10. KYURARA.

63 11 0
                                    

Jujur saja aku merasa pusing pada ucapan belasungkawa serta tatapan simpati berlebihan yang diberikan oleh orang-orang perusahaan padaku. Rasanya ingin berteriak kalau ayahku masih hidup dan sedang berada di suatu tempat tapi kalimatku tertahan diujung lidah. Atas saran Bibi Arisa dalam situasi seperti ini aku harus bisa bersikap bijaksana, jadi itulah yang kulakukan.

Duduk di kursi pemimpin milik ayah, mencoba memasang wajah tegar juga berusaha mati-matian agar tidak menguap.

Ini pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya aku masuk ke dalam ruang Direksi.  Selama ini aku tak pernah dididik layaknya calon pewaris kebanyakan, sejak dulu ayah ran ibu selalu membiarkan aku melakukan semua yang kusuka. Dan menjadi penerus usaha keluarga jelas bukan keinginanku. Aku cinta musik, seluruh darah seni keluarga ibu mengalir dalam diriku.

Itu sebabnya, semua orang bahkan ayah sendiri yakin kalau kelak pewaris dari Aragaki Biotech.&Industry bakal jatuh ke tangan keturunan Bibiku (itu juga kalau dia berminat menikah), atau bahkan calon suamiku kelak. Jadi, tak aneh kalau sekarang seluruh mata yang tertuju di ruangan ini padaku, dipenuhi rasa cemas juga tanda tanya.

Aku tahu ada begitu banyak kekhawatiran dalam diri mereka. Aku adalah outsider di dunia ini. Akan sangat tidak adil hanya karena masalah darah, maka semuanya diberikan padaku. Aku sendiri benci harus memikul tanggung jawab yang bukan di bidang serta pilihanku.

Setelah melalui sebuah rapat dengan aura tajam serta panas, akhirnya diputuskan kalau kontrol kepemimpinan akan sepenuhnya dipegang Bibi Arisa, dengan bantuan Paman Ishiido Higashi serta putranya, Wakil Direktur Arata. Mereka berdua adalah orang yang sempat kulihat sedang rapat bersama ayah sore kemarin. Bibi bilang, mereka memang orang kepercayaannya.

Arata lebih tua 7 tahun dariku. Memiliki fisik menarik serta wajah bersih dan rupawan, dia pasti sering disalah kira sebagai artis oleh orang-orang. Sedangkan ayahnya yang duduk bersampingan dengannya, terbilang masih sangat fit serta berwajah menarik untuk lelaki berkepala awal limapuluh.

Mereka juga memutuskan dalam rapat ini kalau aku akan ditempatkan sebagai juri akhir dalam dewan Direksi. Suaraku akan dinilai besar dalam sebuah pembuatan keputusan, jadi pada intinya segala hal dalam perusahaan ini masih akan tetap ada dalam pengawasan seorang Aragaki. Aku pribadi merasa hal seperti ini hanya sebagai formalitas semata.

Dan sampai keberadaan ayahku ditemukan, bibi Arisa mengumumkan kalau aku akan ikut terlibat dalam pencarian resmi. Yang sontak membuat semua orang terkejut.

Tentu saja, semua ini hanya alasan Bibi. Bagaimana bisa kami berkata jujur, kalau ada kemungkinan apa yang menimpa ayah adalah sebuah ancaman, dan nyawaku sendiri dalam bahaya. Itu bisa mengguncang perusahaan.

Tidak, aku tak benar-benar turun langsung ke lapangan. Bibi juga akan mencegahku melakukan hal berbahaya seperti itu. Apa yang akan kulakukan setelah ini lebih seperti, bersembunyi.

Perlindungan diri.

Ini semua adalah ide Bryan. Tentu saja, dan bibi otomatis mendukung karena menurutnya tak ada pilihan lebih baik selain membuatku berada dalam kukungan Contramande.

Kami sempat bertengkar semalam, aku menolak keinginan bibi Arisa, tapi menurut beliau untuk saat ini tetap berada di Jepang bukanlah opsi terbaik. Kami masih belum tahu mana kawan dan lawan. Apa yang sudah menimpa ayah?.

"Oh please Rara, bersikaplah rasional kali ini saja. Satu-satunya caramu membantu menemukan ayahmu adalah. Selalu tetap aman!" bibi Arisa membentak ku. Hal yang rasanya nyaris tak pernah ia lakukan selama seumur hidupku dan menjadi bibiku. Sepanjang aku bisa mengingat.

