Bagian 17

9.7K 1.4K 187
                                    

Jika dia adalah kebahagiaanmu, maka akan kusingkirkan dia dari hidupmu. Karena aku tidak ingin kamu bahagia.

Hari ini adalah hari Minggu. Jadi, Belvina memutuskan untuk lari pagi. Lumayan juga kan untuk kesehatan dan menurunkan berat badan. Tetapi, sebelum lari ia menghubungi Vio terlebih dahulu. Tidak seru jika larinya cuma sendirian. Terlalu kentara jomblonya.

Nah, sekarang mereka berdua sudah berada di salah satu bangku taman. Mereka berdua memutuskan istiahat sebentar setelah cukup lama berlari. Belvina sedang sibuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku, sedangkan Vio, cewek itu lagi cuci mata. Ia lagi sibuk memperhatikan cogan-cogan yang melintas di sekitar mereka.

"Anjirr! Cakep banget!" pekik Vio saat ia melihat seorang cowok bertubuh atletis yang berdiri tak jauh dari hadapannya.

"Bel! Dia kesini!!!" teriaknya hiperbola. Ia mulai merapikan anak rambutnya, dan mengusap peluh yang ada di dahinya.

Sedangkan Belvina? Ia mah bodo amat. Selagi cowok itu bukan Daniel, mau keringatan kek, kucel kek, apa kek, dia mah gak peduli. Orang di hatinya cuman ada Daniel seorang.

Cowok itu mulai mendekat, Vio semakin histeris. Apalagi saat cowok itu menyapanya, ia seperti menjerit tertahan.

"Hay," sapa cowok itu lembut. Ia terkekeh saat melihat ekspresi Vio yang begitu memujanya.

"Ha--hay," sapa Vio terbata. Jantungnya kini berdegup dengan cepat.

"Boleh minta nomor telpon teman lo?" tanya cowok itu.

Ekspresi Vio berubah menjadi cemberut. Ternyata yang ditanyakan nomor Belvina. Bukan nomornya.

Belvina yang merasa namanya di sebut menoleh. Akhirnya, ia bisa melihat laki-laki yang berhasil menarik perhatian Vio. Laki-laki itu kenapa mirip sekali dengan Dave?

Ia mulai was-was dengan cowok tersebut. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Tidak salah lagi, laki-laki ini adalah orang yang sudah menjadi penyebab Bela meninggal. Tanpa aba-aba, ia langsung menarik tangan Vio dan pergi dari sana.

"Kita duluan ya, Mas," pamit Belvina sambil menyeret Vio pergi dari sana.

Cowok itu memandang punggung Belvina dan Vio yang sudah menjauh. Ia tersenyum sinis, "Tidak salah lagi. Itu pasti Belvina. Adik Bela," monolog cowok itu.

Ia memerogoh ponselnya. Di sana, terdapat foto Belvina dan Daniel saat berada di parkiran sekolah.

"Sebentar lagi, kamu akan menyusul kakak mu adik manis."

***

"Woy Belvina sakit!" Vio meronta-ronta, meminta dilepaskan dari cekalan Belvina.

Belvina baru melepaskan tangan Vio saat ia merasa sudah jauh dari jangkauan cowok itu. Vio langsung mengusap tangannya yang memerah akibat cekalan Belvina yang cukup kuat.

"Sialan lo, Bel! Tangan gue jadi lecet gini kan!" ketus Vio.

Belvina memutar bola matanya malas. "Alay lo. Entar juga bakal ilang tuh merah-merahnya," ujar Belvina.

"Lagian lo kenapa sih narik-narik tangan gue! Sakit tau!" protes Vio sambil mengusap tangannya.

Belvina menghela napas jengah. Hatinya belum tenang. Di pikirannya, masih terlintas wajah cowok tadi. Wajah yang sama dengan orang yang sudah menghancurkan Kakaknya.

Ia melirik Vio yang sedang mengangkat telepon. Lalu, ke arah sebuah gereja. Matanya menangkap sesuatu yang tak asing. Ada motor Daniel yang terparkir di sana.

"Daniel ngapain ke gereja? Jangan-jangan ..." gumam Belvina.

