Bagian 38

7.5K 1.1K 49
                                    

#blm revisi

Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik buat mahluknya. Dan mungkin, perpisahan lah yang terbaik buat kita.

⚠⚠⚠

Saat ini, Belvina dan Vio sedang berkunjung ke makam Echa. Vio sebenarnya sih ogah, tetapi karena paksaan dari Belvina jadilah mereka berdua ada di sini sekarang.

Belvina mengusap nisan Echa lembut. Jujur, Belvina kecewa atas perbuatan Echa. Tetapi gadis itu sahabatnya. Echa sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Dan yang paling penting, Belvina sudah memaafkan Echa sebelum gadis itu minta maaf.

"Gue gak nyangka, ternyata selama ini Echa punya penyakit parah dan ninggalin kita secepat ini," ujar Belvina lirih.

Vio mendengus kasar. Gadis itu hanya berdiri sambil memperhatikan Belvina dengan malas. Sungguh, Vio tidak suka ada di sini. Gadis itu hanya ingin pulang sekarang.

"Gue lebih gak nyangka dia adalah orang dibalik masalah yang nimpa lo dulu Bel. Dan lo maafin dia gitu aja?" sungut Vio kesal.

"Gak boleh gitu Vi. Gimana pun Echa pernah berharga bagi kita begitupun sebaliknya. Dan sampai sekarang, gue masih tetap anggap dia sahabat. Justru, gue yang ngerasa bersalah karena jarang luangin waktu buat dia. Gue ngerasa bersalah karena udah gak pernah nurut sama dia padahal niatnya baik. Dia cuman gak pengin kalau gue ngerasa sakit hati gara-gara Daniel. Mungkin aja, kalau gue dengerin kata-kata kalian, gue gak ada di posisi ini sekarang," papar Belvina panjang lebar.

Vio menatap gundukan tanah itu. Jujur, dalam hati Vio terluka karena Echa pergi. Vio tidak rela melihat sahabatnya itu pergi ke tempat peristirahatan terakhirnya secepat ini. Namun, karena rasa kecewa yang masih menyelimuti dirinya membuat ia menepis rasa itu.

Seketika kata-kata Echa terngiang di kepalanya. Kenangan mereka kembali terlintas dalam pikirannya. Masalah kecil yang sengaja mereka besar-besarkan. Berangkat bareng, pulang bareng, kerja tugas bareng, jalan bareng, nginap bareng, dan banyak hal lagi. Tanpa sadar air mata turun membasahi pipinya.

Belvina yang merasa kasihan langsung memeluk Vio. "Yang penting, sekarang Echa udah tenang disana. Kita berdoa aja ya, semoga semua amal ibadahnya diterima dan semua dosa-dosanya dihapuskan."

Dapat Belvina rasakan, Vio mengangguk dalam dekapannya.

'Maafin gue Cha,' batin Vio.

Mereka berdua memutuskan untuk pulang. Selain karena hari sudah mau malam, mereka juga harus bersiap untuk acara perpisahan besok.

Mereka berdua kini sudah sampai di rumah Belvina. Vio heran, baru kali ini Belvina mengijinkan Vio untuk menginap di rumahnya. Ya ... maksudnya baru kali ini Belvina yang menawarkan. Yang lalu lalu kan dipaksa.

"Tumben lo ngajak gue nginap di sini," ujar Vio lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Belvina tersenyum sendu. Ia duduk di tepi kasur lalu menatap Vio lekat. Tak sadar, ada sebutir air yang turun dari mata cantiknya.

Vio yang menyadari itu langsung terbangun. Menangkup kedua wajah Belvina lalu mengusap air matanya menggunakan ibu jari. "Kenapa sih Bel? Kok malah nangis!"

"Untuk besok, selain hari perpisahan kelas dua belas, besok juga hari perpisahan kita, Vi. Gue mau lanjut sekolah di Malaysia," lirih Belvina. Suara gadis itu sangat pelan tapi Vio tidak tuli. Vio masih bisa mendengarnya.

Dunia Vio seolah terhenti. Hey, Vio itu sangat sayang sama Belvina. Dia tidak ingin ada jarak di antara mereka. Sampai kapanpun, Vio tidak akan merelakan Belvina pergi.

"Lo tega?" Suara Vio bergetar. "Kenapa? Kenapa lo ninggalin gue? Setelah Echa kenapa lo juga harus ninggalin gue Bel?!" Vio terisak. Gadis itu melepas tangannya dari wajah Belvina. Ia menatap Belvina dengan sorot kecewa.

"Gue udah anggap lo kayak kakak gue. Gue gak pengin pisah sama lo Bel! Gue sayang sama lo, gue gak bisa jauh dari lo! Gue gak tau gimana kedepannya kalau lo udah gak sama lo lagi Bel! Gue lebih baik kehilangan pacar, dari pada kehilangan sahabat baik kayak lo!" teriak Vio lalu memeluk Belvina erat. Vio memeluk Belvina erat seolah tidak akan melepasnya lagi.

Belvina membalas dekapan itu. Ia sudah tau reaksi Vio akan seperti ini jika Belvina benar-benar akan pergi. Tapi mau bagaimana lagi, cuman ini satu-satunya jalan agar Belvina bisa melupakan si mahluk egois berinisial D. Belvina juga merasa berat melepas Vio. Belvina tidak ingin berpisah dengan Vio. Tapi Belvina tidak punya jalan lain lagi.

Dan neneknya, nenek Belvina juga sangat ingin Belvina ada di sisinya sebelum pulang ke sang Pencipta. Mengingat, usia neneknya sudah tidak muda lagi.

"Gue juga gak mau sebenarnya Vi. Tapi harus. Gue harus lakuin ini," ujar Belvina di sela isakannya.

Vio melerai pelukan mereka. Gadis itu menepis air matanya kasar. Dengan cepat, ia mengambil tasnya yang terletak tepat di sampingnnya.

"Cuman gara-gara Daniel lo bakal ninggalin gue? Disaat gue udah janji sama diri gue sendiri buat bantuin lo, lo malah pergi. Tapi, kalau itu yang terbaik menurut lo ..." Vio menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Selama tinggal.

Vio berlalu. Belvina mengejar namun sia-sia. Vio itu gadis lincah. Tidak cukup satu menit, Vio sudah menghilang dari pandangannya.

"Maafin gue Vi!"

Bersambung.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang