Bagian 25

8K 1.4K 75
                                    

"Masa sih, Belvina lakuin hal kayak gini?" ujar Aldo sembari membolak-balikkan kertas yang ada di tangannya. "Tapi ... bisa jadi sih, soalnya dari cara dia ngejar Daniel dulu emang udah kayak murahan," lanjut Aldo.

Daniel berdecak kesal saat kata murahan keluar dari bibir Aldo. Entah kenapa, ia kembali teringat insiden rooftop.

"Tapi, menurut gue ini semua enggak benar. Ada dalang di balik semua ini," sahut Troy, membuat Daniel dan Aldo langsung menatapnya.

Mereka bertiga saat ini ada di kantin. Berita tadi pagi, masih heboh sampai sekarang. Semua siswa dikejutkan dengan kertas yang berisikan foto, Belvina sedang dipeluk oleh laki-laki lain, terpampang jelas di mading dan tiang-tiang sekolah. Entah siapa yang menempelkan itu semua.

"Maksud lo?" tanya Daniel.

Troy berdehem pelan, menarik nafas lalu menatap kedua cowok yang ada di depannya bergantian. "Lo bilang lo nemuin Belvina di club dengan udah mabuk kan? Terus pakaiannya tertutup. Mana ada cewek yang sering ke club pake pakaian tertutup?" ujar Troy pada keduanya. "Kayaknya bener, dia cuman dijebak," lanjut cowok itu.

Perkataan Troy mampu membuat otak Daniel kembali berpikir keras. Apa yang dikatakan cowok itu ada benarnya juga. Di sana juga ada Davit. Bukannya Belvina sangat benci sama Davit? Apa ini merupakan salah satu rencana Davit untuk mendapatkan Belvina seutuhnya?

Tangannya meraih foto yang tadi diletakkan oleh Aldo. Ia menatapnya lekat, memperhatikan baik-baik rupa cowok itu. Daniel mendecak kesal kala ia tidak bisa mengenali rupa cowok tersebut. Pasalnya, cowok itu tengkurap dan dengan tangannya yang melingkar tepat di atas perut Belvina. Hatinya memanas saat melihat foto itu. Ja meremasnya lalu melemparnya tepat ke wajah Aldo membuat sang empu protes.

"Eh! Gue tau lo lagi emosi! Tapi jangan lempar gue juga, Anjing!" protes Aldo sambil mengusap hidungnya.

Daniel mendengus. Ia beranjak dari sana tanpa menghiraukan teriakan dari dua sahabatnya. Ia butuh waktu sendiri.

****

Dengan kepala tertunduk, Belvina berjalan di koridor sendirian. Beruntung, bel masuk sudah berbunyi sehingga tidak ada lagi hinaan yang menghiasi indra pendengarannya. Langkahnya terhenti saat teriakan di koridor menggelegar, menyebut namanya.

"Belvinaaa!"

Dengan napas ngos-ngosan, Siti menatap Belvina dengan tatapan kesal. Pasalnya, sedari tadi ia meneriaki gadis bertas putih tersebut namun tidak kunjung mendapat sahutan.

"Lo budek apa gimana, sih? Dari ujung koridor sana, sampe sini gue terus teriak-teriak nama lo tapi, lo enggak dengar sama sekali?" omel Siti seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Belvina hanya memberi cengiran jeleknya. Ia menggaruk kepalanya, lalu menatap siti tak enak. "Ya maap. Abisnya gue pikir lo salah satu siluman binatang yang langsung ngatain orang sebelum mencari tahu kebenarannya," ujar Belvina. Gads itu terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya. "Ada apa?"

Siti mendengus pelan. "Lo enggak di drop out, kan?" tanya Siti. Tadi, pada saat Belvina masih di dalam ruang kepsek, bel masuk berbunyi sehingga Siti ke kelas terlebuh dahulu. Mengkuti pelajaran selama lima menit, lalu izin untuk menemui Belvina.

Belvina tersenyum tipis. Ia mengangguk, menandakan bahwa ia tidak di drop out dari sekolah.

"Enggak kok. Tapi, gue gak dibolehin masuk sebelum berhasil nemuin bukti kalo itu semua cuma jebakan. Dan, waktu gue cuma sebulan," jelas Belvina membuat Siti bernapas lega.

"Gue janji, bakal bantu lo buat buktiin semuanya," ujar Siti lalu memeluk Belvina.

Belvina benar-benar beruntung bisa mengenal orang sebaik Siti. Orang yang dulu ia anggap sombong dan pendiam, ternyata punya hati sebaik malaikat. Siti adalah salah satu orang langka yang kita temukan di dunia. Seseorang yang tidak pernah melupakan kebaikan orang lain.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang