Bagian 21

9.9K 1.1K 205
                                    

Jantung Belvina berdetak tak karuan. Hatinya begitu senang sampai ia ingin berteriak sekarang. Bayangkan sendiri, jika orang yang kamu suka, tiba-tiba men--cap kamu sebagai miliknya. Senang, 'kan?

Ia menundukkan kepalanya, tidak tahan jika terus ditatap oleh Daniel. Bisa-bisa, Belvina pingsan karena menahan malu. Ia tidak menyangka, mimpinya benar-benar terwujud. Duduk berdua, dan saling menyatakan cinta, adalah hal yang Belvina inginkan dari dulu jika bersama dengan Daniel. Namun itu semua hanya sementara. Rasa bahagia ini pasti akan tergantikan dengan rasa sakit yang luar biasa. Tinggal menunggu waktu yang tepat, hingga semua terungkap.

Daniel berdiri saat kakinya sudah tidak merasakan pegal lagi. Sebenarnya masih sedikit sakit, akan tetapi, bel masuk sebentar lagi berbunyi. Jangan sampai Belvina tidak makan siang hanya karena menemaninya di sini sampai jam istirahat selesai. Ia menarik salah satu tangan Belvina, dan membawanya
ke kantin.

Kantin sudah tak terlalu ramai. Sudah banyak siswa yang kembali ke kelasnya karena urusannya dengan makanan sudah selesai. Baguslah, mereka tidak mengantri panjang untuk memesan makanan.

"Daniel, aku duduk di sana ya, di meja Echa sama Vio," ujar Belvina kepada Daniel saat ia melihat Vio yang memanggil Belvina dari jauh.

Daniel menoleh ke meja yang di maksud oleh Belvina. Ia mengangguk, "Kalau gitu aku pesan makanan dulu buat kamu." Daniel mengacak pelan pucuk kepala Belvina lalj pergi ke salah satu stand makanan.

Pipi Belvina bersemu. Rasanya aneh jika Daniel berucap aku--kamu. Lebih berdamege. Ia pun bergegas menuju ke meja Echa dan Vio. Ia terkikik melihat ekspresi Vio yang kesal karenanya.

"Lama banget!" cibir Vio saat Belvina sudah berada di depannya.

Belvina menyengir kuda, ia duduk di kursi kosong, tepatnya berada di depan Echa, "Ya maaf."

Detik berikutnya, Daniel sudah datang dengan nampan berisi satu mangkok bakso panas. Ia meletakkan nampan itu di depan Belvina. Cowok itu tadi berniat ingin makan juga. Tetapi mengingat tubuhnya yang masih bau keringat, ia lebih memutuskan untuk ganti baju terlebih dahulu. Takut, jika orang lain kehilangan selera makan karena dirinya.

"Habisin," ujar Daniel. Belvina hanya mengangguk sebagai respon. Setelah itu, Daniel tersenyum dan berpamitan terhadap ketiga gadis tersebut. Tidak lupa juga melakukan kegiatan rutinnya mulai dari sekarang yaitu, menepuk pelan puncak kepala Belvina.

"Yang dulu katanya gak suka, sekarang bucin banget ya," sindir Vio. Sedari tadi gadis itu sudah menahan kesal setengah mati dengan kelakuan Belvina dan Daniel. Sudah tau di sini jomblo semua, malah menebar kemesraan. Kan jiwa-jiwa anu Vio bangkit. Canda anu.

Daniel hanya tertawa kecil menanggapi itu. Ia lalu pergi dari sana, menuju ke ruang ganti pakaian. Belvina tersenyum menatap kepergian Daniel. Baru beberapa langkah, ia langsung rindu, dasar bucin!

"Udah kek natapnya, Bel. Mending makan deh buruan! Keburu bel masuk!" ujar Echa sedikit sensi.

Vio melirik heran ke arah Echa. Ada apa dengan gadis ini? "Lo kenapa dah Cha? Sensi amat lo, cemburu ya?" terka Vio yang langsung mendapat tatapan tajam dari Echa. Sedangkan Belvina, langsung menatap Echa dengan tatapan seakan meminta penjelasan.

Echa melirik Belvina, "Gue cuman takut aja, kalau Daniel cuman kasih harapan ke Belvina kayak lalu-lalu," ujarnya masih dengan nada tak suka.

Belvina kembali fokus kepada baksonya. Kasian, dari awal pas datang masih dianggurin sampai sekarang. Ia memaklumi jika Echa bersikap seperti itu terhadap Daniel. Dari dulu kan Echa memang tidak suka kepada Daniel jadi, mustahil jika ia cemburu terhadap Belvina. Sangat tidak mungkin.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang