Bagian 30

8.6K 1.1K 125
                                    


Daniel menendang pintu rumahnya keras. Kedua kakinya melangkah lebar, mencari keberadaan seseorang yang sudah membuat Belvina celaka. Urat-urat leher cowok itu tercetak jelas dan kedua tangan yang terkepal kuat. Emosinya sudah di ubun-ubun. Ia ingin menghampiri Dave dan menghabisi nyawa cowok itu saat ini juga.

"Dave anjing!" maki Daniel saat ia menyadari bahwa Dave telah pergi dari rumah itu dan tanpa sepengetahuannya.

Tangannya mengambil pas foto Dave yang ada di atas meja lalu meninjunya keras. Setelah kacanya hancur, foto Dave ia sobek menjadi beberapa bagian.

"Pengecut lo Dave! Lo tuh gak pantas di anggap cowok! Brengsek! Pembunuh!"

Daniel terus mengucapkan kata-kata kasar. Sudah hampir seluruh barang-barang yang ada di rumahnya ia hancurkan. Dan itu adalah definisi kehancuran hatinya saat ini.

Daniel merasa mati. Baik rasa, ataupun fisik dan batin. Rasanya berat menerima kenyataan seperti ini. Ia merasa tidak berguna, laki-laki paling bodoh yang membiarkan cewek yang ia sayang menyerahkan nyawanya demi melindunginya. Daniel menyesal.

Kedua kakinya terasa lemas. Ia menjatuhkan tubuhnya sampai terduduk di lantai. Matanya mulai memanas dan menitihkan air mata. Perih. Sekujur tubuhnya merasa perih saat melihat kondisi Belvina sekarang. Semua tubuhnya ikut sakit saat melihat Belvina yang jatuh ke dalam pelukannya dengan tubuh yang sudah bersimbah darah.

"Biarpun gue ngucapin seribu maaf, itu gak bakal hapus rasa bersalah dalam hati gue, Bel," lirih Daniel.

Ingatan masa lalunya terputar. Tepat dua hari sebelum Bela meninggal.

"Kakak mau kamu jaga terus perempuan ini, ya." Bela memberikan sebuah foto seorang gadis ke arah Daniel.

Daniel menerima foto itu. Ia mengamatinya lekat, bergantian dengan wajah Bela. Senyum kecil terbit di bibirnya.

"Dia adiknya Kak Bela? Hampir mirip soalnya," ujar Daniel sambil terkekeh pelan.

Tidak ada sahutan dari Bela. Dari pada penasaran, Daniel menolehkan kepalanya ke arah Bela. Tawa kecil keluar dari bibirnya saat mendapati Bela yang sudah tertidur pulas di bahunya.

Tangannya terangkat mengusap lembut kepala Bela.

"Aku janji ... bakal jaga perempuan ini kalau Tuhan mempertemukan aku dengan dia."

Dan sekarang, Tuhan telah mempertemukan mereka serta menghadirkan rasa yang tidak pernah diinginkan.

Daniel semakin terisak dalam diam. Janji itu tidak berhasil ia tepati. Daniel tidak pernah melindungi Belvina. Daniel tidak pernah memebuat gadis itu bahagia. Daniel hanya menjadi seorang pemberi luka. Baik batin, maupun fisik Belvina.

Ia kembali berdiri. Keluar dari rumahnya dan pergi menuju ke suatu tempat, yang tak lain adalah makam.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, Daniel dengan motor ninjanya sudah sampai di parkiran pemakaman. Tidak lupa dengan sebuah paket bunga, yang sempat ia beli di tengah jalan.

Daniel berjongkok di depan makam Bela. Ia mencabut beberapa rumput kecil yang tertancap di sana, di ikuti oleh bunga yang ia letakkan di atas gundukan tanah tersebut.

"Aku ... gagal," lirih Daniel pelan seraya mengusap nisan Bela.

"Aku enggak bisa jaga dia."

Kedua matanya terpejam kala mengingat segala perlakuannya terhadap Belvina. Kejam dan tidak ada rasa kasihan. Bantingan kotak makan, teriakan yang menggema, cengkraman kuat, dan sebagainya. Itu semua bukan tindakan melindungi kan?

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang