Bagian 3

16K 2.2K 93
                                    

Kamu, ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan

Setelah 20 menit berdesakan di dalam bis, akhirnya Belvina bisa menghirup udara segar ketika bus sudah berhenti di halte dekat rumahnya. Belvina itu salah satu cewek yang paling anti naik bis. Selain karena panas dan harus berdesakan, aroma-aroma tubuh juga bersatu di dalam sana dan bisa meracuni penciuman kita.

"Huh! Akhirnya bisa bebas juga!" Belvina menghela nafas lega saat bus yang di tumpanginya sudah berjalan menjauh.

Gadis itu berjalan menuju ke rumahnya, jaraknya sudah tak terlalu jauh. Sembari bersenandung ria, ia juga menatap jalanan dengan harapan di dalam hatinya.

"Semoga besok-besok, gue sama Daniel lewat jalan ini sambil boncengan," gumamnya riang.

Senyum tetap tercetak di bibir gadis itu selama perjalanan. Ia juga tak lupa menyapa orang-orang yang ia temui di pinggir jalan. Itulah Belvina selalu ceria dan ramah terhadap semua orang.

Tak lama ia pun sampai di rumahnya. Keningnnya mengkerut saat ia melihat mobil milik mamanya yang sudah terparkir rapi di garasi rumah.

"Lah, kok mama udah pulang," bingung Belvina. Pasalnya, mamanya kalau sudah pergi kondangan pulangnnya larut malam.

Belvina memasuki rumah.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh! Belvina jodohnya Daniel pulang!" seru Belvina sambil membuka pintu. Tidak ada dahutan dari dalam rumah, Belvina kembali berteriak.

"Mama! Mama mana? Kok enggak jemput Belvina sih! Udah tau Bel male na_"

"Di kamar!"

Belvina langsung berbelok menuju ke kamar mamanya yang berada di dapur. Memang kebiasaan gadis itu, sepulang sekolah ia akan menghampiri mamanya jika sedang ada di rumah. Ia selalu khawatir terhadap mamanya. Ia takut, jika ia akan melakukan hal yang tidak-tidak. Semenjak kepergian Bela dua tahun yang lalu, mamanya sering melakukan hal yang bisa membahayakan nyawanya.

Dengan perlahan, Belvina masuk ke kamar mamanya. Dapat ia lihat, punggung mamanya bergetar. Sudah bisa ia pastikan bahwa wanita paruh baya itu sedang menangis. Ia duduk di samping mamanya, ikut memperhatikan bingkai foto yang dipegang oleh mamanya.

"Kapan mama bisa ikhlasin kak Bela?" tanya Belvina. Tangannya ikut serta mengusap bingkai foto tersebut.

Adara, mama Belvina menggeleng. Ia menyeka air matanya. "Mama enggak bisa ikhlasin kakak kamu. Semenjak kepergian dia, mama ngerasa udah enggak punya siapa-siapa lagi, Bel. Mama ngerasa sendiri," ujar Adara terisak.

Hati Belvina sakit mendengar penuturan Adara barusan. Kalau memang, Adara merasa tidak punya siapa-siapa lagi lalu, apa peran Belvina dalam hidupnya? Siapa Belvina?

"Terus, mama anggap aku apa? Aku anak mama. Aku terus ada di samping mama," ujar Belvina menatap sendu Adara.

Adara membalas tatapan Belvina. "Kamu itu, enggak pernah rasain ada di posisinya mama. Mama benar-benar ngerasa kehilangan kakak kamu karena, cuman Bela yang selalu ada di samping mama saat papa meninggal. Sedangkan kamu? Kamu lebih memilih tinggal sama nenek kamu di Malaysia. Mama kayak, udah enggak ngerasa punya anak selain Bela, walaupun kamu ada di samping mama Belvina. Kamu sama Bela itu beda," papar Adara panjang lebar, yang mamlu membuat luka besar di hati Belvina.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang