Bagian 27

7.8K 1.3K 267
                                    


SMA Andelson dikejutkan dengan kabar tentang salah satu siswa menjadi korban kecelakaan akibat mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Siswa itu adalah Endra, yang merupaka sepupu Echa. Cowok itu kecelakaan tepat di malam Belvina diculik. Dan kemarin, sehabis Dzuhur ia baru dimakamkan.

Seorang gadis sedang duduk di taman belakang sekolah dengan sebuah foto di tangannya. Gadis itu tersenyum kecil, hatinya berdenyut ngilu saat kenangannya dengan cowok yang menjadi sepupunya, kembali terngiang dalam pikirannya.

"Kenapa lo harus pergi sekarang? Padahal, kita baru aja mau party buat rayain kemenangan kita." Gadis itu adalah Echa. Ia tidak menyangka, orang yang paling ia sayang telah pergi untuk selama-lamanya 

"Gue udah anggap lo kayak kakak gue, Ndra. Lo berarti dalam hidup gue. Makasih, makasih karena lo udah mau luangin banyak waktu lo buat gue." Ia tertawa pelan. Lalu menyimpan foto itu ke dalam saku bajunya.

Echa menoleh kala seseorang duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum hangan ke arah Echa. Ia memeluk tubuh Echa dari samping, seolah memberi kekuatan kepadanya. Echa membalas pelukan itu. Ia terisak di bahu milik Shaaren.

"Yang sabar ya, Cha," ujar Shaaren sembari mengelus punggung Echa yang semakin bergetar. Echa hanya meresponnya dengan anggukan.

Mereka melerai pelukannya. Kedua tangan Shaaren beralih ke pipi Echa, lalu mengusap air mata milik gadis tersebut. "Yang penting, Endra udah berhasil lakukan semua rencana kita buat jebak Belvina."

"Gue puas banget Ren liat dia kacau kayak kemarin. Hati gue bersorak senang. Sekian lama gue coba buat balas dendam ke dia, akhirnya bisa terbalas juga," ujar Echa. Dia tersenyum penuh kemenangan. Hatinya bersorak senang ketika melihat wajah sedih dari Belvina.

"Sama, gue juga. Sekarang Daniel udah jadi milik gue seutuhnya. Lusa, gue bakal tunangan sama dia." Shaaren tersenyum senang. Apalagi saat ia mengingat sikap Daniel tadi malam kepadanya.

Kini, mereka berdua berbahagia di atas penderitaan Belvina. Mereka sudah mendapat apa yang mereka inginkan selama ini, dengan mengorbankan orang lain. Cara mereka begitu licik tetapi, mereka tidak peduli akan hal itu. Yang penting, sesuatu yang mereka inginkan telah mereka dapatkan, tanpa memikirkan ganjaran akibat perbuatan busuk mereka.

Echa kaget saat tangannya tiba-tiba ditarik paksa untuk berdiri apalagi, pada saat tamparan keras mendarat di pipinya. Ia mendongak, menatap Vio dengan tatapan tak terbaca.

Shaaren dengan cepat menghampiri Echa. "Lo enggak apa-apa?" tanyanya lalu membantu Echa untuk berdiri. Echa hanya menggeleng pelan. Ia masih menatap Vio.

"Munafik! Jadi lo sama dia kerja sama buat jatuhin Belvina? Buat apa? Buat balas dendam karena lo masih berpikir gara-gara Bel, Gina meninggal, iya!?" Vio berteriak keras. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bahwa ini semua ada sangkut pautnya dengan Echa.

Napas Vio memburu. Ia marah kepada Echa dan dirinya sendiri. Rasa bersalah langsung saja menyergap dirinya saat ia mengetahui hal yang sebenarnya. Ia tidak menyangka Echa yang selama ini peduli terhadap perasaan Belvina melakukan hal setega ini. Vio pikir, Echa sudah melupakan dendam beberapa tahun yang lalu namun ternyata belum.

"Belvina jelas-jelas salah! Kalo aja dulu ia berhenti dan mau dengar semua penjelasan Gina, mungkin ia gak bakal mati!" Echa masih tetap membela gadis yang bernama Gina. Menurutnya, Belvina lah yang telah menyebabkan Gina meninggal.

Vio semakin geram. Ia memang tidak terima kalau Belvina selalu disalahkan dalam insiden itu. Karena menurut Vio, Belvina hanyalah korban dari pengkhianatan Davit dan Gina.

"Belvina cuma korban! Kenapa lo selalu bela Gina yang jelas salah! Kenapa lo selalu peduli sama dia Echa?! Kenapa?!" Vio meraung dengan keras. Mungkin suaranya bisa terdengar sampai ke kelas belakang, tetapi ia tidak peduli. Ia ingin mengeluarkan unek-uneknya sekarang.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang