ALGHERA 30

67 17 3
                                    

Jangan lupa ramaikan perparagrafnya :)










Malam gelap dan juga dingin yang di penuhi suara motor yang membuat pengang telinga. Raina harus memutar jalan dan dua kali lebih jauh dari jalan menuju rumahnya. Tak apa asalkan Raina bisa aman sampai rumah, karena jalan sekarang yang Raina pilih cukup ramai berdeda dengan jalan angkot tadi. Langkahnya begitu lemas, jauh sekali rasanya menuju rumah. Kaki Raina terasa lemas dan takut berjalan sendirian. Air matanya sudah mengalir dan mengalir membasahi pipinya yang tembam itu. Ponselnya sudah mati, untungnya Raina membawa power bank yang cukup sampai 10 persen saja baterainya.

Raina berjalan dengan kaki lemas adzan isya sudah berkumandang dan ia baru sampai di rumahnya. Karena sedari tadi ia berjalan kaki dari tempat Syahidan menurunkannya di jalan. Raina mengabaikan ibunya yang bertanya banyak tentang mengapa ia terlambat pulang. Raina hanya memberikan senyuman simpul dan mengatakan ia ada rapat OSIS jadinya ia terlambat pulang. Raina langsung ke kamarnya dan segera menutup pintu rapat-rapat.

Dan didalam kamarlah semua rasa takut Raina keluar tanpa terhenti. Sambil memeluk lututnya Raina menangis meluapkan semua rasa yang ia rasakan lelah, kesal, takut, dan kecewa. Raina ungkapan semuanya didalam kamarnya. Kakinya pun sudah lemas untuk bangun, yang Raina inginkan sekarang hanyalah menangis. Agar semua perasaan yang ia rasa hilang. Dadanya begitu sesak, badannya pun sudah bergetar hebat. Raina menenggelamkan wajahnya di balik lutut. Air mata yang harus tak pantas terjatuh hanya karena seorang laki-laki, kini terjatuh begitu saja ke lantai. Sakit dan takut dua hal yang mewakili perasaannya sekarang.

Drett.. Drett.. Drett..

Ponsel Raina bergetar menandakan panggilan masuk dari Syahidan. Raina tak menjawab panggilan Syahidan, jangankan menjawab panggilannya melihat namanya saja Raina sudah malas. Raina langsung melemparkan ponselnya ke kasur dan kembali menangis dengan terisak. Sakit sekali. Sampai bernapas pun rasanya sulit sekali.

Apa yang sebenarnya Syahidan sembunyikan dari Raina. Sampai-sampai semuanya terasa begitu aneh dan asing. Raina sangat kecewa sekali hari ini. Ia rela meninggalkan sahabatnya hanya untuk Syahidan tapi apa balasannya. Tidak setimpal sekali rasanya.

Karena saking lemasnya Raina tak sanggup berdiri untuk menopang tubuhnya. Tangannya juga bergetar, menuju kasurnya saja terasa sangat susah sekali. Raina mencoba kuat dan meraih ponselnya melihat panggilan masuk dari Ghea. Raina tak sanggup untuk naik ke kasur dan ia hanya menyandarkan tubuhnya di ranjang.

"Ih Ra, gue mau cerita! Gak tau ya seneng banget gue tadi!" Suara Ghea terdengar begitu bersemangat di sebrang sana. Bahkan mata Ghea sudah berbinar-binar tidak tahan ingin bercerita kepada Raina.

Raina tak menjawab ia menahan isak tangisnya dengan cara menutup mulutnya.

"Tadi tuh, gue balik bareng Cakra! Dia tiba-tiba rangkul gue Ra. Dalem hati gue langsung ngomong gini, yah auto gagal dah move on gue." Kata Ghea begitu bersemangat dan langsung menyandarkan tubuh di tembok.

Raina menarik napas panjang berkali-kali dan berharap Ghea tak mendengarnya. Apalagi sampai mendengar isak tangisnya. Jangan sampai, ia tak mau Ghea khawatir dan membenci Syahidan nantinya.

"Terus juga dia cerita-cerita gitu Ra. Dia katanya kangen pas kita pacaran dulu. Kan gue jadi seneng dengernya," Terdengar suara tawa Ghea dari sebrang sana dengan begitu renyah dan terdengar sangat bahagia. "Kayanya si Cakra kode-kode deh minta balikan. Apa gue nya aja kali ya terlalu berharap lebih sama dia?" Tanya Ghea dan kemudian terdiam.

Di seberang sana Ghea terdiam dan merasa aneh, Raina tak menjawab atau tak merespon sama sekali ucapannya. Padahal biasanya dia sering sekali merespon bahkan memotong ucapan Ghea. Ghea begitu heran sekarang. "Ra lo dengerin gue cerita kan?"

A L G H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang