Risa sudah memasak sedari subuh tadi bersama putra tunggal nya yang selalu menemani sang ibu di dapur untuk membantu memasak dan bersih-bersih. Tidak jarang tangannya yang besar dan kekar itu menyuci piring seperti seorang gadis. Tidak jarang juga kakinya yang jenjang ikut mondar-mandir bersama sapu. Alaskha merapihkan semua peralatan sarapan dengan rapih, karena jika ada yang berantakan sedikit saja Akbar pasti akan marah sekali kepada putra tunggalnya. Dan kata yang pertama yang akan keluar dari mulut Akbar adalah 'Dasar anak gak ada guna' begitulah Akbar jika Alaskha membuat sebuah kesalahan, kesalahan kecil akan terlihat besar di mata Akbar. Terlebih yang melakukan kesalahan adalah Alaskha.
Akbar sudah duduk dengan tenang menatap hidangan lauk-pauk di meja makan keluarganya yang begitu menggugah selera makanya. Risa dengan telaten menyendokan sepiring nasi yang masih mengepul untuk sang suaminya. Akbar begitu tergoda melihat sup daging dan baso yang terlihat masih panas, begitu menggugah selera. Alaskha tersenyum masakan buatanya dilirik Akbar. Alaskha berekspetasi tinggi untuk Akbar menyukai sup buatanya, kebetulan hari ini adalah ulang tahun Akbar.
Akbar menyeruput sesendok sup hangat. Membuat Alaskha meneguk ludahnya dengan susah payah, jantungnya berdebar menunggu reaksi Akbar saat mencoba sop buatan putra tunggalnya ini.
"Enak." Alaskha tersenyum lebar mendengarnya. Hatinya senang mendengar respon baik dari Akbar. Lega rasanya bisa membuat sang ayah senang dengan masakan putranya.
"Itu Alaskha yang buat yah!" Ucap Alaskha dengan semangat. Matanya memancarkan binar-binar senang. Tidak ada kata kesedihan di mata Alaskha.
Akbar mendorong semangkuk sup buatan Alaskha menjauh darinya. Wajah Akbar yang tadinya terlihat ceria tiba-tiba saja menjadi flat seperti kain kanebo kering. Alaskha tersentak kaget dengan perubahan ekspresi sang ayah, laki-laki itu terdiam tak bergerak melihat wajah Akbar yang terlihat kesal dan marah.
Risa melirik Alaskha dengan wajah sendu kemudian mengusap-ngusap punggung putranya dengan lembut. Risa bisa merasakan apa yang Alaskha rasakan, batin seorang ibu lebih peka dari pada sang ayah. Seolah ada kekuatan yang disalurkan Risa kepada Alaskha, putra tunggalnya itu terdiam seribu bahasa sambil menundukan kepala. Nafsu makanya sudah hilang saat melihat ekspresi Akbar yang terlihat tidak suka kepadanya.
Risa menarik sup yang tadi Akbar singkirkan. Wanita paruh baya itu menyeruput sup buatan putra tunggalnya dengan nikmat. "Ehh.. Enak banget Al masakan kamu." Ucapnya.
"Ke asinan!" Cetus Akbar membuat senyuman di wajah Risa langsung menghilang dalam sekejap.
Risa melirik Alaskha yang terdiam sambil menundukan kepala. Ada rasa kasihan dan tidak tega melihat anaknya murung seperti itu, ada rasa sakit dan hancur melihat anaknya yang bersedih. Risa menggenggam tangan Alaskha dengan senyuman indah di wajahnya, membuat Alaskha juga ikut tersenyum simpul melihatnya. Bagi Alaskha senyuman Risa adalah senyuman terindah sekaligus termanis sedunia.
"Alaskha. Cepat makan, jangan suka mengulur waktu!" Ucap ketus Akbar sambil melirik sinis Alaskha.
"Iya yah."
Risa menyendokan nasi untuk Alaskha namun niatnya itu terhenti saat Akbar mencekal tangannya dengan kuat. "Jangan buat putra saya manja! Dia sudah besar, dia bisa mengambil nasinya sendiri."
Risa terdiam menatap sorot tajam di mata Akbar. Risa menunduk dan memberikan piring kepada Alaskha. Risa hanya bisa terus mengelus-elus pundak putra agar tetap selalu bersabar dan terus bersabar bagaimanapun Akbar adalah ayahnya. Risa selalu berdoa agar putra tunggalnya tidak membenci sang ayah yang keras kepala dan egois.
Suasana sarapan menjadi tenang dan hening hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring. Akbar selalu meminta kepada keluarganya untuk tidak berbicara atau mengobrol saat makan bersama, karena itu bisa mengganggu selera makanya. Baik Risa maupun Alaskha keduanya tidak mau menentang ucapan Akbar, percuma menentang ucapnya yang hanya akan berujung perdebatan besar dan sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
A L G H E R A
Teen Fiction"Hanya ingin tetap menjadi diri kami sendiri, agar nantinya akan ada seseorang yang menerima kami apa adanya." Persahabatan kami bisa dibilang spesial mengapa? Karena wajah wajah kami terlalu banyak mengandung candu untuk dipandang terlalu jernih ji...