Seketika, mimpinya kemarin kembali terngiang. Apa mungkin mimpi itu sebenarnya sebuah isyarat kalau Daniel dan ia beda agama?

"Bel, gue duluan ya. Mama nungguin di butik," pamit Vio saat ia sudah mengakhiri telefonannya. Ia melangkah pergi saat Belvina sudah menganggukan kepalanya.

Disaat yang bersamaan, Daniel juga keluar dari gereja tersebut. Tapi, ia tidak sendiri. Ia bersama dengan Shaaren?

Akhirnya, Belvina memutuskan untuk menghampiri mereka berdua. Dari pada mati penasaran di sini.

"Hay," sapa Belvina saat ia sudah di depan Daniel dan Shaaren.

Daniel terkejut dengan kehadiran Belvina. "Lo, ngapain? tanyanya.

"Abis lari pagi. Sama Vio tadi. Tapi, dianya udah pulang," jawab Belvina.

"Terus, lo kok belum pulang?"

"Ini udah mau pulang. Tapi, karena aku liat Daniel jadi disamperin dulu hehe," ujar Belvina sambil cengengesan. Jujur saja, perempuan itu mau bertanya. Akan tetapi, ia takut kalau jawaban Daniel nanti ah sudahlah.

"Daniel, udah deh ayo pulang!" rengek Shaaren manja. Mau tidak mau, ia harus menuruti kemauan Shaaren.

Daniel sebenarnya sangat malas jika ia harus berurusan dengan gadis ini. Tapi, lagi dan lagi ancaman dari ayahnya, membuat ia harus terjebak bersama dengan Shaaren. Sungguh sial nasibnya.

Belvina memandang sendu motor Daniel yang sudah melaju. Rasanya sesak, tapi mau gimana? Itu kan sudah menjadi resiko apabila mencintai seseorang yang juga tidak mencintai kita. Ingin marah, tapi kita harus sadar diri. Kita bukan siapa-siapa.

Kita hanyalah hati, yang jatuh pada orang yang salah. Dan, karena kesalahan kita, rasa sakit serta sejenisnya menjadi balasan itu semua.

"Mending pesan ojol aja." Ia mulai mengotak-atik ponselnya. Memesan salah satu ojek online yang berada di sekitar sini.

Namun, pada saat ia sedang memainkan ponselnya, ada orang yang tiba-tiba datang dan merampas ponsel itu dari tangannya. Refleks, Belvina berteriak dan berlari mengejar jambret itu.

"Jambretttt!!!! Jambretttt!!" teriak Belvina di sepanjang jalan.

"Udah setengah sebelas neng," ujar pedagang cilok yang di lewati oleh Belvina.

"Jambret tolol! Bukan Jamber!" umpat Belvina pada pedagang cilok itu. Ia masih terus berlari.

Bruk!

Seorang menendang kaki jambret tersebut. Sehingga, jambret itu langsung terjatuh dan memberikan ponsel Belvina.

"Nih," ujar Cowok itu sambil menyodorkan ponsel Belvina.

Deg!

Cowok itu lagi. Cowok yang tadi. Belvina mulai was-was. Ia mengambil ponselnya dengan pelan, "ma-makasih."

"Eh." Saat ingin pergi, cowok itu mencekal tangan Belvina.

"Lo kayaknya takut banget sama gue, ya?" terka Cowok itu sambil memandang Belvina dengan salah satu alis terangkat.

"Maaf, kita enggak kenal," ujar Belvina sambil melepaskan tangannya.

Cowok itu terkekeh. Polos sekali gadis yang ada di depannya ini. "Ya udah. Kita kenalan dulu gue, Dafa," ujar Dafa sambil menjulurkan tangannya.

Dafa? Cowok yang mama Belvina maksud namanya Dave. Bukan Dafa. Tapi, wajah cowok itu mirip sama dengan wajah orang yang ada di foto itu. Duh, Belvina jadi bimbang kan sekarang. Ia takut kalau firasatnya  tentang cowok ini yang menyamar benar. Tapi, jika ia pergi ia akan di cap tidak sopan oleh orang-orang.

"Belvina," ujar Belvina sambil menerima uluran tangan cowok tersebut.

Selamat datang dipermainanku Belvina, sayang.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang