Bagian 36

6.9K 1.1K 170
                                    

Ceritaku udah sampe kota mana nihhh?

#blm revisi

⚠⚠⚠

Mau tidak mau, menjauh harus tetap menjadi pilihan walaupun akan sulit untuk merelakan. Daripada bertahan, tetapi hanya akan ada luka yang semakin mendalam.

Hari ini menjadi hari terakhir ujian di SMA Andelson. Dimana sebagian beban pikiran para pelajar berkurang. Tinggal menunggu hasil dari kerja keras selama ini. Entah itu akan mengundang ceramah pujian, atau ceramah gara gara keseringan main handphone, keluyuran gak jelas, anak tetangga jadi perbandingan, dan sebagainya.

Dan semenjak kejadian seminggu yang lalu, Belvina sama sekali tidak berhubungan apa-apa lagu dengan Daniel. Semua sosial media cowok itu sudah ia hapus. Semua barang pemberian dari Daniel sudah ia buang. Gadis itu bersikeras akan melupakan Daniel bagaimana pun caranya.

Sulit? Tentu saja.

Tidak mudah bagi Belvina melupakan sosok yang sudah ia perjuangkan selama satu tahun. Banyak hal yang harus ia hapus. Banyak kenangan yang berusaha ia lupakan, baik suka ataupun duka.

Setiap malam gadis itu dirundung luka. Bagaimana tidak? Menghapus secuil kenangannya bersama Daniel, maka itu akan menjadi luka besar bagi seorang Belvina. Gadis itu masih sangat mencintai Daniel. Gadis itu masih terus memiliki harapan untuk bisa melewati harinya bersama Daniel. Tapi itu semua tidak akan bisa tercapai. Semua harapan itu hanya sia-sia, mengingat fakta yang menyatakan bahwa, Tuhan mereka berbeda.

Akan tetapi, sulit bukan berarti tidak bisa 'kan? Jika itu semua dibarengi dengan usaha dan doa, Belvina pasti bisa. Ia pasti bisa menghapus inisial D itu dalam hatinya.

Sakit ya, jika kita harus terpaksa untuk melupakan.

"Bel, lo ngelamunin apa sih?"

Belvina mengerjapkan matanya sebelum menoleh ke arah Siti. "Eh, nggak papa kok. Ini, nunggu baksonya dingin dulu hehe," ujarnya lalu mengaduk kuah bakso nya yang sudah tidak berasap lagi.

"Kelamaan Bel. Lo enggak liat, gue udah habis dua mangkok lo belum kesentuh sama sekali," sahut Vio sembari mengunyah potongan bakso dalam mulutnya.

"Buset! Itu lapar apa doyan Vi," ujar Siti meletakkan kembali jusnya ke atas meja.

"Lapar kayaknya. Sumpah ya, seminggu ini gue makannya lahap banget. Soalnya energi gue kekuras gara-gara mikir satu nomor soal doang!" tutur Vio lalu meminum milkshakenya.

Belvina terkekeh mendengar penuturan Vio. Memang sih, untuk soal ujian semester ini agak susah-susah soalnya. Belvina aja yang anaknya rajin belajar ngeluh susah. Apalagi Vio yang liat buku pelajaran aja ogah. Tetapi kalau soal buku novel, belum sejam juga ia sudah selesai membacanya.

Setelah ujian tadi, Belvina, Vio, dan Siti memutuskan untuk ke kantin. Kantin kali ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang saja. Mungkin, sebagian sudah pada pulang ke rumah.

Pertemanan mereka juga semakin hari semakin erat. Siti diibaratkan pengganti Echa di sana. Belvina benar-benar merasa utang budi sama Siti, karena kalau bukan Siti, mungkin ia tidak bisa mengikuti ujian sekolah sekarang.

Fyi, nama asli Siti itu Sintia. Tetapi karena penampilannya yang cupu, membuat teman cowok sekelasnya memanggilnya dengan sebutan Siti. Gada ahlak emang mereka.

Fakta tentang masa lalu itu juga sudah Belvina ceritakan kepada Vio, termasuk meninggalnya Echa. Tapi Vio mah bodoh amat. Dia justru malah senang kalau Echa meninggal. Katanya sih gini "Justru kita harus senang kalau orang spesies setan meninggal. Dunia jadi bersih dari ajaran sesat."

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang