Tinggal beberapa meter lagi di depan tinggal belok ke kanan dan lurus sedikit sampailah di rumah ghea. Ghea terus memandu cakra selama perjalanan menuju rumahnya. Selama diperjalanan tadi tidak ada yang berani memulai pembicaraan hanya cakra yang terus bertanya arah jalan yang benar. Ghea masih dalam posisi melingkarkan tangannya di pinggang cakra kala itu senyuman termanisnya tak pernah redup dari wajah ghea. Desiran desiran hangat terus mengalir di tubuh ghea. Ada perasaan berbeda saat sedang bersama cakra, entah rasa apa itu ghea sendiri tak tahu.
Cakra mematikan mesin motornya tak lama setelah itu ghea turun dengan perlahan. Cakra terus tersenyum menatap wajah ghea yang terus tersenyum kepadanya. Rasa geli menjalar diseluruh tubuh cakra dan ghea. Menertawakan perasaan aneh yang sedang keduanya rasakan. Cakra menatap ghea dengan tatapan sendu wajah ghea yang manis membuat fokus cakra teralihkan. Benar kata orang, gula yang manis saja bisa membuat candu apa lagi senyuman manis dan ukiran sempurna seorang wanita yang tersenyum didepannya yang bisa menghalihkan semesta yang sedang berkerja untuk cerita.
Cakra tertunduk menyembunyikan senyumannya lalu kembali menatap ghea dengan sudut bibir terus melengkung layaknya bulan sabit. Alis ghea bertautan menatap cakra yang sepertinya kurang waras atau kurang minum obat hari ini.
"Kenapa sih lo?". Tanya ghea dengan senyumannya.
Cakra terkekeh "Lo yang kenapa? Dari tadi senyum senyum sendiri. Gila lo?".
Ghea mematung pipinya mulai memanas mungkin sekarang pipi ghea sudah memerah tomat. Entah mengapa dia sekarang merasa malu sendiri.
"Ya-ya senyumkan ibadah" ghea berusaha mengelak.
Cakra kali ini menopang dagunya dengan tangan kanannya sambil menatap ghea dengan penuh senyuman. Warna bola mata yang kecokelatan sukses mengalihkan pandangan ghea, fokus ghea adalah cakra untuk saat ini.
"U-udah sana pulang". Ghea berusaha menahan tawanya agar tidak pecah.
"Iya iya gue mau pulang. Awas kangen". Cakra mengedipkan sebelah matanya genit.
"Ih. Kepedean dirimu". Ghea kembali tersenyum.
Cakra kembali menatap ghea, "Awas jangan begadang. Besok kita camping".
Cakra perlahan lahan pergi menjauh meninggalkan ghea yang masih berdiri didepan gerbang rumahnya. Entah mengapa ghea ingin melompat lompat girang melepaskan semua rasa bahagia mood hari ini sedang begitu baik.
Seseorang berdeham membuat ghea mati kutu seketika sosok pria tua sedang bersedekap dengan tatapan tajam dibalik gerbang rumah ghea. Dia adalah Arga Andrea ayahanda dari abighea. Arga terus menatap ghea dengan tajam tak ada guratan senyuman manis di wajahnya.
Jangtung ghea mulai berdebar debar senyumannya sudah tak lagi terlihat diwajahnya. Berkali kali ghea menelan selivanya. Jika ayahnya sudah menatap tajam maka sudah dipastikan ada sesuatu yang dia tidak sukai."Siapa laki laki tadi?" Tanya arga to the point .
Ghea terus menunduk tak berani menatap ayahnya "Temen yah". Jawabnya singkat.
"Kenapa gak pulang bareng alaskha raina?" Tanya arga dengan nada yang ketus.
"Cowok tadi minta pulang bareng ghea. Dan ghea terima". Jawab ghea dengan begitu ragu dan rasa takut dimarahi ayahnya menjalar diseluruh tubuh. Ghea begitu tegang sekarang.
Arga menghela nafasnya "Jauhi dia. Kalo benar benar dia mau berteman dengan kamu temui ayah". Ujarnya ketus.
Akhirnya gerbang rumah ghea terbuka bersamaan dengan ghea yang menghembuskan nafas dengan lega. Sepuluh menit yang sangat menegangkan untuk ghea. Lain kali ghea harus meminta cakra untuk mengantarnya sampai depan gang saja dari pada harus diomelin ayah yang menakutkan seperti tadi huft.
KAMU SEDANG MEMBACA
A L G H E R A
Teen Fiction"Hanya ingin tetap menjadi diri kami sendiri, agar nantinya akan ada seseorang yang menerima kami apa adanya." Persahabatan kami bisa dibilang spesial mengapa? Karena wajah wajah kami terlalu banyak mengandung candu untuk dipandang terlalu jernih ji...