Dan akhirnya aku mengalah. Aku tak mau dibilang egois serta manja padahal situasi kami sedang sulit.

Itulah sebabnya. Sesudah rapat darurat para Direksi pagi ini, kami langsung meluncur menuju bandara. Tempat di mana Bryan serta pesawat pribadi keluarganya sedang menungguku.

Tadinya aku tidak ingin mencolok, naik pesawat umum setidaknya akan membantu menjernihkan isi kepalaku. Namun bahkan opsi penerbangan umum juga ditolak oleh bibi dengan alasan keselamatan.

Bryan sudah berdiri di sana. Di dekat pesawat. Menyambut kami dengan seulas senyum di wajahnya. Orang lain akan mengira dia salah satu aktor terkenal yang tengah melakukan syuting laga, sampai harus menutup bandara area ini segala.

Dia segera membantu membukakan pintu untuk kami, sementara beberapa orangnya membantu mengangkat barang-barang ku dari dalam bagasi. Lantas kulihat ketika Bryan dan bibi berjalan menjauh dariku serta terlibat pembicaraan serius.

Dari tempat ku berdiri dapat terlihat kalau raut muka bibi sempat berubah sejenak. Namun ketika aku mendatangi mereka untuk bertanya, keduanya segera menjauh, ekspresi mereka sudah kembali seperti semula. Ceria yang dibuat-buat.

Bibi mengantarku hingga masuk ke dalam pesawat, lalu ia memelukku sangat erat. Agak sedikit lebih lama dari biasanya. Ketika akhirnya melepaskan diri dan kami saling bertatapan, kedua matanya berkaca-kaca. Ia merangkum kedua wajahku memakai tangan kurusnya lalu berkata.

"Rara, kamu tahu kan kalau aku sangat menyayangi dirimu. Kamu mungkin tidak terlahir dari rahim ku namun ikatan diantara kita terlalu sangat kuat untuk dipatahkan. Berhati-hatilah sayang, jaga dirimu baik-baik".

Dadaku melesak oleh rasa sakit. "Kita akan bertemu lagi kan?" suaraku terdengar merajuk.

Bibi mengangguk keras-keras. "Pasti" menatapku cukup lama. Lalu akhirnya melepaskan diri.

Saat bibi melakukan hal itu, rasanya ada yang hilang dariku.

Bibi kemudian berpesan pada Bryan agar menjagaku baik-baik, ia bahkan mengancam jika lelaki itu sampai menyakitiku maka beliau akan mengirim pembunuh bayaran untuk mematahkan kedua kaki Bryan (bagian ini membuatku tanpa sadar tertawa sarkas). 

Lalu kami berpisah.

Aku melihat bayangan punggungnya hingga pintu ditutup.

Seorang Pramugari datang dan meminta kami untuk segera duduk sebab pesawat mau lepas landas.

Aku memilih deretan bangku depan yang agak dekat dengan ruangan penghubung antar penumpang dan Pilot. Melesakkan tubuh ke kursi beraroma khas bunga mawar. Ternyata sangat empuk.

Sepasang netraku mengekori jendela. Dari sini aku bisa melihat bibi masuk ke dalam mobil yang tadi membawaku ke bandara. Terus memandang hingga kendaraan sedang merah metalik itu melesat, hilang dari pandangan mata.

Aku merasakan kehadiran seseorang yang kini duduk di samping kiriku. Tanpa perlu menoleh sudah langsung tahu dia siapa.

"Jangan salah paham. Aku melakukan semua ini demi bibi Arisa juga tak ingin disebut kekanakan"tukas ku, sedikit dingin.

Bryan sepertinya mengangguk di sampingku. "Aku tahu. Dan aku juga melakukan ini semua karena dua alasan. Satu aku betul-betul ingin membantu keluargamu. Dan dua, aku berharap seiring waktu kita bersama, aku bisa mendapatkan hatimu".

Bola mataku berputar dalam rongganya. Menolehkan kepala ke sisi kiri, melemparkan pandangan garang.

Alih-alih merasa bersalah, Bryan justru tersenyum makin lebar.

"Aku tahu. Terima kasih kembali. Nona Aragaki".

Mendesah panjang. Ku tolehkan lagi kepalaku ke arah sisi jendela. Sambil menggerutu aku berkata dalam hati.

Segala hal akan menjadi lebih berat sekarang. Aku tak tahu mana yang lebih baik. Menghadapi ancaman teror. Atau....

Bryan Contramande.

########

[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang