grace kepada Caroline.

“iya, kak. Aku janji enggak akan seperti itu lagi.” Ucap Caroline.

Caroline memeluk tubuh kak Grace dengan mata yang berkaca-kaca. Situasi inilah yang dibutuhkan Caroline saat ini. Bersama dengan orang-orang yang menyayanginya membuat Caroline melupakan peristiwa sebelumnya yang sempat membuat hati Caroline hancur.

“Grace! Hilman! Aku dan Joe akan mengantar Shawn ke Vosmor. Takutnya orang tua Shawn khawatir dengan anaknya.” ucap Ibunda Joe yang baru saja masuk kamar.

“saya akan mengantar kalian.” ucap pak Hilman.

“tidak perlu, Hilman. Kita akan naik kendaraan umum saja.” Ucap Ibunda Joe.

“di luar sana tidak aman, Tari. Saya akan mengantar kalian.”

“iya, Bun. Lebih baik pak Hilman ikut bersama kita.” Ucap Joe yang berada di samping sang Bunda.

“yasudah… terima kasih, Hilman.” Ucap Ibunda Joe.

“Bibi, hati-hati.” Ucap Caroline kepada Ibunda Joe.

“iya, nak. Kamu juga hati-hati di rumah.” Ucap Ibunda Joe.

Mereka bergegas mengantarkan Shawn ke kota kacau itu (Vosmor). Caroline hanya menunggu di rumah bersama kak Grace yang sedang mengobati luka kepala ringan Caroline. Kini Caroline bisa menghabiskan banyak waktu bersama kak Grace.

** ** **

“Caroline, kak Grace ingin bicara dengan kamu.” Ucap kak Grace.

“iya, kak.”

“kakak tahu kalau apa yang kamu lakukan itu niatnya baik, kamu hanya tak ingin kita semua terluka. Tapi jangan kamu menganggap diri kamu itu adalah penyebab dari semua peristiwa ini. Jangan pernah menempatkan posisi kamu di tempat yang salah seperti ini, Car. Semua orang di sini dan juga teman kita yang sudah mati selalu berjuang menolong kamu karena kita semua tahu kalau kamu adalah orang yang layak untuk di lindungi. Jadi, kalau kamu menganggap diri kamu itu penyebab dari semuanya, itu salah besar, kamu hanya mengecewakan mereka yang telah mati untuk kita. kakak bicara seperti ini karena kakak sayang sama kamu dan enggak mau kehilangan kamu, Car.” Ucap panjang kak Grace.

“iya, kak. Aku juga sayang sama kakak dan kalian semua, tapi aku enggak bisa melihat kalian terus tersiksa karena masalah ini.” ucap Caroline sembari meneteskan air matanya.

“tapi dengan apa yang kamu lakukan itu tidak akan membuat masalah selesai, Car. Orang jahat seperti itu tidak akan pernah puas walaupun sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dan orang jahat itu tak layak mendapatkan apa yang mereka inginkan.”

“iya kak, aku mengerti.” Ucap Caroline.

“kakak juga minta maaf karena sudah terlalu keras sama kamu.” Kak Grace memeluk Caroline.

Suasana yang haru ini membuat Caroline tersadar betapa bahayanya jika pada saat itu pak Hilman tak menemukannya di tengah hutan. Tapi Caroline juga tersadar, pada saat Caroline tenggelam di sungai, mengapa penyihir itu menolongnya dan menarik Caroline ke tepi sungai? Sungguh terasa aneh. Jika penyihir itu meninginkan Caroline mati, seharusnya penyihir itu membiarkan Caroline tenggelam di sungai.

“Car, kakak juga minta maaf ya, di saat kamu di hutan sana, kakak enggak bisa menolong kamu.” Kak Grace yang masih memeluk tubuh Caroline.

“enggak apa-apa, kak. Kakak sudah menolong banyak di kehidupan Caroline, kok.” Ucap Caroline.

“kakak juga turut bersedih dengan apa yang dilakukan penyihir itu kepada kamu.”

Disaat kak Grace berkata ‘penyihir itu’, Caroline teringat kembali kepada penyihir yang menyamar sebagai mamahnya. Merasa sangat rindu dengan sang mamah, Caroline tak bisa menahan derasnya air mata yang mengalir.

“aku rindu dengan mamah, kak...” Caroline dengan air matanya yang tak berhenti mengalir.

“tidak apa-apa, Car, Itu manusiawi. Tapi jangan sampai rasa rindu itu melebihi porsinya. Itu juga tak baik untuk kamu.” Kak Grace mengelus rambut Caroline.

“iya, kak.”

Caroline hanya bisa menggenggam cincin mamahnya itu untuk meredakan rasa rindunya. Air matanya tak kunjungi berhenti menetes dengan rasa sakit di hati yang masih terasa.

“kak Grace, apakah kak Grace mau pakai cincin ini?” tanya Caroline.

“cincin? Ini cincin siapa, Car?” tanya balik kak Grace.

“ini cincin mamahku. Kak Grace mau kan pakai cincin ini?” tanya Caroline lagi.

“tentu Caroline. Kak Grace akan pakai selalu cincin ini.” Jawab kak Grace.

Caroline memakaikan cincin itu ke jari kak Grace. Memberi cincin mamahnya kepada orang yang tepat membuat Caroline terlihat senang, begitu juga dengan kak Grace. Melihat cincin itu di jari kak Grace, Caroline berharap dirinya bisa memanggil ‘mamah’ kepadanya.

“ini bagus sekali, Car.” Kak Grace memandang cincinnya.

“itu terlihat cocok di jari kak Grace.” Ucap Caroline.

“terima kasih ya, Nak.” Kak Grace memeluk kembali Caroline.

“aku benar-benar rindu mamah, kak.” Ucap Caroline dengan tiba-tiba.

Rasa rindu Caroline kepada sang mamah sangatlah mendalam. Perbuatan jahat penyihir itu sangatlah membekas di hati Caroline.

“Car… kalau kamu mau, mulai saat ini kamu boleh panggil kakak ‘mamah’.” Ucap kak Grace.

“benarkah!?” Caroline yang terkejut dengan ucapan kak Grace.

“kamu sudah kakak anggap anak sendiri, Car. Mungkin kini kakak bisa menjadi mamah kamu.” Ucap kak Grace.

“terima kasih… mamah.” Caroline memeluk erat tubuh mamah barunya itu.

Akhirnya selama ini Caroline bisa merasakan hangatnya pelukan seorang mamah.

To Be Continued...

EXTERMINATORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang